5. DAY 1

1.7K 156 8
                                    

Selamat membaca

"Selamat menempuh hidup baru!"

Rasanya telinga Disty sudah pengang mendengar kalimat itu hingga dipenghujung acara berakhir.

Sejumlah orang yang mendapatkan undangan dari desa datang dengan bus sewaan. Mereka tak menyangka jika Disty akhirnya menikah dengan tiba-tiba. Parahnya menikah dengan pria mapan meski statusnya duda anak satu.

Di hari pernikahan ini, Disty bertemu untuk yang keempat kalinya dengan Devan yang baru berubah status menjadi suaminya. Pertemuan pertama dirumah, dan pertemuan kedua serta ketiga saat fitting baju H-4 pernikahan dan mempersiapkan sisa untuk pesta. Terkesan mepet karena Disty dari desa.

Setelah hari pernikahan, kedua belah pihak keluarga menginap di hotel.

Sejak pertama kali Disty tiba lagi di kota ini, kota yang setidaknya sudah menjadi saksi bisu hal buruk terjadi padanya. Disty tak sekalipun melihat keberadaan putra sang suami yang Disty ketahui bernama Farel. Anak laki-laki berumur 4 tahun itu tidak pernah sekalipun terlihat dihadapan Disty hingga di hari pernikahannya dengan Devan. Sementara Disty juga tidak berani banyak bicara panjang lebar dengan Devan, karena ia masih segan. Meskipun di malam lamaran itu Devan berkata sudah jatuh hati dan tetap ingin menikah dengannya, tetap saja Disty masih takut-takut.

Setelah hari pertama menginap di hotel dan hari kedua menginap dirumah orangtua Devan. Ibu dan bapak berserta bang Tio berpamitan untuk kembali pulang ke kampung. Mereka pergi ke kota karena sudah meninggalkan kebun selama kurang lebih seminggu.

Ibu juga berpesan pada Disty untuk segera pulang kerumah suaminya setelah kepulangan mereka.

"Kenapa bu?"

"Supaya nggak makin ngerepotin papa dan mama Devan. Mereka udah banyak bantu kita."

Itu jawaban yang ibu berikan saat mereka hanya berdua di taman rumah.

"Apapun keadaannya, kamu harus tetap jadi yang terbaik bagi keluargamu. Untuk suamimu dan putra sambungmu. Berkat Devan, kegundahan bapak dan ibu mikirin kamu udah sirna seketika. Devan anak yang baik, keluarganya juga begitu. Meskipun berat buat kamu terima dia sebagai duda beranak satu. Tapi buat ibu, diposisi nak Devan juga nggak mudah. Dia sudi tanggung jawab nikahin kamu dan jadi ayah untuk anak orang lain." Jelas ibu panjang lebar.

"Soal putra Devan, Farel. Ibu Maudiana bilang jika Farel masih terlalu anak-anak untuk ikut serta dalam pernikahan ini. Tepatnya, bisa dibilang untuk nerima kamu, Farel masih butuh waktu." Ibu memegang tangan Disty. "Kamu nggak papa kan?"

Disty terdiam. Agak sedikit menyesal kenapa hal ini baru ia ketahui setelah mereka menikah. "Apa dia bakal terima aku sebagai ibunya dan bayi ini sebagai adiknya bu?" Mata Disty berkaca-kaca. "Kami berdua (Disty dan bayinya) orang asing yang datang dalam kehidupan Farel dan ayahnya." Tambah Disty.

Ibu tersenyum manis, ia mengelus rambut panjang Disty.

"Dis, nakhlukin hati anak kecil itu lebih mudah daripada nakhlukin hati orangtua, bapak kamu misalnya." Ibu mengelus bahu Disty. "Kamu hanya perlu sabar dan bersikap menyenangkan. Lama kelamaan, putra Devan juga bakalan luluh sama kamu."

Senyum Disty terlihat putus asa. Dia merasa tak mampu. Padahal tak ada jalan lain yang bisa Disty tempuh setelah resmi menjadi istri Devan Hardjoatria.

"Hati bapaknya saja luluh sama kamu, kenapa anaknya nggak?"

"Ibu yakin bu, Disty bisa?" Sekali lagi ibu menganggukkan kepalanya yakin.

Besok adalah hari kepulangan keluarganya ke desa. Disty semakin tak bisa tidur. Ia mengambil posisi duduk untuk melihat ke sisinya, Devan tidur memunggunginya. Disty termenung. Rasanya aneh, begitu tiba-tiba dan Disty merasa hal ini masih tabu bagi hidupnya.

Disty and The BabyWaar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu