8. Mimpi dan Kenyataan

1K 146 20
                                    

"Ayo, menikah..."

Hinata tak bisa menyembunyikan keterkejutannya mendengar ajakan menikah dari Sasuke yang terdengar begitu ringan diucapkan. Detik berikutnya, Hinata tertawa remeh, tapi matanya masih menatap tajam pria di hadapannya.

Akan membantunya? Menikah?

Hinata sudah kehilangan kepercayaan pada siapapun. Baginya, dia hanya akan bergantung pada dirinya sendiri. Dia memang lemah, tapi mendapat uluran tangan dari orang lain akan membuatnya semakin terpuruk.

Hinata tidak butuh orang lain untuk menolongnya dan Hyuuga.

"Kita memang bertunangan, Uchiha-san. Tapi semenjak kau pergi, tidak sekalipun aku mengharap kau kembali untuk menikahiku."

Jawaban tegas Hinata justru mengingatkan Sasuke ketika mereka bertemu empat tahun lalu. Hinata yang saat itu, berterima kasih dengan amat tulus karena Sasuke menerima pertunangan.

"Sama seperti dirimu Uchiha-san. Aku yakin empat tahun ini kau bahkan tak pernah mengingat statusmu bukan? Jadi teruslah seperti itu..."

"Kau tidak perlu khawatir, aku pastikan pertunangan kita sebentar lagi tak berarti apapun."

Hinata membuang napas kasar. Rencananya untuk menginap ke kuil ia batalkan dan justru pergi menjauh dari hadapan Sasuke yang masih mematung oleh setiap kalimat yang diucapkan gadis itu.

Entah apa yang dipikirkan oleh Sasuke. Tapi Hinata sungguh marah. Apa sesungguhnya yang pria itu rencanakan? Kenapa dia perlu repot-repot memintanya menikah? Apa dirinya terlihat begitu menyedihkan?

Hinata berjalan menjauhi kuil tanpa sekalipun menoleh ke belakang, menuruni jalan setapak yang baru beberapa saat lalu ia lewati.

Namun, langkah buru-burunya terhenti seketika ketika netra beningnya menangkap sosok pemuda yang sangat ia kenali berdiri di depan Norii, menatapnya dengan nafas yang memburu.

Hinata terdiam kaku, amarah yang menguar karena Sasuke terlupakan begitu saja.

Apalagi sekarang? Kenapa Naruto juga berani ke kuil?

Hinata ingin segera berlari, menjauhi tempat di mana orang-orang yang tidak ingin Hinata temui berada saat ini. Sayangnya tubuhnya seolah menghianatinya. Rasa takut dan terkejut begitu menguasainya, membuatnya hanya terpaku.

Naruto menghampiri Hinata yang hanya berdiri diam setelah melihat keberadaannya. Hanya beberapa detik, jarak mereka kini terpaut dua langkah. Setelah dua tahun lamanya, ini adalah jarak terdekat di mana mereka akhirnya saling berhadapan.

Genggaman tangan Naruto pada gantungan kunai milik gadis itu mengerat. Segala pertanyaan yang telah ia siapkan entah menguap kemana, Naruto justru tak mampu berkata-kata. Dirinya kini dikuasai perasaan sakit yang menghujam dadanya saat menyadari Hinata begitu menghindari menatap wajahnya.

"Hinata..." Suara Naruto yang dalam dan bergetar saat menyebut namanya, membuat Hinata menahan napas. Gadis itu hanya menatap lurus ke depan, menjadikan leher tegak Naruto sebagai objek pandangnya.

"Tak bisakah kau menatapku?" ucap Naruto lirih, begitu putus asa dan terdengar begitu lelah.

"Ada perlu apa, Naruto-san kesini?"

Hinata tak mendengarkan Naruto. Ia memilih bertanya setelah akhirnya berhasil mengumpulkan kesadarannya untuk berbicara.

Tinju Naruto menguat, tak hanya merasa sedih kali ini Naruto begitu marah. Namun ia tak tahu kemana ia harus melampiaskan amarahnya dan kenapa ia begitu marah.

"Tak bisakah kau berhenti mendorongku menjauh, Hinata?"

"Apa sekarang aku begitu tidak berarti bagimu?"

My MoonlightWhere stories live. Discover now