7. BEKAL DARI ESKADIA

5 2 0
                                    

Pada awalnya, Raisha dan Alifia mengira kalau benda yang menempel di dinding itu, adalah sebuah cermin. Cermin besar berbentuk bulat dengan ukiran-ukiran ombak berwarna putih gading yang menghiasi sekelilingnya. Namun karena tidak melihat pantulan diri mereka pada benda itu. Maka keduanya pun berasumsi kalau benda yang menempel di dinding itu bukanlah cermin, melainkan sebuah lukisan. Lukisan dari sebuah benda bulat yang berwarna bening, bagaikan sebuah cermin.

"Semoga berhasil," ucap Eskaza, sambil memeluk dan menepuk-nepuk punggung Kelan.

Raisha dan Alifia pun terheran-heran melihat sikap kedua pria yang seolah sedang saling berpamitan ini. Dan mereka pun semakin terpana ketika menyaksikan pemandangan yang tersaji berikutnya. Kelan melangkahkan kakinya masuk ke dalam lukisan yang tampak seperti cermin itu. Tak lama kemudian kaki dan tubuh pria itupun menghilang seolah terhisap masuk ke dalam benda itu.

"Selamat jalan," ucap Eskaza, sambil bergantian menjabat tangan Raisha dan Alifia. "Kalian akan baik-baik saja, selama kalian tetap bersama dengan Kelan. Dan saya juga akan memberikan bekal yang pasti akan sangat berguna selama kalian menempuh perjalanan nanti," ujarnya lagi.

Raisha dan Alifia pun tersenyum saat mendengarnya. Dan kedua wanita itupun tetap berdiri di sana.

"Tunggu apalagi? Silahkan masuk ke dalam," ujar Eskaza, sambil mengarahkan tangannya pada lukisan cermin yang menempel di dinding itu.

Mendengar kata-kata ini, Alifia pun segera menggandeng tangan sahabatnya. Dan mengajaknya untuk melangkah masuk ke sana. Namun Raisha menahan langkahnya dan wajahnya tampak masih seperti sedang menunggu-nunggu sesuatu.

"Ada yang masih ingin ditanyakan?" Eskaza tampak membaca apa yang tersirat di wajah Raisha.

"Katanya mau kasih bekal," ucap Raisha dengan senyuman penuh harap.

Eskaza pun tersenyum ketika mendengar perkataan wanita ini. "Bekalnya akan kalian temukan di sana," ujar pria itu sambil mengarahkan tangannya pada lukisan cermin itu.

Setelah mengucapkan terima kasih, Alifia dan Raisha pun segera melangkahkan kakinya dan menghilang di balik lukisan itu. Dan ketika berada di dalamnya, barulah keduanya menyadari apa yang tersembunyi di balik lukisan itu. Di hadapan mereka kini terpampang pohon-pohon yang terlihat sudah sangat tua, seakan-akan telah berumur ratusan tahun. Kulit-kulit pohon itu tampak banyak yang sudah terkelupas dan menggelantung di antara ranting-ranting dan batang tebalnya.

Pohon-pohon tua itu berjejer rapi di sepanjang jalan setapak. Jalan yang seluruh permukaannya berwarna putih karena ditaburi oleh salju. Dahan-dahan pohon itu bergelombang, dan terjalin rapih menjadi satu kesatuan. Jalinan dahan itu membentuk atap yang menaungi jalan setapak itu. Hingga membuat jalan setapak itu seolah berada di dalam sebuah terowongan yang terbuat dari deretan pepohonan dan jalinan dahan dari pepohonan itu.

Tidak ada satupun daun yang nampak pada jalinan pepohonan itu. Hingga membuat warna coklat dari terowongan pepohonan ini terlihat begitu kontras. Kontras dengan putihnya warna jalanan yang bersalju itu. Jalan yang kini tengah disusuri oleh ketiga orang itu.

Di tengah-tengah perjalanan ini, Raisha dan Alifia baru menyadari kalau ada sesuatu yang kini tengah menggantung di pakaian mereka. Lentera kecil yang sebelumnya telah menghilang pada saat mereka akan memasuki gerbang istana Eskadia. Kini benda itu telah kembali. Dan menghangatkan perjalanan mereka di atas jalanan bersalju yang dingin ini.

Namun yang membuat mereka lebih terkejut lagi adalah keberadaan benda yang sekarang menggantung di leher mereka. Benda berbentuk kalung yang terbuat dari ranting-ranting halus yang terjalin rapih itu. Kini benda itu melingkar indah di leher Raisha dan Alifia. Dari bandul leontin yang melengkapinya, kedua wanita itu dapat mengenali benda tersebut. Ini adalah buah-buahan berwarna-warni dengan bentuk yang bermacam-macam. Buah-buahan yang berasal dari pepohonan yang tumbuh di depan istana Eskadia.

"Jadi inilah bekal yang dimaksud oleh Eskaza tadi," ujar Alifia, sambil mencoba melepaskan kalung itu dari lehernya.

"Kira-kira apa gunanya ya?" Raisha tampak penasaran. Ia pun mulai menggosok-gosok, memutar-mutar, bahkan sampai menjilat-jilat bandul leontin itu. "Punya gue bentuk leontinnya kotak dan warnanya pink. Kalo punya lu apa?" tanya Raisha.

"Gue bulat dan warnanya ungu," jawab Alifia, sambil masih berusaha untuk melepaskan benda itu. "Tapi kayaknya ini gak bisa dilepas deh," tiba-tiba Alifia terdengar panik.

"Masa sih?" Raisha tampak tidak percaya.

Ia pun segera mendekati belakang leher Alifia dan mulai membantunya melepaskan kalung itu. Dengan cermat, ia mencari-cari kaitan dari kalung itu yang bisa digunakan untuk membukanya. Namun setelah berkali-kali memutar dan mencarinya, ia tetap tidak dapat menemukannya. Hingga akhirnya, Raisha pun nekat untuk membuka paksa dan menariknya dengan keras.

Namun segera setelah ia melakukannya, Raisha merasakan kalau ada sesuatu yang baru saja menghantamnya dan melemparkannya dengan keras. Hingga membuatnya jatuh tersungkur ke atas jalanan yang berlapis salju itu. "ADUHHHH," Raisha meringis kesakitan.

Dengan segera, Alifia pun datang menghampirinya. "Jadi sekarang udah terjawabkan guna dari benda ini," ujar Alifia, sambil mengulurkan tangannya untuk membantu Raisha bangkit.

"Kira-kira dia dapat juga gak ya?" tanya Raisha sambil menyambut uluran tangan sahabatnya.

Alifia pun mengalihkan pandangannya pada pria yang tengah berjalan di depan mereka. Kelan tetap berjalan maju dan sama sekali tidak menoleh. Meskipun baru saja terjadi kejadian yang tak terduga ini. Ia seolah tidak peduli dengan apa yang baru saja terjadi pada Raisha.

"Dasar orang gak punya hati," umpat Alifia sambil memandang kesal pada punggung pria yang sedang berjalan itu. "Udah gak usah pikirin dia. Peduli amat dia mau dapat kalungnya atau enggak," lanjutnya lagi. Kemudian ia pun membantu menopang tubuh Raisha untuk kembali melanjutkan perjalanan.

Setelah beberapa waktu, Alifia dan Raisha mulai merasakan lelah akibat dari perjalanan yang cukup panjang ini. Keduanya ingin sekali berteriak dan mengatakan pada Kelan untuk berhenti dan beristirahat sejenak. Namun melihat sikap dingin dari pria itu. Kedua wanita inipun merasa kalau keluhan mereka ini tidak akan didengarkan olehnya. Kini keduanya pun terpaksa melupakan rasa lelah itu. Dan terus berjalan menyusuri terowongan bersalju yang seolah tak berujung ini.

Sebuah harapan mulai muncul, saat Raisha dan Alifia melihat secercah cahaya yang nampak di depan sana. Terowongan di atas mereka yang terbentuk dari jalinan dahan-dahan pohon yang menyatu itu. Kini mulai tergantikan oleh batu-batu cadas yang berwarna coklat. Demikian juga dengan jalan setapak yang sedang mereka lalui ini. Salju-salju lembut yang mereka pijak, sekarang mulai mencair.

Dan semakin ke depan mereka berjalan, salju itu benar-benar telah tergantikan oleh air yang beriak-riak. Raisha dan Alifia nampak begitu bersemangat dengan perubahan suasana ini. Keduanya pun nampak sudah tidak sabar untuk melihat apa yang sedang menanti mereka di ujung sana. Meskipun lelah, kedua wanita ini tetap memaksakan diri untuk berjalan lebih cepat lagi. Mereka tidak sabar untuk bisa segera melihat suasana berbeda yang ada di luar terowongan ini.

Senyuman cerahpun terlihat di wajah Raisha dan Alifia, ketika akhirnya mereka bisa tiba di mulut terowongan itu. Keduanya pun memandangi batu-batuan cadas raksasa yang mengelilingi mulut gua, tempat mereka baru saja keluar ini. Batu-batuan besar yang berwarna coklat itu terlihat berkilauan. Berkilau karena sinar mentari senja berwarna jingga yang tengah menimpanya. Dan di bawah mulut gua ini, deburan ombak yang landai tampak membanjiri batu-batu karang. Bebatuan karang yang menghubungkan gua ini dengan daratan yang ada di hadapannya.

Petualangan di Negeri-Negeri Ajaib (Eskadia dan Mogotha)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang