20. Rangkaian Kekhawatiran

188 19 2
                                    

(Hayo-hayoo vote dan komennya)

(Hayo-hayoo vote dan komennya)

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"The ocean burned."

乁⁠(⁠ ⁠.⁠ ⁠ര⁠ ⁠ʖ̯⁠ ⁠ര⁠ ⁠.⁠ ⁠)⁠

Lintang mengangguk-anggukkan kepala menikmati alunan musik yang menggema dari kedua belah earphone di telinga. Bass-nya tidak terlalu keras, namun cukup menyamarkan bising kendaraan di sekitar. Membiarkannya berpadu tak masuk akal. Suara satu dengan yang lain saling bertolak belakang. Belum lagi udara pagi yang sudah tercemar. Sebagai salah satu masyarakat dari perbatasan kota, melalui pabrik-pabrik pencipta limbah adalah hal yang biasa, pemandangan ini begitu lumrah.

Selama dalam perjalanan menuju sekolah, mulutnya tidak berhenti mengunyah permen karet yang sudah kehabisan rasa, hambar lengkap dengan warna yang berangsur memudar menjadi putih pucat tak bermakna. Dari segala ketenangan yang berupaya ia ciptakan, sepeda yang dikayuh dengan kecepatan sedang langsung oleng saat seorang lelaki berjaket bomber polyester mengacungkan sebuah pisau tajam, berhasil membuatnya mengerem dadakan dengan permen karet tunai tertelan.

Lelaki berwajah kekanakan dengan kantung mata menghitam sebab kebanyakan begadang itu sibuk memegangi leher sembari terbatuk-batuk kencang, berusaha memuntahkan, namun upayanya gagal total. Setelah memastikan targetnya persis berada di depan, Sadam langsung melipat pisau dan menyimpan ke dalam jaket tebal, membuat Lintang mendumal pelan karena tak berani menyatakan umpatan secara terang-terangan. Bisa habis raganya dimutilasi sia-sia sebelum membanggakan kedua orang tua.

"Kalau nyapa orang tuh biasain lambaikan tangan, Bang, bukan malah lambaikan pisau." Lintang sedikit tidak minat berbincang dengan manusia seperti Sadam, yang lebih pantas disebut setan ketimbang abang. "Ekstrem amat jadi orang."

"Diem lo!" bentak Sadam, membuat bibir Lintang segera terbungkam. Panas dingin sudah menyertai paginya yang seketika berubah menjadi suram. Jika hukum dalam pasal 340 KUHP tidak berlaku, sudah pasti ia akan melakukan pemberontakan untuk mengeroyok Sadam hingga mati terkulai.

"Lo mau ngebunuh gue?" 

Kedua mata Lintang terbelalak lebar. Tidak menyangka jika Sadam mampu membaca pikiran. "Sedih banget dituduh mau ngebunuh orang, padahal baru rencana doang."

Sadam yang sudah naik pitam langsung mencengkeram kerah seragam Lintang, membuat yang bersangkutan bergidik ketakutan. "Sebelum lo nyentuh gue, bakal gue pastiin hidup lo akan penuh dengan ketakutan! Bagian tubuh lo berceceran! Dan arwah lo gak pernah tenang!"

"Engg-Bang, canda doang, hehe ...," cengir Lintang disertai keringat bercucuran. Kala itu nyawanya tinggal sejengkal. "Lagian ... ngapain gue capek-capek ngebunuh orang? Mending cincang sayuran buat ngebekal. Lebih sehat dan menyenangkan. Oh iya, jangan lupa untuk sholat juga biar amal ibadah kita diterima di sisinya. Surga lebih indah daripada neraka, Bang."

MUA-RAY Where stories live. Discover now