8. Janggal yang Disangkal

145 23 8
                                    

(Mari sama-sama tekan vote dan beri komentar)

(Mari sama-sama tekan vote dan beri komentar)

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"The truth is, I don't want to know. Some things are best left unsaid."

(⁠╬⁠☉⁠д⁠⊙⁠)⁠⊰⁠⊹ฺ

Mua menguap lebar dalam dekapan tangan. Sudah hampir satu jam ia menunggu kedatangan sang abang, namun bahkan batang hidungnya pun belum kelihatan. Tidak biasanya lelaki itu terlambat dalam menjemput Mua. Memang bukan kali pertama Sadam membuat Mua khawatir akan kondisinya. Pasalnya, bertarung hidup di jalanan merupakan suatu hal yang dapat dibilang membahayakan.

Menoleh ke sana kemari semata-mata hanya untuk memastikan bahwa Sadam ada di sini, tetapi tidak lagi, lelaki itu benar-benar tak menjemputnya kali ini. Mua mendengkus bosan. Merasa bahwa seperkian menitnya terbuang sia-sia membuat gadis itu segera membuka resleting tas ranselnya, lantas mengeluarkan buku catatan matematika.

"Mau bareng gak?"

Laki-laki itu berbicara dengan nada ketus, sementara wajahnya masih memandang lurus. Mua mengerutkan dahi pada Lintang yang sedang menunggangi sepeda lipat berwarna hitam legam. Tumben sekali ia menawari tebengan.

Tak kunjung mendapat jawaban membuat Lintang menoleh pada seorang gadis yang masih setia berdiri di ruko kosong samping sekolahan. "Barusan abang lo nelepon gue. Katanya gak bisa jemput. Masih banyak order-an siang ini."

Mua berpikir keras. Rasanya tidak enak hati jika terus-terusan merepoti Lintang. Tapi jika ia paksaan menunggu Sadam, akan sampai kapan? Sedangkan untuk menaiki angkutan umum pun, ia dilarang. Sadam memang terlalu ketat dalam mengekang. Membuat Mua bisa mati tertekan.

"Mau-mau, enggak-enggak, jangan diem aja!" judes Lintang di sana, menyadarkan Mua dari lamunannya.

"Gak papa memang?" tanya Mua sedikit mengusik lawan bicara.

"Kalau mau, ayo! Gak usah kelamaan! Panas ini!" omel Lintang kemudian, lelaki itu lantas menyilang kedua tangan berupaya menyembunyikan dari teriknya sinar mentari siang. "Mana gak bawa jaket lagi."

Usai menggendong tas ransel berwarna mocca, Mua segera melangkah menghampiri Lintang di sana. Namun baru saja gadis itu memosisikan cara duduknya, Lintang sudah kembali bersuara.

"Duduk laki aja, jangan duduk perempuan. Susah gue boncengnya, berat sebelah!"

Mua mengangguk paham meski tidak kelihatan, kemudian mulai duduk di saddle belakang. Sebenarnya cukup sakit karena bahan yang ia duduki terbuat dari besi, manalagi Lintang mengayuh sepedanya dengan tak tahu diri. Setiap kali ada polisi tidur selalu saja diterjang tak memedulikan kondisi gadis yang saat ini hanya terdiam kesakitan.

 Setiap kali ada polisi tidur selalu saja diterjang tak memedulikan kondisi gadis yang saat ini hanya terdiam kesakitan

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
MUA-RAY Where stories live. Discover now