Chapter 10

25 9 0
                                    

[ PERHATIAN! ]

Cerita ini bersifat fiktif. Mohon bersikap bijak sebagai pembaca! Dan apabila menemukan kesamaan pada nama tokoh, tempat, dan sebagainya, itu sepenuhnya unsur ketidaksengajaan.

Jangan lupa untuk vote, komen, dan follow akun Author agar Author semakin semangat dalam berkarya! Thank you!

• • •

“Apa? Kau ingin kembali? Kenapa?”

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

“Apa? Kau ingin kembali? Kenapa?”

Myesha menggigit bibir bawahnya sebelum menjawab pertanyaan dari pria bertopeng hitam itu. Ia ragu, tetapi keinginannya juga tidak bisa ditunda atau dibantah. Alhasil, gadis itu baru menjawab, “A-aku ingin pulang. Aku tidak ingin di sini.” Tanpa memandang wajah Aurush.

Sementara Aurush menautkan dahinya, lalu kembali mendekati gadis itu dan duduk tepat di tempat yang sama seperti sebelumnya. “Tapi kenapa? Apa alasannya? Bukankah kau ingin mengetahui sebuah kebenaran?” tanyanya seraya menatap wajah Myesha tanpa berkedip.

Myesha pun mendelik. “Mana kebenarannya?! Mana?!”

Dahi Aurush semakin mengerut, ia juga terkejut dengan gertakan yang dilontarkan gadis bermanik putih itu. Sampai-sampai, ia menatap saksama gerak-gerik Myesha dengan rasa bingung bercampur curiga.

“MANA?! APA KAU BISA MENUNJUKKANNYA SEKARANG?!” tanya Myesha sedikit meninggikan suaranya, serta dengan raut wajah yang seketika menjadi merah padam.

Di sini, Aurush malah membisu.

“TIDAK, KAN?! KAU BOHONG! BOHONG!” hardik Myesha, bulir-bulir bening perlahan turun membasahi pipinya. Perasaannya berubah dengan cepat, dan itu berhasil membuat Aurush seketika tertunduk.

“Apa hanya karena itu kau ingin kembali? Iya?”

Aurush kembali mengangkat kepalanya untuk menatap manik Myesha lebih dalam, menelisik lebih jauh mengenai kebenaran yang dihadirkan oleh matanya. Ia ingin tahu yang sebenarnya, sebab dirinya tak percaya akan ucapan gadis itu. Mungkin mulut bisa berbohong, tetapi hati tidak.

“Jujur!” lanjut Aurush dengan penuh penekanan.

“T-tidak. A-ada hal lain juga.”

Perlahan, tetapi pasti, hati Aurush tergerak. Ia lantas mengubah tatapannya menjadi lebih intens dari sebelumnya. “Apa?” tanyanya.

Myesha menarik napas sejenak, napasnya kian sesenggukan. “I-itu.” Ia tampak ragu untuk jujur, dirinya bahkan tak berani menatap manik hitam pria itu.

Sedangkan Aurush, pria bertopeng hitam itu tetap setia menunggu jawaban dari sang gadis dengan tenang, juga memastikan bahwa Myesha mengatakan segalanya, bukan hanya alibi semata.

Deja VuWhere stories live. Discover now