Part 8

2.9K 512 9
                                    

Marissa memperhatikan perubahan dalam diri sahabatnya. Beberapa hari terakhir Arimbi sering pulang lebih awal, menolak ajakan dirinya untuk nongkrong atau sekedar cuci mata. Bahkan ia sering memergoki Arimbi senyum sendiri sembari melihat ponselnya. Seperti saat ini.

"Rimbi." Hening beberapa saat, Arimbi tidak menyahut, terlalu asik dengan ponselnya.

"Rimbi," kali ini Marissa memanggil dengan suara cukup keras, dan berhasil.

"Ya," sahut Arimbi, menatap Marisaa sekilas lalu kembali menatap layar ponselnya.

"Hmm," Marissa berdehem sembari mengetuk meja Arimbi membuat gadis itu menyimpan ponselnya ke dalam laci dan kembali menatap Marissa.

"Ada apa?" Tanya Arimbi dengan raut wajah kesal karena kegiatannya terganggu.

"Harusnya aku yang nanya, ada apa?" Balas Marissa.

"Maksudnya?" Tanya Arimbi lagi, bingung dengan maksud Marissa.

"Aku perhatikan belakangan kamu sering pulang cepat, menolak ajakan keluar, dan senyum-senyum sendiri kayak barusan. Kamu nyembunyiin sesuatu?" selidik Marissa.

Arimbi salah tingkah oleh tuduhan Marissa yang nyaris benar adanya.

"Kamu salah tingkah." Kata Marissa tajam.

"Nggak."

"Iya."

"Mar."

"Apa?"

Arimbi mendesah.

"Tunggu dulu." Seru Marissa. Tiba-tiba ia teringat sesuatu, ia menarik kursi di depan Arimbi. "Apa kamu udah dapet pasangan? Dari aplikasi perjodohan itu?"

Mulut Arimbi menganga, terkejut dengan ucapan Marissa. "Kamu tahu dari mana? Aaaa jangan-jangan kamu yang udah daftarin aku disana?"

"Jadi, benar kan? Kamu udah dapet. Aku mau cek lagi tapi aku lupa passwordnya." Keluh Marissa.

"Mar, apa yang kamu lakuin itu nggak benar. Kamu nggak kasi tau aku, kamu nggak ijin dulu ke aku."

Arimbi nggak habis pikir, kok bisa Marissa mendaftarkannya ke aplikasi perjodohan Madame Rose.

Marissa menggenggam tangan Arimbi. "Maaf, tapi aku nggak ada pilihan. Kamu kelihatan nggak niat gitu buat cari cowok."

"Nggak niat? Kamu kira cari cowok itu kayak cari baju atau sepatu? ada di supermarket atau online shop?" Seru Arimbi.

"Mana ada, tapi adanya di Madame Rose." Sahut Marissa. Rasa bersalah yang diperlihatkannya tadi sudah hilang digantikan dengan antusiasme yang tinggi. "Jadi, gimana? Kamu udah ketemu cowoknya? Cakep nggak? Kerja di mana dia?"

Serentetan pertanyaan itu tidak langsung dijawab Arimbi, Arimbi memilih melanjutkan pekerjaannya.

"Rimbi, jangan ngambek gini dong?" Marissa menggoyangkan lengan Arimbi tapi Arimbi mengabaikannya.

"Arimbi, please."

Arimbi merasa kasian dengan Marissa, apa yang dilakukannya memang keterlaluan tapi walau bagaimanapun berkat Marissa ia bisa bertemu dengan Bagas. Mengingat Bagas membuat dada Arimbi berdebar, semburat merah muncul di pipinya tapi segera ia tutup menggunakan rambutnya khawatir Marissa menyadarinya.

"Iya, aku udah ketemu sama dia, dan dia akan menjadi pasanganku ke acaranya Nesa."

"Waaah, keren, namanya siapa? Cakep nggak?"

"Keren, cakep." Balas Arimbi singkat.

"Namanya siapa?" Desak Marissa penasaran.

Arimbi terlihat berpikir sebentar, nggak apa-apa kalau hanya sekedar nama, Arimbi akan merahasiakan pekerjaan Bagas, kalau ia memberi tahu Marissa sekarang bisa-bisa ia histeris lalu satu kantor akan menanyai mereka.

Blind DateWhere stories live. Discover now