Lintas Impian - 44

7 3 0
                                    

Setelah kehadiran Jo di rumahnya saat ulang tahun, hidup Geisha menjadi berubah

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Setelah kehadiran Jo di rumahnya saat ulang tahun, hidup Geisha menjadi berubah. Kehidupan yang biasa tenang tanpa gosip, kini berbeda 180 derajat. Awalnya,  Geisha mengira, hal itu hanya berlangsung satu atau dua hari. Sayangnya, sudah sebulan namun orang-orang masih suka menjahilinya. Hampir setiap hari, telinganya akan menangkap nama Jo yang dikaitkan dengan segala sesuatu yang dilakukan olehnya. Dan, orang-orang itu adalah Naura dan Morena.

Geisha tidak tahu apa tujuan mereka meledek dirinya seperti itu. Akan tetapi, hal itu seolah-olah menjadi sesuatu yang menyenangkan bagi mereka. Atau, mungkin sudah menjadi suatu hobi?

Seperti saat Geisha sedang peduli dengan penampilan, Naura akan menyeletuk, “Cie, Geisha, udah pandai make up-an. Pasti ini karena mas-mas itu, ya?”

Saat Geisha membalas pesan sedikit lebih lama—entah karena ketiduran atau sedang mengecas ponsel—, Morena akan berkata, “Mentang-mentang udah ada doi, jadinya lama balas chat aku.”

Bahkan, saat Geisha hanya diam tanpa melakukan suatu kegiatan apa pun, mereka tetap akan menyela. “Kenapa bengong? Pasti lagi mikirin Jo. Iya, kan?”

Sebenarnya, Geisha bukan tipe orang yang benci gosip, malah dulu saat bersekolah, dia sering mencuri-curi mendengar gosip di kelas. Namun, entah kenapa, digosipkan dengan Jo seperti ini membuat Geisha merasa risih. Bukan risih karena merasa jijik ataupun benci, melainkan lebih ke rasa tidak enak kepada Jo.

Bagaimana jika Jo tidak suka apabila mengetahui jika Morena dan Naura suka mengaitkan namanya dengan Geisha? Bagaimana jika Jo adalah tipikal laki-laki yang benci kata gosip? Bagaimana jika Jo sebenarnya sudah mempunyai dambaan hatinya sendiri, namun diolok dengan Geisha seperti ini?

Selain semua pertanyaan yang bersarang di pikiran, Geisha juga merasa sedikit kikuk ketika diledek seperti itu, apalagi jika kemudian dia harus berpapasan atau bertemu langsung dengan Jo. Jantungnya akan berdegup seribu kali lebih kencang saat itu. Wajahnya memanas, dan mulai menampakkan rona kemerahan. Ah, hal itu benar-benar menyebalkan.

Akan tetapi, jika Geisha boleh jujur, sebenarnya Geisha suka ketika mendengar nama Jo disebut, seolah nama itu bagaikan suatu kalimat penenang hatinya. Namun, ada waktunya, dia juga ingin melayangkan protes ketika Morena atau Naura terlalu banyak menyebut nama Jo.

Sungguh, Geisha tidak tahu perasaan apa yang dia alami ini. Rasanya begitu campur aduk. Yang jelas, ini kali pertama Geisha merasakannya.

“Ge, kamu tumben enggak ke mana-mana hari ini? Enggak jalan sama Jo?” tanya Naura yang tengah menyelonjorkan kaki di sofa rumah Geisha. Seharian ini—setelah pulang dari kampus—, Naura ada di rumah Geisha.

Gadis itu memang sering datang ke rumah Geisha. Katanya, bosan di rumah sendirian, mengingat statusnya yang merupakan anak tunggal. Namun, jika Naura merasa kesepian sebagai anak tunggal, lalu kenapa Morena tidak pernah mengeluh? Padahal, mereka mempunyai status yang sama. Bukan begitu?

“Nau, kenapa semua hal yang aku lakuin harus disangkutpautkan sama Jo, sih?” tanya Geisha heran.

“Ya, kan biasa kamu sering jalan sama Jo. Makanya aku tanya. Siapa tahu kedatangan aku hari ini malah ganggu waktu kamu sama Jo.”

“Siapa yang sering jalan sama Jo, sih, Nau? Jarang, kok,” ujar Geisha.

“Iya, jarang. Dua kali dalam seminggu itu jarang,” cibir Naura yang membuat Geisha seketika kehilangan jawaban.

Sejak satu bulan terakhir, dirinya dan Jo memang menjadi semakin dekat. Ruang chat yang biasanya kosong, kini dipenuhi dengan pertanyaan seperti, “Gimana kuliahnya hari ini?” atau “Gimana proses belajar bahasa Koreanya?” Atau, juga pertanyaan seputar Jo dan skripsi.

Sesekali, Jo mengajak Geisha untuk makan bersama di luar atau sekadar untuk menemani lelaki itu ke perpustakaan kampus untuk mencari referensi bagi skripsinya. Progres skripsi lelaki itu sudah lumayan pesat. Dia hanya tinggal menyelesaikan revisi bab 4 dan menyusun bab 5. Tapi, dua kali dalam seminggu bukan termasuk ke zona 'sering', kan?

“Seminggu cuma dua kali doang, Nau. Enggak tiap hari. Kalau tiap hari itu baru disebut sering,” jawab Geisha.

Naura menghela napasnya. Temannya yang satu ini sepertinya mempunyai segudang jawaban untuk mengeles dari tuduhan. “Kamu pandai aja ngelesnya. By the way, gimana kemajuan hubungan kamu sama dia?”

Mendengar pertanyaan itu, Geisha mengernyit. Pertanyaan jenis apa itu? “Hubungan apanya, Nau? Kami enggak ada hubungan apa-apa. Kan, cuma teman sebatas kenal aja.”

“Teman sebatas kenal aja, yakin?” tanya Naura dengan nada yang menginterogasi.

Dengan ragu, Geisha mengangguk. “Iya, yakin, kok. Kami cuma teman biasa.”

“Teman biasa mana, Ge, yang sering chat-an dan nanya kabar? Teman biasa mana yang sering pergi ke luar untuk makan? Teman biasa mana yang sampai nemenin doi ke perpus untuk ngerjain skripsi?” Naura menaikkan sebelah alis, dan memainkannya.

Semua tuduhan itu benar-benar sukses membuat Geisha terdiam tak berkutik. Selama ini, Geisha memang terbuka kepada Morena dan Naura—di grup yang beranggotakan mereka bertiga—mengenai kedekatannya dengan Jo. Geisha kira, itu sah-sah saja hingga Naura menjadikan hal itu sebagai senjata untuk menyerangnya habis-habisan.

Sepertinya, mulai sekarang, Geisha akan berhenti bercerita kepada Morena atau Naura. Jika tidak, dia bisa mati kutu diserang seperti ini.

“Kamu mungkin anggap Jo sebagai teman biasa, tapi kamu yakin kalau Jo cuma anggap kamu sama seperti itu?”

Entah kenapa, Naura yang tengah berbicara sekarang terlihat begitu serius. Hal tersebut tentu membuat Geisha menjadi tegang.

“Aku bukan anak kecil, Ge. Mungkin, kamu bisa enggak ngerasain itu, tapi aku bisa ngerasain gimana perlakuan Jo ke kamu itu bukan perlakuan biasa untuk teman biasa. Bahkan, Morena juga pasti ngerasain hal yang sama,” lanjut Naura.

Mungkin, Naura benar. Geisha sendiri juga merasakan perbedaan perlakuan Jo kepadanya dengan perlakuan teman laki-lakinya kepada dirinya. Tapi, bukankah setiap orang mempunyai cara yang berbeda untuk memperlakukan seorang perempuan?

“Aku sama Morena sama-sama pernah pacaran dan ngerasain gimana perbedaannya. Dan, mungkin, kamu juga bisa ngerasain itu. Cuma, kamu berusaha untuk enggak peka. Iya, kan?”

Geisha menggeleng, kemudian berusaha menyudahi topik yang dibahas oleh Naura ini. “Udah, Nau, enggak usah dibahas lagi.”

“Kenapa? Kamu merasa tersuduti, ya?” Naura menyengir kecil. “Nanti kamu juga paham, kok, Ge, maksud dari semua omongan aku ini. Yang jelas, aku mau lihat, apa kamu benar-benar cuma anggap Jo sekadar teman biasa atau ... enggak sebatas itu?”

Geisha melihat tatapan Naura yang kini berfokus kepadanya. Tatapan itu terkesan meledek, atau mungkin semacam tatapan untuk memojokkan Geisha akan perkataannya tadi.

Geisha tidak tahu. Yang jelas, Naura terlihat begitu menyeramkan hari ini.

***

1.012 words
©vallenciazhng_

21 Desember 2022

Lintas Impian [ Completed ✔ ]Where stories live. Discover now