"J-Jimin bukankah kau harus mandi?"

Jimin mengangguk kecil. Semakin mendekat padanya, lalu menahan salah satu pergelangan tangannya yang bebas. "Ya, tentu saja aku harus mandi. Tapi sebelum itu─"

Seulgi semakin ketakukan. Bayangannya akan segala sesuatu yang buruk tumpah ruah ke atas lantai. Membuatnya terpeleset, jatuh dalam pesona dominasi Jimin yang menahannya. "Tunggu Jimin, kakiku sakit."

Pria itu membawanya bergeser ke sisi ranjang yang empuk. Mendorong bahunya agar Seulgi terduduk di sana. Tak lupa mendekat bersama suara beratnya.

"Lalu?"

Seulgi gemetar sendiri. Tidak pernah tahu kalau pernikahannya harus sampai pada titik ini. Saat senggang pun ia tidak pernah memikirkannya. Tidak pernah sama sekali, karena ia pikir Jimin tidak akan pernah membutuhkannya. Sama dengan ia yang tidak membutuhkan Jimin untuk membantunya menjalankan rentetan pernikahan ini sebagaimana mestinya.

Seulgi mungkin sudah mengukuhkan diri untuk menjalankan seluruh kewajiban yang bisa ia lakukan. Tapi untuk yang satu ini, "K-kita tidak bisa melakukannya."

Senyum miring itu kemudian dipatri. Sangat menawan dan juga menyelipkan sesuatu di ruang hatinya. Pun menusuk paru-parunya yang sesak, hingga Seulgi merasa kesulitan untuk mengisi benda itu dengan gas oksigen.

"Bisa. Kau hanya tinggal duduk manis dan biarkan aku yang melakukannya," jawabnya ringan. Tidak punya kesalahan.

"A-apa yang akan kau lakukan?" Seulgi merampas tangannya sendiri. Meringsut menjauh dari Jimin yang mulai ikut menaiki ranjangnya. "Yah, Park Jimin!"

Jimin berubah menggeleng. Tidak habis pikir dengan tingkah aneh tetangga sekaligus isterinya sendiri. Pria itu tahu-tahu sudah menangkap kaki Seulgi yang baik-baik saja, kemudian menariknya tanpa perasaan. "Aku menyuruhmu duduk, Seulgi, bukannya menghindariku. Apa yang kau pikirkan?"

Seulgi berubah memberontak ketakutan. Wanita itu menendang-nendang Jimin dengan sembarangan. Melempari pria itu dengan bantal sambil berteriak. Tidak perduli dengan penampilannya yang berubah kusut luar biasa. Jadi bisa dibilang, tidak ada gunanya dia mandi.

"Seulgi!" Sampai pada Jimin yang harus menahan kedua tangan isterinya. Sekaligus membenarkan bathrobe yang melekat pada wanita itu dengan sangat hati-hati.

Sorot gemetar Seulgi lalu meredup. Tergantikan dengan nafasnya yang memburu, menampar sisi wajah Jimin yang sudah kerepotan. "Aku hanya ingin membantumu," ujar pria itu lembut menenangkan.

Melihat Seulgi yang mulai sedikit tenang, Jimin pun menyentuh kembali kedua kaki isterinya. Tangannya yang lain meraih sesuatu di atas nakas. Seperti wadah salep kecil yang harumnya sedikit mengganggu. "Kau tidak mengurus kakimu dengan benar."

"Akh!" ringis Seulgi menahan tangan Jimin yang mulai menggerakkan kakinya. Kepala bersurai coklat itu lantas menggeleng. Memohon dengan sangat untuk tidak melanjutkan pijatannya.

"Kau yakin tidak mau ke rumah sakit?" tanya Jimin kembali mencari persetujuan Seulgi. Namun wanita yang sudah setengah menangis itu kembali menggeleng. Memohon untuk tidak melakukan apapun selain membiarkan kakinya tidak disentuh.

Maka sampai pada Jimin yang memutuskan, "Karena kau tidak mau ke rumah sakit, jadi biar aku yang urus."

"Akhh!" Seulgi memekik kesakitan. Meraih bahu Jimin yang bebas lalu mencengkramnya dengan kekuatan penuh. "Jimin, stop! Please!"

White Marriage || seulmin•Where stories live. Discover now