8

188 36 5
                                    

Seulgi terus menggenggam berat kepalanya yang memusingkan. Sebenarnya ia terlalu kesal, ingin segera pulang. Tidak ingin perduli lagi dengan pertemuan keluarga atau semacamnya yang ramai. Padahal rumahnya sendiri tepat berada di sebelah sana, tapi ia sama sekali tidak bisa pergi jika kakaknya sedang tidak berada di rumah.

Menatap Jimin yang berdiri di ujung sana membuatnya mendadak ingin pergi dari dunia. Tidak seperti sebelumnya─saat mereka sangat perduli dengan sekenario murahan, kini mereka jauh tidak perduli ketika semua orang menatap heran pada mereka yang mendadak tidak akrab satu sama lain.

Persetan, Seulgi benar-benar tidak mau perduli lagi.

Pesta benar-benar dirayakan sampai gelap. Salah satu sepupu Jimin berulang tahun. Jadi mungkin mereka melanjutkan acara ini dengan berbincang sampai pagi. Minum sesukanya lalu menyanyikan lagu di halaman belakang. Berbeda dengan Seulgi yang hanya duduk di kursi menatap isi gelasnya yang terus saja terisi penuh. Sesekali ia menatap dinding rumahnya yang terlihat gelap di sisi kanan. Gejolak ingin pulang kini mulai mengganggunya, sama dengan sesuatu yang membuat perutnya sedikit mual.

Bibi Park pergi setelah memberinya waktu yang panjang untuk menikmati minumnya dengan canggung. Itu sedikit menyenangkan, jadi Seulgi bebas jika ingin meneguk banyak minuman. Dan ia baru saja meneguk satu gelas lagi ketika menemukan Jimin yang berbincang dengan sibuk. Beberapa kali mata keduanya bertemu, seakan ingin saling menyapa tapi sayangnya harga diri menolak ingin melakukannya. Jadi mungkin sekedar saling menemukan, minimal Seulgi tahu bahwa Jimin tidak curang meninggalkannya pergi.

Merasakan kepalanya yang semakin berputar, akhirnya Seulgi menyerah. Ia beranjak dari sana untuk menemukan sesuatu yang dapat melegakan kepalanya. Tapi saat ia menemukan bayangan pintu, Jihyun kini memanggilnya. Wanita itu pun menghampirinya dengan banyak kekhawatiran. Dan beruntung kakak iparnya itu tidak memanggil yang lain, hanya membantunya masuk lalu menyuruhnya beristirahat.

.

.

.

.

Mendapati Seulgi menghilang dari pandangannya, membuat Jimin resah sendiri. Isi gelas yang dipegangnya hampir tumpah jika ia tidak ingat tengah berbicara dengan suami kakaknya. Memahami situasi, pria itu lalu menghentikan pembicaraan. Membiarkannya pamit lalu masuk ke dalam rumah yang mendadak berubah sepi sejak sore tadi.

Jimin mungkin tidak pernah merasa seganjil ini sebelumnya. Ia berpikir bahwa ia berubah menjadi aneh karena lelah mencari Seulgi yang menghilang. Ia menjadi sanggup mengelilingi tiap sudut rumahnya, mengintip rumah Seulgi di sebelah pagarnya, bahkan ia bisa membongkar lemari dan memeriksa semua kolong─kalau perlu─demi menemukan Seulgi.

Jadi sejak kapan ia seperduli ini pada Seulgi?

Terlalu lama berkeliling, akhirnya ia memutuskan untuk masuk ke kamar tidur lamanya. Meredakan sedikit kepalanya yang pusing mungkin bisa menjadi solusi keresahannya. Karena bagaimanapun, mustahil bagi dirinya kehilangan seorang Seulgi. Pasti benar karena ia terlalu banyak minum, tidak ada alasan yang lebih logis lagi dari pada itu.

Jimin mengangguk-ngangguk kecil menutup pintunya. Jiwanya belum menapak dengan sempurna sampai ia yang menemukan sosok asing menyentuh sisi ranjangnya. Menginvasi kamarnya yang kelebihan rapi sampai tidak berbentuk. Selimutnya berada di lantai yang dingin, barang-barang─seperti jam─di atas nakasnya tumbang dan Jimin tidak mau mengecek kamar mandinya. Pasti lebih dari kata berantakan.

Seulgi yang dicarinya lalu ditemukan tenggelam di atas tempat tidurnya. Enggan bergerak dari posisi. Seakan membeku, seperti baru saja tercebur ke dasar lautan Antartika. Jimin yang lega karena Seulgi tidak pergi tanpanya, akhirnya memutuskan untuk mendekat ke tepian ranjang itu. Memandangi punggung Seulgi yang begitu jauh dengan banyak pemastian. Benar Seulgi, kan?

White Marriage || seulmin•Where stories live. Discover now