15

1.4K 228 25
                                    

Siang ini langit cerah, sinar mentari tak begitu menyengat, dan sepoi angin tak terasa panas menyapa kulit. Keadaan sekitar dengan berbagai sudut pandang kehidupan, terekam jelas dalam atensi Archilla yang duduk di kursi penumpang. Kedua jemari tangannya berpegang pada kemeja hitam di sisi pinggang Pradipta. Berkendara selalu menjadi salah satu hal favoritnya.

Sementara sang pemuda tak hentinya sesekali menatap lewat kaca spion, memastikan gadis yang ia bawa menikmati perjalanan. Relungnya dibuat menghangat, kala mendapati Archilla yang tersenyum lebar ketika tak sengaja mendongak ke atas dan wajah ayunya terkena langsung silau matahari, seolah gadis itu tak keberatan sama sekali. Membuatnya teringat pada satu momen yang sama, dengan sosok yang berbeda, "Panas banget Diptaa. Takut belang!"

Kalian tahu, ini menjadi benar-benar berbeda setelah apa yang dia miliki selama dua tahun lebih, sekarang diisi oleh presensi gadis lain.

Kini Dipta paham, alasan mengapa Jeka sering bercerita mendapat tugas tambahan karena terkadang membolos atau terlambat masuk kelas; juga rela tak ikut berkumpul atau tiba-tiba pamit duluan; tentu saja menyanggupi permintaan Archilla atau sengaja menawarkan diri untuk mengantar gadis itu kemanapun. Bagaimana tidak? Archilla saja selucu ini walau hanya duduk manis dan diam di belakang. Tidak banyak protes, dan akan tersenyum ketika berkontak mata melalui spion. Hal baru bagi Dipta.

Laju motornya berhenti di lampu merah.

"Archilla." Panggil Dipta, menahan beban motor dengan satu kakinya.

Sang gadis sedikit membungkuk ke depan, ingin mendengar jelas suara Dipta diantara berisiknya suara kendaraan yang menyatu. "Iya, Dipta?"

Kedua stang dilepas, tubuhnya menegak membuat Archilla secara reflek ikut mundur juga, takut bersinggungan. "Panas?" Tanyanya.

Archilla mengangguk, "Enggak terlalu. Gapapa,daripada hujan."

"Gak suka hujan?"

"Bukan gak suka, tapi bakal jadi lebih repot. Harus pakai mantel, gulung celana, masukin sepatu, sampai rumah harus ganti baju, nambah cucian. Belum lagi ada yang gak punya mantel padahal ringkih, terus yang baru buka jualan kadang sepi walau rejeki gak bakal kemana."

Dipta tertawa. Menjadikan Archilla mengernyit, "Kenapa?"

"Gapapa. Lo lucu."

Archilla tersenyum, "Dipta."

Menaikkan letak tumpuan tangannya di paha, Dipta bermaksud agar punggung tangan Archilla tertutup bayangan lengannya dan terhindar dari sinar matahari, tanpa ambil pusing Archilla menyadarinya atau tidak; Dipta menjawab, "Hm?"

Detik yang mundur di sana, menjadi arah pandang Archilla, "Maaf. Maaf karena jadi salah satu alasan lo sama Jennie putus. Gue tau, dua tahun bukan waktu yang sebentar. Apalagi lo baru putus sama Jennie kemarin. Jelas gak mungkin lupa gitu aja. Gue gak berharap banyak Dip, karena dari awal pun gue udah gak tau diri." Dipta mampu merasakan cengkeraman di pinggangnya menguat, seolah gadis ini tengah mengumpulkan keberaniannya. "Gue kasih waktu buat kita, dalam waktu itu lo bisa ambil kesimpulan, dan kalau kesimpulan lo ternyata gak bisa beneran suka ke gue, gue gak masalah."

Telinga Dipta mendengar dengan baik apa yang diucapkan Archilla; tentu ia paham, keraguan, rasa takut, atau lebih buruknya rasa kecewa, menimbulkan banyak kemungkinan semu yang dirangkai oleh gadis ini terhadap dirinya.

Dipta menepuk lembut punggung tangan kanan Archilla, "Semua kalimat gue sekarang, mungkin kaya omong kosong aja. Tapi gue tau apa yang gue lakuin dan apa yang gue rasain, Archilla. Dalam waktu yang lo kasih, gue akan berusaha jadi pantes buat lo."

Posisi tubuhnya kembali seperti semula, gas diputar dan mereka melanjutkan perjalanan.

"Lo daritadi bilang bakal berusaha jadi pantes buat gue, dari awal gue udah suka lo Dipta, apalagi dari lo yang perlu lebih dipantesin?"

Dipta tak langsung menjawab, ia fokus pada laju motornya yang melewati gerbang universitas, lebih masuk ke area parkiran mahasiswa dan memilih tempat yang tersisa di sana untuk berhenti.

Archilla turun, baru setelahnya Dipta mengikuti. Masing-masing melepas helm sendiri, tak begitu peduli pada beberapa pasang mata yang meniti interaksi mereka hati-hati.

Netra Archilla menjadi satu-satunya hal yang Dipta kunci, dalam kesungguhannya ia baru menjawab, "Biar giliran gue yang lari. Kali ini biarin gue yang berusaha buat balik ngeraih lo. Lo keberatan gak, kalau gue minta tolong supaya lo nunggu? Sampai gue sejajar sama lo. Terus ngelanjutin sisanya bareng-bareng?"

•••

instagram story • @anastasha.rose

Gadis yang lebih akrab disapa Tasha ini tersenyum gemas melihat isi dari insta story nya sendiri

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Gadis yang lebih akrab disapa Tasha ini tersenyum gemas melihat isi dari insta story nya sendiri. Jeka yang berbaring di sampingnya yang tengah duduk di lantai ruang paduan suara. Kehadiran pemuda itu sudah sejak satu jam yang lalu, cukup mengundang keributan atas kukuhnya Jeka yang beralasan sekadar menumpang AC saja. Yang lain tak masalah, sebagian besar mengenal Jeka juga termakan rumor kedekatannya dengan Tasha.

"Gue pikir udah lupa lo sama gue." Sindir Tasha, yang beberapa minggu terakhir merasa Jeka mulai melupakannya.

"Sibuk nugas. Kuliah dulu, lo nya nanti."

"Halah. Bilang aja lo punya orang yang lebih lo prioritasin."

Mereka tidak bertengkar atau bersuara dengan nada menyebalkan. Mereka hanya berdebat kecil tanpa melibatkan emosi yang tak perlu; Jeka yang terlampau netral, dan Tasha yang terlampau paham.

Memang benar, Jeka sempat tertarik padanya, tetapi ketika Tasha perhatikan lebih lagi, ternyata pemuda itu hanya ingin berteman.

Jeka tak menjawab, mengubah posisi berbaringnya menjadi memunggungi lawan bicara.

Tasha yang tak tahu apa-apa, tetapi mengerti bahwa Jeka sedang tak baik-baik saja memilih mengusulkan inisiatifnya. "Gue mau jajan boba ke kafe depan, lo mau ikut gak?"

"Enggak."

siapa hayo?

jeka, lo gak ikut kelas?
temen lo nyari nih..
kenapa bolos? gak biasanya.
jekaaaa kelasssss 😠

balas | tandai sudah dibaca

Lantas Jeka berteriak, "Gue ikut Sha!"

Tasha berhenti tepat dibelakang pintu, "Ayo."


Layar smartphone langsung ia matikan; raganya bangkit untuk mendekat ke arah Tasha, mengusap pucuk kepala gadis itu lalu keduanya berjalan beriringan.

Jeka Wisanggeni mendapat kata bingung di tengah namanya sekarang.

•••

sleep well everyone. ❤

(っ´▽')っ

I love your boyfriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang