11

224 33 5
                                    

Sibuk meladeni ponselnya, Jimin lupa mengambil pesanannya sendiri di meja pesanan. Alhasil Yoongi beranjak. Memenuhi panggilan di depan sana dengan segera─sebagai gantinya. Dan bodohnya pria itu tidak membawa nomor pesanan hingga berakhir ditahan. Jimin yang terlalu fokus bahkan tidak juga mengindahkan panggilan Yoongi yang menyuruhnya membawa nomor pesanan.

Yoongi yang ingin mengutuk lantas menepuk bahu pria yang menjabat sebagi temannya itu, lalu merampas potongan kertas yang berada di genggamannya. Belum merespon sebuah penerimaan pada impulsnya, Jimin malah melongo seperti orang bodoh. Terlanjur meladeni ponselnya yang hampir jatuh, bersama beberapa catatan di dalamnya.

Setengah menit kemudian Yoongi sampai dengan beberapa menu seleranya. Dengan senang hati temannya itu meletakkannya dengan manis di atas meja. Menyajikan miliknya seperti pelayan resto terbaik, dan sisi buruknya adalah pria itu sambil mengomel buruk padanya.

"Nanti saja dilanjutkan kalau kita sudah makan."

Terdampar di sudut kota, dengan masalah di kepala adalah alasan mengapa mereka duduk disini. Melakukan break sejenak dari lelah perihal menaklukkan pekerjaan dengan makan sesuatu yang mengenyangkan─kata Yoongi. Tapi bagi Jimin ini jauh lebih buruk dari dugaannya. Bagaimana ia bisa makan jika pekerjaannya saja masih berantakan?

"Mereka kehilangan minat," balas Jimin mengerutu. Ada banyak kecemasan yang nyatanya sudah lebih dahulu mengaitnya.

"Dengar, si macan tutul itu akan memikirkannya. Bukan membatalkannya." Yoongi mengaduk-aduk bibimbapnya dengan segera. Menuang saus kental berwarna gelap pada potongan dagingnya, tanpa mau tahu Jimin yang mengabaikan makan siangnya. "Lagipula aku sudah bilang padamu kalau dia lebih suka malam hari. Untuk apa kau kejar dia siang bolong begini?"

"Aku tidak suka jika mereka melupakan etika berbisnis di Negara kita," jawab Jimin bersikeras. Menatap sekali lagi layar ponselnya dengan berbagai ide di kepala. Dan kali ini ia menyusuri dokumen penting yang ia simpan dalam drivenya. Membacanya tergesa seakan hendak mengikuti ujian nasional 10 menit lagi.

Yoongi mengambil minumannya lebih dahulu. Sedikit melegakan tenggorokannya demi mengutuk panjang lebar soal Jimin yang tidak pernah mau mendengar sarannya. "Bukan Negara kita, tapi perusahaanmu. Perusahaan lain malah melakukan yang lebih buruk dengan membuat reservasi di salah satu kelab malam."

"Tapi dia orang yang penting."

Mendengar itu Yoongi mengusap keningnya sebentar. Ia pun mendadak kehilangan selera makan setelah menghadapi pria di depannya ini. "Aku tahu. Kalau tidak, pamanmu tidak akan menugaskan ini pada kita."

Jimin berubah kusut. Pada akhirnya ia mulai meladeni minumannya yang berembun. Ya, sedikit tidak Yoongi bisa lega. Tidak perlu diinterogasi Nyonya Park kalau anaknya tiba-tiba terkena penyakit asam lambung karena tidak mau makan teratur.

"Kenapa pula kau tidak mengambil kursimu? Dengan begitu macan tutul itu tidak akan semena-mena padamu." Suapan pertama memasuki perut Yoongi. Begitu lega dirinya karena bisa menelan makanan dengan baik.

Namun Jimin berdecih kesal mendengarnya. Tepat seperti dugaan Yoongi, mau bagaimanapun pria itu tidak akan pernah berminat pada ide 'menjadi atasan'.

"Aku penasaran, mengapa kau lebih tertarik berada di departemen kita dari pada duduk di kursi managerial?"

Tak mau dengar, Jimin kembali meladeni ponselnya. Kali ini ia membalas beberapa pesan dari ibunya. Ya, seperti anak kecil. Ia bahkan ditanyai perihal makan siang dan keberadaan. Lalu mau sampai kapan sebenarnya sang ibu mengurusi hidupnya? "Aku tidak mau saja."

"Dasar aneh─" Yoongi sekali lagi mengutuk Jimin yang mengabaikan makan siangnya. "Aku bilang berhenti melihat ponselmu. Ibumu tidak akan perduli!"

Sedetik kemudian Jimin melempar ponselnya ke atas meja. "Aku sedang tidak mengadu pada ibuku!"

White Marriage || seulmin•Where stories live. Discover now