Part 21

2.6K 414 21
                                    

Arimbi menyesap jus jeruknya sekali lagi, ia melirik jam tangannya. Sudah lebih 30 menit ia menunggu, Bagas belum juga tiba. Ia sudah mencoba menghubungi Bagas tapi pria itu tidak mengangkat panggilannya. 'Mungkin sedang dalam perjalanan.' batin Arimbi.

Bagas sedang dalam perjalanan menuju kafe tempat ia janjian bertemu dengan Arimbi, tapi belum sampai di sana ibunya menelpon, memberitahu kalau eyang sakit. +Arimbi, ia panik, yang ada dipikirannya adalah ia segera tiba di rumah melihat keadaan eyang.

Sesampainya di rumah, Bagas langsung masuk ke kamar eyang. Seorang dokter keluarga sedang memeriksa eyang. Bagas mendekat ke  ranjang eyang, ia sedih melihat wajah pucat eyang, wanita paruh baya itu terlihat lemah.

"Apa yang terjadi, Bu?" Tanya Bagas pelan pada ibunya.

"Ndhak tahu, Nak. Sesaat setelah menonton televisi, eyangmu merasa ndhak enak badan terus pingsan." Jelas ibunya. Perasaan cemas menghampiri perasaan semua orang.

Dokter selesai memeriksa eyang, ia memberi isyarat agar mereka semua keluar. Di luar kamar, dokter menjelaskan bahwa eyang kurang istirahat dan terlalu keras berpikir, kata dokter itu tidak baik buat kesehatan jantung eyang, ditambah usia eyang sudah tidak muda lagi. Dokter memberi resep obat kemudian pamit.

Bagas menemani eyang, ia memperhatikan wajah tua eyang. Apakah kesehatan eyang yang memburuk ini ada hubungannya denganku? Apakah eyang benar-benar ingin melihatku bertunangan dengan Tiara? Aku harus bagaimana? Batin Bagas.

Arimbi?

Bagas teringat dengan Arimbi, gadis itu pasti lelah menunggunya. Bagas segera keluar dari kamar eyang, ia menghubungi Arimbi, panggilan tidak terjawab membuatnya khawatir. Bagas terus mencoba menghubungi Arimbi tapi hasilnya nihil.

"Aaah," jerit Bagas pelan sembari menarik rambutnya. Ia nampak frustasi dengan keadaan ini, dadanya sesak. Baru saja ia akan menghubungi Arimbi kembali ketika sebuah pesan masuk. Ternyata pesan itu dari Arimbi, Bagas lekas membaca pesan itu.

from Arimbi : Aku sudah di rumah, jangan khawatir, aku baik-baik saja. Kamu baik-baik saja? apa ada masalah? aku harap bukan hal yang serius, jaga diri ya.

Bagas menarik napas lega, lega bahwa gadis itu sudah ada di rumah dan baik-baik saja, selain itu ia juga merasa bersalah, ia lupa memberi kabar, gadis itu pasti sangat lelah dan juga khawatir. "Bodoh kamu, Bagas." Bagas memaki dirinya sendiri. Perlahan jemarinya mengetik huruf demi huruf, perasaannya sangat kacau saat ini.

To Arimbi : "Aku senang kamu baik-baik saja, maaf tadi aku lupa mengabarimu. Aku janji akan menemuimu besok, mimpi indah ya."

Bagas menunggu balasan pesannya, tapi menit berganti jam, pesannya tidak kunjung mendapat balasan, meski pesannya sudah di read oleh Arimbi.

"Maafkan aku," lirih Bagas.

***

Di sebuah kafe Arimbi tengah menyelesaikan makanannya dengan tidak bersemangat, secangkir kopi yang ia pesan untuk Bagas tergeletak di hadapannya, kopi susu yang awalnya mengepul dan menyebarkan aromanya yang khas kini telah mendingin, dingin sedingin hati Arimbi yang kecewa dengan Bagas.

Ia sengaja berbohong pada pria itu agar tidak khawatir, Arimbi sedang mengenali perasaannya. Ketidak hadiran Bagas tanpa kabar malam ini entah bagaimana mengacaukan hati dan pikirannya. Perasaan kecewa ini sangat meresahkannya. Arimbi menatap kosong ke depan, perlahan tangannya meraba dadanya, debarannya sangat kuat. "Apa...aku sudah mencintaimu?"

***

Keesokan paginya Arimbi datang terlambat ke kantor, motornya tiba-tiba mogok. Untung tidak jauh dari sana ada sebuah bengkel yang sudah buka. Dan ia harus menunggu cukup lama untuk taksi onkine yang sudah dipesannya.

Blind DateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang