07 Tingkat D - Pertandingan Perdana

51 36 2
                                    

Aku berjalan ke sebuah arena yang dikelilingi dinding tinggi dengan banyak penonton diatasnya. Jujur saja, aku suka menjadi pusat perhatian. Sayangnya rasa suka itu agak berkurang karena aku sedang tidak menjadi diriku.

"Memasuki sisi kanan, dari Kerajaan Alvecna, sang calon raja masa depan, The Golden Eagle, Arthur!"

Sorakan penonton meningkatkan semangatku. Tapi Elang Emas? Serius? Bisakah orang ini menggunakan nama yang lebih keren lagi? Dan juga, apa tadi aku mendengar sang calon raja? Apakah wujud yang sedang kupakai ini adalah seorang pangeran? Si penyihir itu tidak menyebutkan apa-apa soal ini!

"Memasuki sisi kiri, sang rival yang kita tahu selalu bersaing dengan Arthur. Pangeran dari Harrington! The Silver Hawk, Hawkin!"

Rival? Orang macam ini rivalku? Yang kulihat hanyalah laki-laki berambut putih yang terangkat keatas dengan wajah yang penuh percaya diri.

"Arthur.. Hari yang kutunggu telah tiba. Hari dimana aku akan mengakhiri persaingan kita selama ini dan membuktikan jika aku yang terbaik!" Yah.. Kalau saja kau tahu jika Arthur telah mati, mungkin kau akan merasa senang sebelum.. aku melenyapkannya. Hm.

"Salah satu pertandingan yang paling di tunggu hari ini telah tiba! Pertarungan antar dua pangeran yang selama ini telah bersaing, Pangeran Alvecna Vs Pangeran Harrington!

Bersiap..

Mulai!"

"Kau tahu Arthur? Aku tidak bercanda mengatakan jika aku akan membuktikan bahwa aku adalah yang terbaik di antara kita. Akan kutunjukkan tehnik baruku yang akan langsung mengalahkanmu!"

Hawkin memutar-mutar tombak peraknya lalu menunjukkan posisi yang menusuk. Gaya kakinya menunjukkan kalau dia berniat menerjang. Aku tidak peduli sih.

Dari balik punggung. Kuraih senjata berbalut kainku yang seketika lepas saat aku mengayunkannya ke sisiku. Orang-orang nampak kaget melihatnya, termasuk Hawkin.

"Woo! Arthur mengeluarkan senjatanya! Dan itu bukanlah pedang emas yang biasa dia gunakan, melainkan sebuah pedang raksasa! Apakah itu senjata sebenarnya yang disimpan demi hari ini?!"

"Heh, seperti yang kuharapkan dari rivalku. Tidak kusangka kau juga memiliki senjata rahasia. Tapi sepertinya kemenangan akan menjadi benar-benar milikku. Karena mustahil pedang besarmu itu bisa mengalahkan tehnik pamungkasku, Silver-"

Berisik. Sebelum dia selesai bicara, aku langsung menerjangnya. Dia nampak sangat kaget ketika melihatku telah berada di hadapannya. Super Dash. Tehnik dari setengah-serigala untuk menerjang ke depan dengan cepat setelah memperkuat kaki. Aku tidak bisa selincah mereka. Tapi kalau hanya menerjang, kakiku lebih kuat dari siapapun. Dan aku memiliki alasan menggunakan pedang besar ini. Memang senjata ini memilki daya hancur yang kuat, tapi beratnya menjadikannya lamban dan mudah dihindari. Hanya saja, hal itu tidak berlaku bagi zombie yang tidak lagi mengenal konsep berat.

Seperti mengayunkan pedang berukuran biasa, aku menebas Hawkin dengan punggung pedangnya dan menerbangkannya ke atas. Dia kemudian jatuh dan tidak sadarkan diri. Wajahnya menunjukkan kesan kaget.

"Selesai! Pertandingan yang kita kira akan berlangsung sengit, ternyata berakhir dengan sangat cepat oleh Arthur! Luar biasa!" Terimakasih. Aku ingin sekali memberikan beberapa komentar. Tapi sekarang, ada seorang wanita yang ingin kutemui.

Aku memasuki bar tempat Kronii bekerja. Pufu menyambutku dan memberiku selamat, dia juga telah menyiapkan buah-buahan dan daging segar untukku. Sang penyihir melihatku dan tersenyum.

"Selamat telah berhasil masuk semi-final. Sudah kuduga kau mampu."

"Ya, terimakasih atas sambutan kalian. Tapi Kronii, ada yang ingin kukatakan denganmu."

Senyum di wajah sang penyihir belum berubah. Apa dia pikir aku akan memujinya?

"Kenapa kau tidak bilang jika identitas baru ini adalah seorang pangeran?"

"Hm.. Karena kau tidak bertanya? He. Lagian itu bukanlah hal yang penting. Arthur datang kesini sendirian. Kau tidak perlu khawatir soal kebangsawanannya, setidaknya sampai kau memasuki kastil Dracula."

Aku ragu dia berkata jujur. Aku yakin jika dia memilih Arthur ini karena dia yang paling terlihat manis. Dia tidak peduli dengan apa dan darimana dia berasal. Nampak dari tawa kecilnya yang selalu dia tunjukkan saat dia bicara tentang para anak muda yang dia hisap habis energi kehidupannya.

"Anu.. Tuan Arthur?"

Seorang gadis berambut merah muda dengan baju yang menunjukkan jika dia berasal dari kalangan bangsawan telah berada di belakangku. Dia nampak elegan. Apakah dia seorang putri kerajaan?

"Ya, siapa?"

"Eh?" Dia nampak bingung.

"Nala," Kronii menggunakan telepati untuk bicara denganku melalui pikiran. "Dia Lamia, dari keluarga Martina. Tunangan Arthur."

Tunangan?!

"Uh.. Lamia? M-Maaf. Pertarungan dengan ksatria perak tersebut membuat kepalaku jadi agak pusing."

"Oh, tidak apa-apa. Aku tahu kau sedang sibuk saat uji, tapi bisakah kita bicara sebentar?"

"Soal itu.." Aku mencari alasan untuk menolaknya. Aku tidak ingin mendapat masalah dengan berdekatan dengan orang yang mengenal Arthur. Tapi-

"Sangat bisa," sahut Kronii. "Bicara denganmu mungkin akan meredakan pusingnya." Kronii.. Aku tidak tahu kenapa, tapi belakangan ini dia sering membuatku jengkel.

"Syukurlah. Kalau begitu ayo kita jalan." Aku-pun dengan sangat terpaksa mengikutinya.

Kami berjalan di sebuah taman dengan pemandangan bunga yang indah. Pemandangan yang menakjubkan semenjak aku terlahir kembali ke dunia ini, yang aku lihat biasanya hanyalah suasana gelap.

"Kau terlihat akrab dengan kedua wanita itu."

"Hm? Maksudmu Kronii dan Pufu. Ya bisa dibilang mereka telah sangat membantuku."

"Begitu ya.."

"Uh.. Apa yang ingin kau bicarakan?"

"Hm.. Benar juga ya." Lamia berhenti lalu berbalik menghadapku. Dia tersenyum dan berjalan pelan ke arahku. Dia mendekatkan kepalanya lalu berbisik kepadaku. "Aku tahu siapa kau sebenarnya. Kau bukan Arthur kan? Tapi tenang saja, aku adalah sekutumu."

Eh?

-------

Lustesia's Fourth Story
Chapter 07 Tingkat D - Pertandingan Perdana
858 kata

31-08-2022 (Revisi)

Dead Queen Nala (END) Where stories live. Discover now