14. Tentang Seseorang

76 4 0
                                    

"Apa kabar, Mas Bro? Lama nggak main ke Jogja, sekalinya datang nggak ngasih kabar." Orang bernama Anjar itu langsung mengambil duduk di samping Mahesa. Mereka bersalaman.

"Aku ke Jogja buat liputan, Njar. Lagian bukannya kamu sudah kerja di Batam, ya, sekarang? Kok, bisa di sini?"

"Aku lagi cuti, Sa. Jadi pulang, deh. Siapa, tuh?" Anjar melayangkan pandang ke arah Senggani yang masih serius makan.

"Ini partnerku, Njar. Gani, kenalin ini Anjar teman satu kampus saya dulu."

Kedua orang yang baru bertemu itu kemudian bersalaman.

Setelah berkenalan, Anjar kembali menghadapkan wajahnya pada Mahesa. "Eh, tadi sore aku lihat kamu, deh. Mau aku tegur, tapi aku ragu kalau itu kamu. Kecil kemungkinan kamu sedang ada di Jogja. Nggak tahunya malah ketemu di sini, baru yakin kalau itu beneran kamu yang tadi sore aku lihat di depan rumah Lara."

Mahesa melirik Senggani sekilas untuk memastikan gadis itu tidak mendengar pembicaraan mereka lalu memiringkan tubuh menghadap Anjar seolah menghalangi Senggani agar tidak bisa mendengar pembicaraan mereka.

Sebenarnya Senggani masih bisa mendengarnya dengan jelas, karena suara Anjar yang besar membuatnya mau tidak mau jadi ikut mencuri dengar soal seseorang yang bernama Lara. Melihat gelagat Mahesa yang sepertinya tidak nyaman bicara di depannya membuat Senggani menggeser duduk sedikit menjauh dari lelaki itu.

"Kemarin pagi juga aku lihat kamu lagi di depan rumah Lara waktu aku mau joging keliling kompleks. Sebenarnya kamu ngapain, to, di sana? Masih berharap?" tanya Anjar yang memang tidak bisa memelankan suaranya.

Mendengar itu membuat Senggani langsung teringat kalau kemarin Mahesa sempat menghilang entah ke mana dan kembali dengan tampang kusut yang langsung dihadiahi sarapan omelan darinya. Bisa Senggani simpulkan bahwa kemarin Mahesa pergi ke rumah yang tadi sore mereka sambangi. Rumah milik seseorang yang bernama Lara. Dua hari berturut-turut lelaki itu datang menyambangi rumah besar tadi memunculkan sebuah tanda tanya besar di benak Senggani tentang siapakah gerangan orang bernama Lara itu dan ada hubungan apa dengan Mahesa sampai-sampai membuat Mahesa seolah terus mencarinya?

"Kok, rumahnya sepi terus, ya, Njar? Bahkan nggak ada security-nya." Mahesa terlihat kembali sendu.

"Ya, jelas, wong sudah lama nggak ditempati. Sejak ditinggal Lara, Pak Handoyo dan Ibu pindah ke Jakarta dan rumahnya dibiarkan kosong. Paling kalau ada acara keluarga saja baru ditinggali lagi. Itu pun hampir nggak pernah," terang Anjar yang merupakan tetangga depan rumah Lara.

"Pindah ke Jakarta, Njar? Sejak kapan? Kamu tahu alamat rumahnya yang di Jakarta?"

"Sudah lumayan lama mereka pindah, tepatnya aku lupa. Kalau kamu tanya alamat mereka di Jakarta dan berharap bertemu Lara, kamu mimpi, Sa. Kamu sendiri tahu Lara sudah lama pergi, lagi pula keluarganya pasti nggak akan mau bertemu dengan kamu lagi. Percuma ...," tandas Anjar pesimis.

"Sampai sekarang aku masih dihantui rasa bersalah, Njar. Akhir-akhir ini, Lara terus mendatangiku dalam mimpi."

"Kamu yang sabar. Kalau kamu masih mencintai Lara, banyak-banyak berdoa untuknya saja." Anjar menepuk-nepuk bahu Mahesa yang lesu.

Uhuk ... uhuk ....

Senggani terbatuk-batuk dengan tak terkendali karena tersedak makanan. Dia buru-buru minum untuk melancarkan jalan napasnya. Mahesa menasehati agar jangan makan terburu-buru karena waktu kepulangan mereka masih cukup lama. Dia pun kembali berkonsentrasi dengan Anjar, sementara Senggani sudah malas untuk meneruskan makan lagi. Bukan karena sate klataknya yang hampir habis, tapi karena ucapan Anjar tadi yang tak sengaja masuk ke telinganya tanpa permisi.

A Love to Him (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang