27 Ledakan Kematian

55 21 3
                                    

Malam penentuan tiba. Tembok yang melindungi Schlain terlihat. Semua persiapan sudah dilakukan. Semuanya telah tahu apa yang harus dilakukan. Akhir permainan dimulai.

Dead Man's Parade

Aku membangkitkan mereka yang telah mati. Manusia, maupun monster. Jumlah mereka ribuan. Dan aku memerintahkan mereka semua menyerbu kastil. Karena bisa kumanipulasi, ribuan Zombie itu tidak menyerbu secara sembarang. Mereka berlari, memanjat, menembus pertahanan para ksatria yang belum siap sepenuhnya.

Setelah pasukan Zombie melewati tembok. Aku mengirim para gagak untuk menemukan para ksatria berpangkat tinggi. Berkat Lamia, aku mengetahui setiap ksatria yang harus diwaspadai, dan sosok yang sanggup melawannya. Para Putri-pun ikut menyerang dengan memimpin sejumlah monster. Dalam sekejap, kekacauan terjadi.

Aku terbang melewati mereka, menuju tempat orang itu. Dia masih berada di kastil, dan aku tidak akan membiarkannya keluar.

"Kita bertemu lagi," ucap sang Pemimpin Ksatria.

"Yah.. Kau sendiri tahu jika semua ini akan berakhir jika salah satu dari kita mati."

"Kali ini kau tidak akan kubiarkan kabur. Kupastikan Grand Order selesai malam ini."

"Hm.. Aku ingin bertanya. Aku membunuh Genshi, dan membangkitkannya kembali sebagai monster. Ingatan dan perasaannya masih sama, kecuali jika sekarang dia harus makan daging segar. Apa kau juga akan membunuhnya?"

Julius terdiam, wajahnya murka. Tapi dia tetap mencoba tenang. "Semenjak kau membunuhnya, dia bukan lagi saudariku."

"Itu kejam. Kau tahu, monster juga memiliki perasaan. Yah aku tahu jika kebanyakannya gila, tapi bukan berarti semuanya jahat. Saat Genshi kecil diculik, yang menyelamatkannya adalah Werewolf. Apa kau tidak pernah memikirkan jika manusia dan monster bisa hidup bersama?"

"Ucapanmu tidak akan mengubah apapun. Monster adalah hewan buas. Dan selama mereka ada, kehidupan manusia tidak akan pernah aman."

"Baiklah, itu cukup. Aku benci orang yang susah diberitahu. Seenggaknya aku mencoba mencari jalan damai."

Kami bersiap. Dan menerjang bersamaan. Aku lebih unggul, tapi kemudian tubuhnya mengeluarkan cahaya. Dan seketika, kami seimbang. Kemampuan yang sama dengan La Pucelle, kemampuan untuk memanipulasi takdir.

Bayangan putih raksasa muncul. Julius akan menghentikan waktu. Aku tidak akan membiarkannya. Dengan tangan ke langit, aku berkata.

Merentangkan tangan ke langit, memanggil Kegelapan yang meliputi tanah. Kegelapan pekat yang bisa dirasakan langsung.

Julius berhasil menghentikan waktu. Tapi kemudian semuanya menjadi hitam, dan waktu kembali berjalan.

"Apa yang kau lakukan?"

"Hehe." Aku menerjangnya lebih dulu.  Tapi sekian lama kami beradu pedang, tidak ada dari kami yang berhasil melukai lawan. Kemampuan manipulasinya membuat kami setara dalam kekuatan, tehnik, maupun kecepatan. Hanya satu hal yang bisa mengakhiri semua ini- Keberuntungan. Pedang Julius berhasil menembus tubuhku.

"Ini berakhir."

"Hm, kau pikir aku tidak tahu ini akan terjadi? Aku tahu jika darah dari Jeanne Schlain aktif, maka pertarungan ini menjadi sia-sia karena kita seimbang. Saat Jeanne dan Dracula bertarung, mereka berhenti karena Cinta. Tapi yang kita berdua rasakan adalah Kebencian. Jadi apa yang bisa menyelesaikan ini? Jawabannya adalah keberuntungan. Dan aku berada di sisi gelap membuat keberuntungan memihakmu."

"Tidak ada gunanya bicara. Semua telah berakhir bagi kalian."

"Tidak-tidak. Kau belum paham. Di luar kegelapan ini, aku abadi. Lantas kenapa aku tidak melepasnya?"

Menyadari ada yang aneh, Julius mencoba menarik pedangnya. Tapi aku menahan tangannya.

"Hehe, aku tidak akan membiarkanmu. Kegelapan ini memakan semua sihir, bahkan waktu, terkecuali takdir, dan juga kematian. Aku selalu berpikir kenapa aku tidak memiliki kekuatan seperti yang lainnya selain menjadi Zombie. Hingga aku teringat kejadian saat pertama kali aku berada di dunia ini. Kekuatan yang baru keluar saat aku diambang kematian. He.. Dari awal itu memang aku, bukan Kronii."

Darah yang keluar dariku berubah hitam, dan kemudian ledakan kematian muncul dari dalam kegelapan.
---
Kegelapan yang menyeliputi kastil perlahan menghilang. Setengah kastil lenyap tidak bersisa. Ledakan itu bukanlah api yang membakar atau merusak. Ledakan tersebut mendatangkan kematian, membuat makhluk hidup mati, dan melenyapkan benda yang tidak hidup.

Tapi Julius Schlain bertahan. Dia menghindari kematian dengan memanipulasi takdir. Sebuah pelindung terkuat, tapi pelindung itu tidak berguna saat berhadapan dengan orang yang juga memilikinya.

"Kau-"

Julius memang selamat dari kematian, tapi ledakan itu membuatnya terjatuh dari ketinggian.  Dan sebelum sempat dia memulihkan diri, Jeanne kecil menusuknya dengan pedang.

Julius memandang wajah sang kecil yang sangat marah. Dia pernah bertemu dengannya di hutan, tapi belum tahu siapa sebenarnya. Hingga setalah membaca catatan Jeanne Schlain dia sadar jika gadis itu adalah anak dari Dracula dan Jeanne Schlain. Anak dari pasangan monster dan ksatria. Sang pemimpin ksatria-pun menghembuskan nafasnya dengan terakhir melihat bukti yang selama ini dia yakin tidak mungkin bisa terjadi. Bahwa manusia dan monster bisa hidup berdampingan.

Jeanne kecil menangis keras, begitupun sebagian monster yang lain. Mereka sudah menang. Mereka tidak lagi harus takut dengan manusia. Tangisan mereka bukan tangisan kebahagiaan. Itu adalah tangisan yang ditujukan kepada sang Ratu yang sangat mereka sayangi.

Genshi mendekati mayat Julius, sang saudara. Dia bersedih, tapi juga paham jika hal ini akan terjadi. Sang Putri kemudian memeluk Jeanne kecil yang belum berhenti menangis.

"Hus Hus Hus.. Tidak apa.. Tidak apa.. Dia akan kembali kok."

Jeanne kecil berhenti menangis dan menatap wajah Genshi. Sang Putri-pun tersenyum dan membelai kepala sang gadis kecil.

"Natalia," Genshi kemudian memanggil. "Potong tanganku."

Walaupun sempat ragu, Natalia akhirnya memotong tangan tuannya. Genshi mengambil potongan tangannya dan menguburnya ke dalam tanah. Lalu dia sirami gundukan tanah itu dengan darah.

"Kembalilah. Semuanya menunggumu."
---
Aku tenggelam di lautan darah. Aku bisa melihat bayanganku sendiri. Wujudku kembali saat aku masih menjadi manusia.

"Jadi ini akhirnya?"

Apa aku akan kembali hidup? Jika iya, aku ingin kehidupan yang lebih tenang. Berjuang itu melelahkan. Tapi.. Hm, cukup menyenangkan.

Aku kemudian melihat sebuah cahaya.

"Hah.. Memang susah jadi orang penting!"
---
Lalu dari gundukan tangan itu, sebuah tangan keluar dengan elegan.

-------

Lustesia's Fourth Story
Chapter 27 Ledakan Kematian
925 kata

26-08-2022
31-08-2022 (Revisi)

Dead Queen Nala (END) Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt