10

236 31 18
                                    

Seulgi baru saja tiba di kediaman Jimin yang sepi. Rautnya masih suntuk, kusut seperti tidak menemukan setrika. Ia rupanya benar-benar pergi menonton film sendirian, mengunjungi taman bermain dan membeli banyak street food. Wanita itu mungkin kekenyangan sampai mual, tapi sekali lagi hatinya masih saja melambung seperti balon udara. Hampa, dan ia tidak jelas tahu apa sebabnya.

Memeluk boneka beruang kecil di tangannya, Seulgi melangkah memasuki ruang tengah yang sudah dipijak tuan rumah. Duduk manis di sofa dengan tayangan berita di televisi. Sangat memuakkan kalau Seulgi tidak membutuhkan laporan cuaca.

Namun pria ketinggalan jaman seperti Jimin itu berbeda ketika ia menatap kedua bola matanya. Sorotnya lebih lembut, dan pria itu beranjak untuk menyambutnya. Sangat berbeda dari Jimin yang selalu mengatakan 'tidak' seharian ini.

"Pergi sendiri?" tanya Jimin menatap boneka beruang di lengannya. Dan siapapun tahu kalau itu adalah souvenir lucu yang akan semua orang dapatkan jika masuk wahana Dreamland.

Seulgi mencebik. Kesal saja ia rasanya diingatkan tentang kejadian tadi pagi. "Memangnya kau mau mengantarku?"

Jimin berkedip beberapa kali. Ekspresinya mulai jadi tidak enak hati. Dan lebih tidak enak lagi kalau tidak mematikan televisi. Sayang biaya listriknya. "Kau harusnya bilang kalau mau diantar."

"Aku sudah bilang," tukas Seulgi. Kekesalannya bahkan semakin menjadi kalau dikatai 'tidak pernah'. Padahal dia sudah memberikan kode yang sangat keras. Jimin saja yang tidak peka padanya.

"Tidak," geleng Jimin polos. Dan segala kepolosannya yang seperti itu tanpa ia sadari semakin membuat Seulgi ingin menerkamnya, lalu dipanggang api di belakang rumah. "kau tidak bilang apapun padaku selain bertanya pendapatku tentang ini itu. Termasuk kuenya."

Kini giliran Seulgi yang kebingungan. Ia mungkin meninggalkan sekelumit pikirannya di kereta sampai tidak tahu maksud perkataan suami nya. "Kue?"

Jimin berdecih. Memasukkan tangannya ke dalam saku celananya. Dan sungguh itu sangat keren bagi Seulgi. Walaupun Jimin hanya memakai celana abu-abu dengan potongan kaos putihnya.

"Lain kali kau harus cuci peralatan dapurnya setelah memasak."

Seulgi berubah melotot. Kakinya mundur satu langkah untuk bersiap melarikan diri. Karena sungguh ia merasa sangat malu sekarang. Lagi pula dari mana Jimin tahu kalau ia yang membuat kue 'spesial' itu? "B-bukan aku yang membuat kekacauan di dapurmu."

"Bibi Gong bilang kau membuat kue untukku," tutur Jimin dengan senyum jenakanya. Sangat puas ia memojokkan Seulgi malam ini.

"Tidak, aku tidak membuatnya untukmu," sanggah Seulgi bersikeras. Mana mau dia mengaku.

"Oh, kau menuliskan selamat ulang tahun disana. Memangnya siapa yang sedang berulang tahun selain diriku?"

"Anjingku, hari ini ulang tahun anjingku," Seulgi berkelit. Ia sungguh siap untuk kabur saat ini juga. Tapi sungguh kaburpun sudah sangat kentara. Ia sudah ketahuan, jadi percuma saja.

Jimin terkekeh. Ia lantas bergerak mematikan televisinya. Bergegas pergi ke dapur demi membebaskan kue ulang tahun buatan Seulgi dari kulkas. "Mau makan kuenya sekarang?"

Seulgi berlarian ingin merampas kue buatannya. Badannya yang lebih pendek melompat-lompat menggapai tangan Jimin yang terangkat. "Tidak! Jangan dimakan, jangan dimakan!"

Jimin tetap awas. Menghindar dengan hati-hati, takut jika kue itu terjerembab ke lantai dengan sia-sia. Walaupun penampilan kue itu jelek, tapi ia sangat senang kalau Seulgi membuat kue untuknya. Entahlah. Apa karena ia tersentuh? Atau ia orang yang benar-benar pandai menghargai orang lain?

White Marriage || seulmin•Where stories live. Discover now