10. BOLU GOSONG DAN DISTY

1.4K 108 3
                                    

Jangan lupa like dan comment. Selamat membaca


Di hari minggu ini, Disty membuat kue bolu coklat di dapur. Ia sibuk sendiri memastikan kue sudah sesuai dengan resep.

Semenjak kemarin bi Ani mengetahui kehamilannya, wanita berumur empat puluhan itu tidak banyak bicara pada Disty. Saat Disty ajak bicara, jawaban bi Ani hanya sekenanya saja.

"Bi Ani apa lagi ada masalah?" Tanya Disty akhirnya. Wanita yang sedang membersihkan kulkas itu menggeleng pelan. "Tapi kok kaya nggak biasanya."

"Ya nggak ada aja bu."

Disty mengangguk pelan, Ia mulai menyiapkan resep topping untuk kue yang ia buat. Sementara bi Ani sesekali memperhatikan sang istri majikan yang sesekali terlihat duduk dan memijat pelan sisi pinggangnya. Wajahnya terlihat sedikit lelah, membuat bi Ani jadi kasihan dan iba mendiami Disty sejak kemarin.

"Bu Disty, maaf ya kalo boleh tau, sudah jalan berapa usia kehamilannya?"

Tangan Disty yang sedang menimbang gula menghentikan kegiatannya sejenak. Ia tersenyum tipis dan menatap bi Ani. "Ohh, karena itu bibi diamin aku ya?"

"Ahh? Maksudnya? Nggak kok. Malah kan bagus kalo ibu udah hamil. Artinya akan hadir anggota keluarga baru dirumah ini." Bi Ani terlihat salah tingkah. "Bu Maudiana dan pak Hardi juga pastinya bahagia sekali karena bakal punya cucu baru."

Disty terdiam sejenak, ia menunduk dan entah kenapa tiba-tiba saja perasaan dan hatinya jadi sedih. Seolah membaca raut wajah itu, bi Ani memegang bahu Disty dengan perasaan bersalah.

"Bu, ma-maafin bibi kalo bibi salah-salah ngomong ya. Tapi kenapa ibu sedih? Kan harusnya bahagia. Kehamilan kan keinginan setiap wanita yang sudah menikah."

"Saya ha-hamil di-diluar nikah, bi." Ucap Disty dengan terbata-bata. Ia mungkin memang sudah berencana untuk menyembunyikan kehamilan ini dari bi Ani, biarlah ia, Devan dan mertuanya saja yang tau. Karena Disty masih sangat berat menerima kehamilannya ini. Tapi karena kemarin ia tidak sengaja mual-mual dan bi Ani mengekorinya sampai ke kamar, disitulah bi Ani mengetahui Disty hamil.

"Bu Disty hamil ya?"

"Hahh? Ng-nggak kok."

"Itu gejala hamil bu."

"Saya nggak hamil bi."

"Mau diperiska dulu bu?"

"Nggak papa, nggak usah."

Meskipun Disty berkeras berkata tidak. Bi Ani malah menjumpai Devan yang ternyata belum berangkat ke kantor. Ia tersenyum sebelum menyampaikan kabar baik ini.

"Pak, Bu Disty hamil. Bapak udah tau belum?"

"Udah lama."

"Hahh?"


Kini bi Ani menatap Disty tak percaya, wajah cantik, polos dan lugu itu jadi berubah sendu. Raut wajah sedihnya tidak bisa ditutupi. Bi Ani melihat setetes air mata jatuh dari pipinya.

"Saya itu cuma pegawai biasa di kantor jasa pengiriman barang. Sampai saya cuma dengan niat baik mau ngembaliin dompet seseorang di sebuah hotel, tapi laki-laki itu malah merkosa saya." Disty mengusap wajahnya kasar.

"Saya nggak pernah menyesal karena bersikap baik selama hidup, sampai pada akhirnya niat dan sikap baik itu membuat saya sangat menyesal sekali. Dan mau nggak mau saya harus menerima petaka ini seorang diri."

"Bu Disty nggak tau siapa pelakunya?" Tany bi Ani dengan iba. Disty menggelengkan kepalanya. "Nggak lihat juga wajahnya?"

"Nggak, wajahnya menyamping ke kanan. Posisi kamar juga remang, hanya hidup satu lampu disebelah kiri ranjang. Waktu saya mau berbalik untuk pergi, karena niat saya bener-bener cuma naruh dompet itu diatas nakas. Laki-laki itu..." Disty tak lagi bisa melanjutkan kata-katanya, yang sudah jelas bi Ani tau hal buruk itu akhirnya terjadi.

Disty and The BabyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang