📒 About Us 📒

351 63 0
                                    

Di taman rumah sakit ini, Jaemin dan Minjeong duduk bersisian dengan tatapan yang kosong. Jaemin, entah apa yang dia pikirkan saat ini sampai hanya diam saja sedari tadi. Minjeong sendiri diam karena ada banyak sekali pikiran dalam benaknya.

Minjeong menarik napas dan menghembuskannya pelan. "Aku minta maaf tentang ibuku, kak."

Minjeong menatap Jaemin yang lambat laun bersedia menatapnya juga. Laki-laki itu tersenyum lemah, dan matanya nampak sayu.

Entah mengapa Minjeong baru menyadarinya, padahal sudah melihat Jaemin sejak di dalam kamar rawat kak Yeri tadi.

Jaemin menjulurkan tangan kanannya dan mengusak puncak kepala Minjeong. "Tidak apa-apa. Bukan masalah besar untukku. Kamu sendiri bagaimana? Kamu pasti jauh lebih menderita karena ibumu seperti itu."

Rasa sedih Minjeong lumayan terobati karena Jaemin ternyata masih bersedia memperlakukannya dengan lembut.

"Aku baik-baik saja. Aku sudah terbiasa dimarahi. Hanya saja aku terkejut sekali saat ibuku memecahkan vas bunga. Kupikir dia akan melukaiku." Minjeong tertawa setelahnya.

Mendengarnya, Jaemin syok berat. Laki-laki itu bahkan tidak bisa mengerti mengapa Minjeong bisa tertawa saat mengatakannya.

"Kamu baik-baik saja? Lalu bagaimana, ada yang terluka?"

Minjeong menggeleng. "Tidak, kak. Itu hanya ada dalam pikiranku saja. Aku tidak terluka sama sekali. Buktinya aku bisa ke sini pagi ini."

Jaemin menghela napas panjang. Sesekali dia memejamkan mata, memikirkan betapa rumitnya permasalahan keluarga Minjeong. Solusi macam apa yang harus Jaemin buat agar bisa membuat Minjeong berhenti menderita?

"Kak Jaemin tidak perlu khawatir. Aku pasti akan meminta bantuanmu atau yang lain kalau sampai terjadi sesuatu di rumah."

Melihat Minjeong yang tersenyum ceria kembali, mau tidak mau membuat Jaemin tersenyum juga. Sepertinya mood Minjeong sudah membaik.

"Selain itu, aku tidak apa-apa dimarahi. Lagipula aku senang nilaiku turun. Aku jadi tidak perlu ketakutan karena harus bersaing dengan orang lain. Nilaiku juga tidak terlalu buruk, kok. Bukan juga peringkat paling akhir di kelas."

Jaemin kembali mengusak kepala Minjeong, ingin memberitahu gadis yang lebih muda darinya ini bahwa Jaemin akan selalu berada di pihaknya, dan akan selalu mendukung apapun keputusannya.

Tapi, pikiran Jaemin kembali kusut dalam sekejap, dan usapan telapak tangannya pada kepala Minjeong terhenti.

"Tapi, Minjeong. Bagaimana kalau seperti ini lagi? Bagaimana kalau kamu akhirnya dimarahi lagi? Aku tidak mau jadi pengaruh buruk untukmu. Apa kita harus menjauh sa-"

"Tidak mau." Minjeong menyela, setengah membentak.

Mata Minjeong sudah memanas mendengar Jaemin berkata seperti itu. Jangan. Jangan katakan hal yang menyakitkan itu lagi di hadapan Minjeong.

"Aku tidak mau menjauh darimu, kak. Mana mungkin kak Jaemin berpengaruh buruk untukku? Berkat kak Jaemin, aku berubah dari yang tadinya hanya seorang anak sok pintar, menjadi punya pandangan yang terbuka lebar. Aku tadinya hanya tahu caranya belajar materi sekolah. Tapi begitu mengenalmu, aku jadi belajar banyak hal."

Jaemin terbengong mendengarkan perkataan Minjeong hingga tidak bisa berkata-kata.

"Aku juga belajar kalau aku ternyata bisa punya hobi. Aku bisa punya banyak teman dan juga punya orang yang sayang padaku. Kak Jaemin juga orang pertama yang membuatku merasa layak dicintai." Minjeong melanjutkan ucapannya.

Jaemin semakin terkesima dengan semua perkataan Minjeong. Kata-kata yang mampu menghangatkan hatinya.

"Percayalah padaku, ini hanya masalah sepele saja. Ibuku yang berlebihan. Aku bisa belajar lagi lebih giat dari sebelumnya. Jadi, kak Jaemin jangan pernah menjauh dariku, atau aku akan kesepian lagi."

Melt My Cold Heart • Jaemin x Winter ✅Where stories live. Discover now