03. Mimpi Itu Datang Lagi

346 12 0
                                    

"Sa ... Mahesa ...."

Sekarang malah terdengar suara Jamal memanggil-manggil namanya begitu dekat. Namun, Mahesa sama sekali tidak melihat keberadaan Jamal di sekitarnya.

"Sa, bangun!" suara itu muncul lagi dan semakin nyaring memanggil namanya.

Mahesa tersentak kaget dan langsung membuka mata. Bayangan wajah Jamal sudah ada di depannya. Suara Jamal tadi seolah sebuah pertolongan bagi Mahesa agar bisa lepas dari mimpi buruk yang baru saja mendatanginya. Mimpi itu datang lagi. Untuk ke sekian kali mengusik hidupnya lagi.

Sejenak Mahesa merenungi mimpinya itu. Tampak raut penyesalan masih bergelayut di pelupuk mata hingga saat ini. Larasati. Disebutkannya lagi nama itu dalam hati. Sudah tiga tahun lamanya peristiwa itu terjadi, tapi Mahesa masih belum bisa melupakannya begitu saja. Terlalu sulit menghapuskan rasa bersalah pada perempuan anggun itu. Di mana sekarang dia berada? Bagaimana kabarnya? Dan berbagai macam pertanyaan lain yang ingin Mahesa lontarkan jika akhirnya bisa bertemu lagi dengan Lara. Cinta yang terlambat dia raih.

"Nggak apa-apa, kan?" tanya Jamal dengan cemas.

Mahesa langsung bangkit dari posisi dan terduduk di atas sleeping bag dengan napas yang masih memburu. Diraupnya wajah yang sudah basah oleh keringat dingin, begitu pun rambut gondrongnya yang ikut kuyup.

"Habis mimpi buruk, ya? Dari tadi ngigau terus, keringatan lagi. Mimpiin apa, sih?"

Mahesa masih belum menjawab pertanyaan Jamal yang bertubi-tubi padanya. Dia malah mengamati sekeliling. Dia masih berada di dalam tenda, di atas Puncak Gunung Sindoro.

"Jam berapa, Mal?" tanyanya balik pada Jamal.

Jamal mengecek arloji. "Jam delapan pagi. Gimana perutnya udah baikan?"

Mahesa memegangi perut yang semalam terasa sangat nyeri. "Hm ... lumayan."

"Syukurlah kalau udah nggak apa-apa. Nih, cepat diminum obatnya, biar cepat sembuh. Gini, nih, akibatnya kalau muncak dadakan tanpa planning, suka terjadi hal-hal yang nggak diinginkan." Jamal mulai mengomel.

"Apaan, nih? Jangan-jangan racun lagi?" tanya Mahesa sambil membaui ramuan pemberian Jamal.

"Itu air rebusan daun senggani. Makanya gue kan udah bilang namanya muncak itu butuh planning yang matang. Kalau nggak akibatnya kayak sekarang nih, lupa bawa obat pribadi."

Sejenak Mahesa memperhatikan wajah Jamal, lalu dia tersenyum dan akhirnya meminum ramuan yang diberikan Jamal tadi. Mahesa ingat, semalam dia merintih kesakitan di bagian perut. Sakit yang tak tertahankan rasanya.

Untunglah, sahabatnya itu tahu jenis-jenis tanaman obat apa saja yang bisa digunakan untuk meredakan sakit yang dideritanya. Dan kali ini, senggani menjadi penolongnya. Tanaman berbunga warna ungu cantik itu berhasil menyelamatkan Mahesa dari keteledoran yang dibuatnya sendiri.

Pergi mendaki gunung dengan tergesa dan tanpa persiapan apa-apa membuatnya tidak membawa obat-obatan pribadi dan perlengkapan yang cukup untuk menjaga diri dari bahaya alam liar dan sekali lagi untunglah ada senggani sang penyelamatnya kali ini.

"Kalau sudah baikan nanti siang kita turun dan pulang ke Jakarta."

"Iya, udah nggak apa-apa, kok. Anak-anak yang lain mana?" tanya Mahesa sambil sesekali menyeruput racikan obatnya.

"Ada di luar, lagi bongkar tenda sama packing." Jamal menyerahkan air mineral kepada sahabatnya untuk menetralkan kembali lidah Mahesa.

Mahesa mengangguk paham. "Oke, kita turun nanti siang."

A Love to Him (Revisi)Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt