prolog

1.6K 69 14
                                    


"Jaga adikmu baik-baik, Mar." Seorang wanita memegang bahu anak lelakinya yang sebentar lagi akan berusia empat belas tahun. Matanya berkaca, menahan sesak yang merangsek memenuhi dada. Ini bukan yang diinginkan, tetapi dunia tak memberinya pilihan. "Jika nanti uangnya sudah banyak, Ibu akan jemput kalian ke kota."

"Jangan pergi, Bu. Aku janji akan kerja lebih keras." Anak lelaki itu mengiba agar ibunya membatalkan niat. "Danu masih kecil, Masih butuh Ibu."

Sang ibu menyeka air mata. Mereka duduk saling berhadapan di halte bus yang berada di Jalan Parangtritis. Sedang anak satu lagi justru asyik menggambar di tanah. Lalu lintas tak begitu ramai sehingga tak ada yang memperhatikan adegan drama mereka.

"Nanti kamu bisa sekolah lagi kalau Ibu kerja."

"Aku gak sekolah lagi gak pa-pa asal Ibu gak pergi."

Wanita itu melepaskan tangannya dari bahu anak lelakinya. "Aku yakin kamu bisa menjaga Danu."

Dari jauh bus jurusan Parangtritis-Jogja perlahan berhenti di halte. Wanita itu menarik tas ranselnya dan berdiri. Melihat hal itu, anak lelaki yang sedari tadi menggambar di tanah ikut berdiri. Dia mendekat memeluk kaki ibunya. "Ibu mau ke mana? Dan ikut."

Wanita itu jongkok, anak lelakinya melepaskan dekapan dan memandang dengan sedih. "Dan di rumah saja, ya. Sama Mas. Nanti kalau Ibu pulang tak beliin mainan." Wanita dengan rambut dikuncir itu berusaha membujuk anak lelakinya.

"Bener? Lama gak?"

"Sebentar juga Ibu pulang."

"Bener? Janji pulang, ya?" Anak lelaki berusia 6 tahun mengeluarkan jari kelingking yang disambut ibunya. Lalu senyum kegetiran merekah setelahnya.

Perlahan jemari mengendur lalu ibunya bangkit.

"Mar, jaga diri baik-baik."

Anak lelaki satu lagi mendekat, mencium punggung tangan sebelum berpisah. "Jangan lama-lama, Bu."

Sebuah senyuman diberikan pertanda jawaban. Lalu tubuh wanita itu berputar, memunggungi kedua anaknya. Perlahan naik ke dalam bus.

Kedua kakak beradik itu mendekat di pintu bus, memperhatikan wajah ibunya untuk terakhir kali. Ada ketidakrelaan melepas kepergian. "Bu," panggil mereka berdua.

"Maafkan Ibu, Nak."

Namun, teriakan juga permintaan mereka tak diindahkan. Bus perlahan melaju, meninggalkan kedua kakak beradik yang berlari menyusul. Sang kakak menghentikan langkah, tetapi adiknya terus berlari dan berlari. Hingga langkahnya berhenti karena menyandung rumput. Tubuh kurus itu menghantam tanah dengan keras. "Ibu."

Teriakan sang adik tak membuat bus yang ditumpangi ibunya berhenti. Justru semakin jauh dan hilang dari pandangan. Sedang anak lelaki itu tak berminat untuk bangun hingga kakaknya mendekat.

"Ibu," teriaknya pilu.

Sang kakak terpaksa menggendong adiknya yang berontak dan bercucuran air mata. Menenangkan dalam dekapan. "Ayo pulang, Dan."

My Beloved Brother (Danu dan Damar)  Spin Off Arga ; Repihan RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang