Bab 23

230 41 2
                                    

Seminggu kemudian...

"Ditangan bapak sudah terdapat surat pemberitahuan tentang Ulangan Kenaikan kelas. Tolong dipersiapkan dengan baik, dan jangan membuat masalah menjelang hari kenaikan kalian," ucap Pak Ali.

Pak Ali menatap ke arah Rui. "Rui, bagaimana dengan kamu? Sudah bisa menyusul materi yang ada?"

Rui tersenyum dan mengangguk. "Sudah pak."

"Rui, kan pinter pak," ucap Nata, sambil menyenggol bahu Rui. Sedangkan Rui hanya tersenyum sebagai tanggapan.

Pak Ali mengangguk. "Bagus kalau begitu. Suratnya bapak bagikan, baca yang teliti informasi yang tertulis. Jangan sampai salah informasi," nasihat pak Ali, sambil menaruh satu persatu surat di meja murid.

"Iya, pak. Bawel deh," ceplos Hana.

"Hana..."

"Iya, pak. Maaf, keceplosan."

"Mulut kamu itu harus dipasang rem. Besok ke bengkel pasang rem."

Kelas yang tadinya hening kini terdengar gelak tawa seketika.

Sedangkan Hana yang ditertawakan mengerucutkan bibirnya, marah. "Dikata mulut saya motor apa."

*
*
*

Langit yang tadinya cerah perlahan berubah menjadi jingga dan diujung langit sana terlihat senja yang mulai menampakkan dirinya.

Disatu sisi terlihat tiga cowok yang berkumpul di atap gedung. Gedung tersebut adalah gedung perusahaan milik ayah Jeffan sehingga Jeffan diberikan izin untuk berkumpul disana dengan syarat tidak melakukan hal-hal negatif disana.

"Ga kerasa Minggu depan udah mau ulangan kenaikan aja," ucap Jeffan..

Cowok dengan balutan hoodie hitam itu berbicara sambil sesekali menghisap rokok ditangannya.

Gilang yang sibuk bermain game di ponsel menyeletuk, "ck, males banget gue udah ulangan aja."

Jeffan hanya menggeleng. Ia tahu betul tabiat teman satunya itu yang sangat membenci ulangan. Padahal jika dipikir-pikir Gilang itu pintar hanya saja tidak mau berusaha lebih keras lagi untuk belajar.

Jeffan beralih menatap Langit yang hanya diam sambil memejamkan matanya dan telinga yang disumbat oleh headset.

"Lo gimana, Lang? Sedih ga? Waktu kita bersama kan tinggal setahun lagi," ucap Jeffan, dengan ekspresi sedihnya yang dibuat-buat.

"Bagus dong. Lagi gue mau cepet-cepet lulus," balas Langit, tanpa membuka matanya.

Jeffan berdecak. "Lo tuh peka dikit kek, sama sahabat kok ga peka banget."

"Dih, siapa lo?"

"Tega kamu mas!"

"Jijik."

"Berisik lo berdua. Alay."

Jeffan dan Langit kompak menoleh pada Gilang yang masih seru dengan gamenya.

"Game mulu, belajar sana biar ga bego," tukas Langit.

"Ga, gue kan udah pinter."

"Pinter banget, saking pinter-nya sampai 7x8 aja gatau."

Gilang mengerutkan dahinya mendengar ucapan Langit. "Jangan dibahas!"

Jeffan dan Langit ber-highfive sambil tertawa mengejek pada Gilang.

Ting

Langit membuka ponselnya yang mengeluarkan bunyi notifikasi dan terlihatlah pesan singkat dari sang ayah.

SENJA DAN LANGIT Where stories live. Discover now