21. Love in the Air

84 4 0
                                    

Senggani tidak mengerti kenapa Linera ngotot banget memintanya untuk ikut ke puncak hari ini. Terlebih lagi yang membuat Senggani tak habis pikir adalah kalau Linera memang ingin liburan bersama Rico calon suaminya kenapa harus ngajak-ngajak dia coba? Disuruh jadi obat nyamuk? Dipikir nggak ganggu apa lihatin orang pacaran di jok depan sementara dia cuma bisa gigiti kuku di jok belakang sambil manyun tujuh senti?

Apa sih, maksudnya Linera ini? Katanya mau ajak liburan supaya Senggani bisa refreshing dan melupakan masalahnya, tapi kalau begini caranya yang ada Senggani bukannya fresh malah jadi tambah stres melototi dua orang pasangan di depannya itu saling mengumbar kata cinta dan berpegangan tangan. Mana jalanan menuju puncak kalau sedang weekend begini macet banget lagi. Lama-lama Senggani bisa terkena kanker hati kalau begini caranya.

"Ehem ... sebenarnya kita mau ke mana, sih? Macet gini, tuh, balik aja, deh!" Senggani tiba-tiba bersuara membuat Rico yang hendak mencium punggung tangan Linera menjadi urung melakukannya.

"Kok, balik, sih? Tanggung, tuh, bentar lagi juga udah sampai. Lagian kalau kita balik lagi, pasti kena macet juga. Mending terusin aja sampai tujuan. Sabar ...."

"Gue masih ngantuk, nih." Senggani menguap lebar.

Bagaimana tidak? Pagi-pagi buta Linera sudah stand by di depan rumah Senggani untuk mengajaknya ke puncak secara dadakan. Dalam kondisi masih syok Senggani berusaha menolak dengan memberi berbagai alasan yang bisa membuat Linera pergi saja berdua dengan Rico, tapi bukan Linera namanya kalau dia menyerah begitu saja. Dia tidak terima alasan dan penolakan apa pun. Pokoknya Senggani harus ikut bersamanya ke puncak. Titik. Tidak boleh menolak!

Apalagi saat Ibu malah ikut-ikutan berkonspirasi dengan Linera untuk membawa Senggani liburan sekarang. Daripada di rumah cuma cemberut katanya. Jadilah Senggani berada di dalam mobil Rico bersama Linera menuju ke puncak untuk yang katanya refreshing itu.

"Jangan manyun terus, dong! Smile ... smile. Entar juga kalau udah sampai pasti senyum-senyum sendiri," sindir Linera yang sedang bercermin menambahkan lip gloss di bibirnya.

"Maksudnya apa, sih?"

"Lihat aja nanti, pokoknya liburan kali ini nggak akan bisa terlupakan. Iya, kan, Sayang?" tanyanya pada Rico yang masih fokus menyetir.

"Iya, Gani, percaya, deh, sama kita. Kita akan bawa lo liburan seru hari ini," imbuh Rico sama misteriusnya.

Senggani hanya menggeleng-gelengkan kepala saja. Kedua sejoli ini nampaknya memang sudah cocok lahir batin. Kompak banget bikin penasarannya.

Setelah melalui kemacetan yang parahnya ampun-ampunan, akhirnya mereka sampai di lokasi yang terlihat sangat ramai pengunjung. Senggani melotot sampai nyaris keluar bola matanya saat melihat dari kejauhan beberapa orang sedang mencoba olahraga paralayang yang menurutnya ekstrem itu.

"Welcome to Bukit Gantole!" seru Linera yang nampak bersemangat sekali.

"Lin, jangan bilang kalau liburan yang tak terlupakan itu kita nyoba naik paralayang?"

"Iya, kok, tahu kalau kita mau nyoba paralayang? Asik, kan!" serunya lagi tanpa dosa.

Sudah gila Linera dirasanya! Bagaimana bisa mereka menikmati liburan dengan terbang hanya bermodal parasut begitu? Nih, anak otaknya di mana, sih?

"Nyesal gue ikut ke sini! Katanya liburan asik, mana? Bunuh diri namanya. Gue pulang aja!" Senggani sudah ancang-ancang membuka pintu mobil, tapi ditahan Linera.

"Tunggu, dong! Masa main pergi gitu aja, sih? Kalau memang nggak mau main, paling nggak kita setor muka aja. Biar yang ngundang kita tahu kalau kita memenuhi undangannya."

A Love to Him (Revisi)Where stories live. Discover now