83

47.8K 7.2K 120
                                    

Tibalah hari dimana kini semua orang dikota berkumpul sembari menyumpahi seorang wanita dipodium, dengan mata yang masih tertutup dengan kain hitam.

Tanpa belas kasihan mereka mengeluarkan kata-kata kasar dan tidak pantas bahkan melebihi Tuhan itu sendiri, karena rasa benci terhadap seorang wanita yang telah meracuni calon suaminya itu.

Bahkan mereka menyalahkannya atas kematian calon suaminya, karena rasa cinta Nigel yang besar terhadapnya akhirnya ia pun mencabut nyawanya sendiri. Itu informasi yang mereka dapatkan dengan bumbu-bumbu romansa tambahan.

Bahkan Elleta mendapat kabar dari Kenneth jika seorang penulis yang tidak terkenal kini menjadi seorang yang kaya raya, karena menulis sebuah cerita yang terinspirasi dari kisah cinta yang tragis dari Nigel dan Alexia.

Mata Alexia kini terbuka, melihat orang-orang yang dahulu tersenyum ramah kepadanya kini berbalik menatapnya dengan rasa jijik. Bersamaan dengan banyaknya sampah yang dilemparkan oleh para warga ke podium.

Beberapa bangsawan penting dan juga anggota keluarga kerajaan hanya duduk terdiam, enggan melihat Alexia yang menatap mereka dengan kecewa.

Alexia sedari tadi terlihat mencari seseorang dengan melihat sekelilingnya dengan cepat. Nihil, Count Ryder tidak terlihat dimanapun. Air mata Alexia menetes, sebenarnya ia sendiri telah menebak jika ayahnya itu tidak akan menghadiri hari dimana terakhir kalinya ia menatap dunia.

Tetapi Alexia tidak menyangka jika rasa kecewa dan sakitnya akan sesakit ini. Count Ryder tidak pernah lagi mengunjunginya sejak satu minggu yang lalu, sejak putusan hukumannya diumumkan.

Mereka yang melihat dirinya menangis mengatakan dengan lantang jika ia tidak pantas menangis, percuma ia menangis karena itu tidak akan merubah apapun.

Howlan Wulfric berdiri dari tempat duduknya dan membacakan kembali seluruh kesalahan Alexia hingga putusan yang telah ia buat. Saat ia membaca dengan lantang sontak keributan yang terjadi menjadi hening dengan beberapa suara-suara bisikan yang samar-samar terdengar.

Setelah selesai mereka kembali melanjutkan perbincangan mereka dengan suara yang besar, hingga dapat didengar oleh orang yang berada dipodium dan juga oleh para bangsawan beserta keluarga kerajaan.

Elleta berjalan menaiki tangga podium, membuat semua mata kini tertuju padanya. Mereka pun terdiam saat melihat pakaian serba hitam yang ia kenakan saat itu.

Alexia berdiri disamping tiang gantung yang nantinya akan menggantung tubuhnya, masih dengan derai air mata karena kekecewaannya terhadap Count Ryder ayahnya sendiri.

Setibanya Elleta dihadapan Alexia, ia langsung memeluknya lalu memperlihatkan sebuah botol kaca yang sangat kecil kepada Alexia. Botol itu berisikan darahnya dan darah dari ibu kandungnya yang menyatu.

Elleta pun kembali memeluk Alexia dan berbisik, "Ibumu tahu dimana ayahmu berada." Ucap Elleta sembari melepas pelukannya dengan perlahan dan menatap Alexia dengan tatapan yang sulit diartikan.

Karena perlakuan Elleta terhadap Alexia yang masih dengan baik hati memeluk Alexia, kini semua orang memujinya karena hatinya yang sangat baik terhadap terpidana mati yang menjadi alasan kakaknya gantung diri.

Saat menuruni tangga podium Elleta berpas-pasan dengan Viviene yang mulai memasang raut wajahnya yang sedih, Elleta dan Viviene saling melempar senyum simpul satu sama lain.

Dengan air mata yang sudah tidak lagi keluar, Alexia menatap Viviene tajam. Sosok ibu yang selama ini ia benci akhirnya terungkap dan kini wanita itu sedang berjalan mendekatinya dengan raut wajah sedih.

Viviene memeluk Alexia lembut, Alexia ingin mendorong Viviene agar tidak menyentuhnya tetapi apa daya tangannya yang kini terikat kebelakang membuatnya mau tidak mau menerima pelukan dari wanita yang sangat ia benci itu.

"Dimana ayahku?" Tanya Alexia dengan tajam saat Viviene masih memeluknya

Viviene melepaskan pelukannya dan menatap Alexia dengan tatapan bingung, "Aku tidak tahu nak, apakah ayahmu tidak datang kemari? Teganya...." Jawab Viviene sembari mengelus lembut rambut Alexia.

"Jangan berbohong sialan! Aku tahu kau tahu dimana ayah dan aku tahu kau adalah ibuku, meskipun aku benci mengakuinya." Ucap Alexia menatap Viviene dengan benci.

"Oh! Apakah dia telah memberitahumu sebelum dia mati? Sepertinya dia telah berfirasat jika dia tidak akan hidup sampai hari putrinya dieksekusi." Balas Viviene dengan senyuman yang seolah-olah merendahkan Count

Cuih!

Semua orang yang disana sontak terdiam dengan mulut yang terbuka karena baru kali ini dalam sejarah ada orang yang berani meludahi seorang Saintess. Hanya Alexia yang berani.

"Dasar pelacur sok suci! DIMANA AYAHKU?! KAU APAKAN DIA?!" seru Alexia meronta-ronta berusaha menggapai Viviene yang kini berakting tenang dan langsung mengambil sapu tangan yang ia bawa untuk membersihkan wajahnya.

Dengan berakting seolah-olah menyayangi Alexia, Viviene kembali berjalan pelan mendekati Alexia sembari mengelus kepala Alexia kemudian kembali menggapai tubuh Alexia untuk memeluknya.

"Ayahmu sudah menjadi pupuk bagi pohon-pohon dihutan timur nak." Jawab Viviene sembari mengelus kepala Alexia.

~

BITTER TRUTH [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang