10. Rencana

1.7K 169 43
                                    

.

.

.

Sasuke keluar dari ruang tamu keluarga Hyuuga seorang diri. Menutup pintu geser dengan rapat, Sasuke menghembuskan napas berat yang mengganjal hati. Wajahnya mungkin terlihat tidak menunjukkan ekspresi apapun, namun perkataan Hiashi di dalam sana tadi terus berputar di kepalanya.

Uchiha itu masih mematung, menatap langit biru cerah dari engawa tempatnya berdiri. Urusannya telah selesai, harusnya ia bisa langsung pergi tapi Sasuke memilih menunggu Naruto yang masih ditahan Hiashi. Entah apa yang mereka bicarakan. Meski penasaran, tidak ada niat secuilpun untuk mencoba mencari tahu walau tentunya mudah bagi Sasuke menguping pembicaraan mereka.

Menarik napas, Sasuke kembali memikirkan perkataan Hiashi.

'Bisakah kalian percaya pada Hinata?'

Sampai saat ini Sasuke memang diam, namun bukan berarti dia tidak tahu sosok lawannya malam itu. Sejak awal dia memang curiga, namun ada dalam sisi hatinya berharap jika kali ini dirinya salah. Sayangnya, meski belum mendapat bukti langsung, kecurigaannya benar.

Malam itu dia melawan Hyuuga Hinata. Sasuke yakin setelah melihat luka di paha kanan saat Hinata tidak sadarkan dalam misi saat itu.

Namun, bahkan Sasuke sendiri tidak mengerti mengapa dia terus diam. Mengapa dia tidak melaporkannya pada Kakashi? Mengapa dia justru menghampiri gadis itu dan menawarkan pernikahan?

Bahkan sebelum Hiashi memintanya, apakah tanpa sadar Sasuke juga ingin memercayai Hinata?

Suara keributan mencuri atensi Sasuke. Pemuda itu menoleh, menunggu siapa seseorang yang berlari terburu-buru ke arahnya. Detik berikutnya, Sasuke melihat Hinata berbalik dari tembok dan langkahnya memelan ketika mata mereka bertemu.

Wajah gusar yang Sasuke lihat langsung berubah dengan ekspresi datar dan dingin. Bibirnya mengatup rapat dan mata sebening bulan itu menatap nyalang pada mata gelapnya.

Sasuke tahu, saat ini Hinata menyembunyikan banyak hal. Berbeda dari Hyuuga Hinata empat tahun lalu, sekarang bahkan sulit bagi Sasuke untuk membaca wajah dingin gadis itu.

Dengan langkah tegap Hinata berjalan mendekat tanpa memutus kontak mata diantara mereka berdua.

Sreeg!

Suara pintu yang digeser menampakkan Naruto yang tersentak. "Oh, Hinata!" dengan tergesa, pemuda itu menyembunyikan sebuah gulungan di balik tubuhnya. Sasuke yang waspada tentu melihat gulungan dan juga setiap gerak-gerik kaku Naruto.

"K-kau sudah kembali?"

Hinata mencengkram roknya. "I-iya."

"Maaf aku ingin bertemu ayahku."

"Oh iya," Naruto bergeser memberi Hinata jalan. Gadis itu membungkuk memberi salam sopan yang terasa begitu kaku dan canggung bagi Naruto.

Namun langkah Hinata berhenti, gadis yang sedari tadi menunduk sejak kehadiran Naruto mendongak dan menatap kedua pria tersebut.

"Aku tidak tahu apa yang ayahku katakan. Tapi, aku bisa melakukannya sendiri. Aku tidak butuh bantuan siapapun." ujarnya.

Tanpa menunggu respon dari keduanya, Hinata memasuki ruang tamu Hyuuga dan menutup rapat pintu tersebut. Meninggalkan Sasuke dan Naruto yang terpaku. Perkataan Hinata begitu tegas dan dingin, namun di telinga mereka, itu terdengar menyedihkan. Keengganannya terhadap bantuan apapun, justru membuat mereka semakin sadar jika Hinata butuh perlindungan.

Tinju Naruto mengerat, pemuda itu menunduk dalam. Naruto menyesal, perasaan bersalah semakin dalam menghujam jantungnya. Ia tidak tahu jika Hinata sudah sejauh ini darinya.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Feb 12 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

My MoonlightWhere stories live. Discover now