Part 36

1.4K 317 23
                                    

Langkah kaki Arimbi menggema di lantai kantor, matanya tajam, kemarahan terpancar jelas di wajahnya. Rambutnya yang tergerai bergerak seiring dengan ayunan kakinya.

Klek.

Pintu didepan Arimbi terbuka dan ia langsung masuk.

"Woah, ada apa ini?" Nesa terkejut dengan kedatangan Arimbi diruangannya.

"Apapun tujuanmu mengirimkan video itu padaku, aku minta jangan pernah mencampuri urusanku, Nesa." Kata Arimbi penuh tekanan.

"Owh, video itu." Kata Nesa santai. "Harusnya kamu berterima kasih, aku sudah berbaik hati mengirimkannya padamu."

"Aku ... akan sangat berterima kasih kalau kamu, berhenti mencampuri urusanku. Entah itu karena permintaan temanmu atau kamu sendiri." Kata Arimbi penuh penekanan.

Nesa tertawa, "nggak ada yang menyuruhku melakukan hal itu. Aku hanya sedang berbaik hati."

Brak.

Arimbi menggebrak meja dengan kasar. "Aku peringatkan kamu sekali lagi, jangan pernah mencampuri urusanku lagi atau kamu bakal menyesal." Ancam Arimbi, tatapan matanya tajam dan penuh amarah. Setelah itu Arimbi keluar dari ruangan Nesa.

Nesa terbelalak, terkejut dengan sikap Arimbi yang demikian. Ia menarik napas panjang, lalu segera mengambil gelas minum di atas meja.

***

"Arimbi." Seru Marissa begitu melihat Arimbi masuk dengan wajah memerah.

"Ada apa?" Tanyanya panik.

"Nesa. Perempuan itu ... berani-beraninya mengirimkan video pertunangannya Bagas. Maksudnya apa?" Kata Arimbi dengan nada cukup tinggi.

"Karena dia ingin melihatmu marah-marah seperti ini." Jelas Marissa.

"Aku nggak cuma marah, aku hancur, apa dia nggak bisa mengerti itu. Sebagau sesama perempuan bukannya kita harus saling berempati? Heran kenapa pada senang kalau sesama kaumnya mengalami hal buruk." Arimbi.

Suara Arimbi melemah, ia duduk kemudian menutupi wajahnya dengan kedua tangan. Isak tangisnya terdengar. Marissa duduk di sebelah Arimbi lalu memeluknya, menepuk lembut punggungnya. Ia mencoba menguatkan sahabatnya. Ya, untuk hal seperti ini perempuan mana yang sanggup.

"Jangan pedulikan perempuan itu, sekarang adalah bagaimana caramu menata hatimu lagi, merencanakan kebahagiaanmu lagi tanpa harus terbebani oleh cinta lama yang telah kandas." Saran Marissa.

Arimbi hanya bisa menangis dipelukan Marissa. Setah merasa sedikit tenang Arimbi kembali membuka-buka komputernya, meski sudah berjanji untuk move on tapi tetap saja menjalankannya terasa sangat berat. Sesekali ia mengusap ujung matanya yang berair.

***

"Mas Bagas sudah dengar dari eyang kan?" Kata Tiara manja.

Bagas menyibukkan diri dengan berkas-berkas didepannya. "Iya." Jawabnya singkat.

"Aku ndhak sabar lo mas nunggu hari pernikahan kita. 3 bulan lagi itu lama sekali kan? Harusnya 1 bulan lagi." Ucapnya.

"Kegiatanku lagi sibuk-sibuknya, aku sedang mempersiapkan pembukaan cabang kafeku di daerah lain. Sebenarnya aku tidak punya waktu menyiapkan pernikahan itu. Dan sebenarnya kita tidak harus menikah, Tiara. Kamu tahu kenapa?" Kata Bagas sarkas.

Ekspresi wajah Tiara berubah, "ayolah, sebagai pasangan muda yang sudah bertunangan dan akan menikah kita harus menyayangi, Mas. Mengingat ... nantinya setiap pagi dan malam kita akan bersama." Ucapnya dengan wajah yang sangat menyebalkan. Bahkan Bagas tidak sadar meremas ujung dokumen yang tengah dipegangnya. Dadanya bergemuruh, napasnya naik turun menandakan ia sedang berusaha meredam amarahnya.

"Aku sudah bilang aku tidak punya waktu." Balas Bagas.

"Kita bisa membuat waktu itu." Kata Tiara dengan wajah berseri, senyumnya sangat percaya diri. "Jangan khawatir, aku akan mengatur semuanya untuk kita. Eyang juga pasti tidak akan mau tinggal diam. Eyang itu orang yang tidak bisa ditebak. Eyang sangat bahagia dengan pernikahan kita, aku sedih kalau mengingat keadaan eyang yang ... "

"Tiara cukup. Bisakah kamu pergi sekarang, aku harus menyelesaikan bebrapa hal yang mendesak." Kata Bagas memotong perkataan Tiara. Ia tahu tiara sedang memainkan emosinya.

Dengan santai ia mengangkat kedua tangannya. "Baiklah, sebagai calon istri yang baik aku akan menuruti perintahmu."

Tiara bangun dari duduknya lalu mendekati Bagas ke mejanya. Ia mengulurkan tangannya, lama Bagas tidak menyambut uluran tangan itu.

"Apa-apaan sih. Kamu langsung pergi saja, pintunya disana." Kata Bagas ketus.

Tiara menarik paksa tangan Bagas lalu menyalami dan mencium punggung tangan Bagas. "Aku pergi dulu, calon imam." Ucap Tiara tersenyum.

Bagas mengambil hand sanitizer di ujung meja lalu menuangkannya dikedua tangannya. Ia menggosok-gosok keras tangannya karena jijik dengan sikap Tiara yang tidak tahu malu itu.

"Sial." Jeritnya akhirnya. Ia melemoar berkas yang ada ditangannya ke lantai. Lalu kedua tangannya menutup seluruh wajahnya. "Berpikir Bagas, berpikir." Ucapnya pada diri sendiri."

***

"Maaf, memintamu menemaniku dengan tiba-tiba." Ucap Arimbi pada Haikal.

"Nggak perlu minta maaf, kebetulan aku sedang free, jadi oke-oke ajalah. Tapi maaf sebelumnya," kata Haikal. "Kenapa kamu ngajak aku ke toko buku? Aku kira kamu bakal ngajak aku nonton film." Kata Haikal.

"Memang kenapa kalau ke toko buku, kamu nggak?" Tanya Arimbi.

"Hmm," Haikal berdehem, "bukannya nggak suka tapi kamu tahu kan selama aku kuliah dan bahkan setelah aku bekerja rasanya aku setial saat melihat buku dan buku."

Arimbi tertawa ringan, "itu buku pelajaran kalau ini beda." Balas Arimbi.

"Okelah beda, tapi kenapa kita nggak ke rak sebelah? Disana banyak novel-novel romantis yang pastinya setiap perempuan akan menyukainya, kenapa malah nyari novel horor?" Kata Haikal.

"Aku dari kemarin ingin baca novel yang ini, tapi baru kesampaian hari ini ke toko bukunya." Kata Arimbi menunjukkan sebuah novel horor yang sampul depannya aja sudah membuat Haikal merinding.

"Narik Sukmo?" Kata Haikal setelah membaca judul novel itu.

"Tepat sekali." Balas Arimbi.

"Jiwa yang ditarik, ih serem banget sih. Kamu berani baca cerita-cerita begitu?" Tanya Haikal.

"Sebelumnya sih enggak, tapi setelah ditinggal begitu saja pas lagi sayang-sayangnya kok rasanya pengen baca cerita yang horor-horor gitu, apa karena nasib sama kali ya." Kata Arimbi tersenyum aneh.

"Kamu jangan senyum begitu, serem tahu." Kata Haikal.

"Kamu dokter masak takut sih." Ejek Arimbi.

"Aku nggak takut, tapi ada trauma." Bela Haikal. "Udah udah aku nggak mau bahas apa-apa lagi. Aku ke bagian sana dulu ya." Haikal menunjuk lorong buku yang berisi tentang pengetahuan umum.

"Dasar kutu buku." Kata Arimbi.

Arimbi melihat sekali lagi novel yang ada ditangannya. Ia menarik napas panjang, "Sehoror hidupku sekarang." Keluhnya.

***

Saranghaeyo gengnya Tiara,
Tiara memang lagi lucu-lucunya ya🤣
Oya promo dikit boleh lah ya boleh ya maaci cemuanya muah muah 😘😘 😁😅

Blind DateWhere stories live. Discover now