Bagian 18

129 31 2
                                    

Jangan terlalu memandang mudah suatu hal

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jangan terlalu memandang mudah suatu hal. Kamu akan menyesalinya.
***

Aktivitas Putra di kampung halaman tidak ada yang spesial. Pagi-pagi, ia membantu membereskan rumah, menggantikan Alisa yang biasa melakukannya saat Putra berada di perantauan.

Setelah pekerjaan rumah selesai, ia akan mengantar Alisa ke sekolah lalu menjemputnya pulang. Berhubung letak sekolah adik keduanya cukup dekat. Brama berangkat berjalan kaki dengan teman-temannya.

Terkadang Putra akan membantu mengantarkan jahitan ibunya yang sudah selesai. Kalau sedang tidak ada pekerjaan, ia akan menonton televisi sembari tiduran di atas karpet, tak lupa dengan ponsel yang selalu setia berada dalam genggamannya.

Tidak terasa, hampir dua minggu Putra berada di rumah dan menikmati suasana kampung halaman. Selama itu pula, ia tidak putus kabar dengan gadis di kota sana. Putra tidak tahu, kenapa semuanya terasa begitu mudah saat bersama Fay.

Perasaannya pada Jikara berubah begitu cepat setelah mengenal gadis itu, padahal sebelumnya Putra membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk move on.

"Kak Putra mau nasi goreng nggak?" teriakan Alisa terdengar dari arah dapur. Adiknya sudah pulang setengah jam yang lalu dan mengeluhkan lapar, sedangkan ibunya sedang pergi ke kampung sebelah untuk memenuhi undangan pernikahan.

"Mau! Yang pedes, ya!"

Putra yang tengah tiduran di atas karpet menjawab tak kalah keras. Hanya ada mereka berdua di rumah karena Brama sedang bermain bola di lapangan rumput.

Suara televisi yang menampilkan acara sinetron memenuhi ruangan. Namun, fokus Putra hanya pada ponselnya. Kekehan berkali-kali keluar dari bibirnya. Setiap berkirim pesan dengan Fay, perasaannya akan membuncah bahagia. Ia jadi tidak sabar kembali ke Bandung dan bertemu gadis itu.

Aroma nasi goreng tercium bersamaan dengan kedatangan Alisa yang membawa serta dua buah piring. Gadis remaja itu menghampiri kakaknya yang langsung bangkit dari posisi tidurannya.

"Mm ... wangi banget," ucap Putra menatap hasil masakan adiknya. Telur, bakso, dan sosis ikut andil menghiasai makanan di depannya. Ah, ya, tidak ketinggalan dengan sayuran yang gadis itu potong dengan ukuran sedang.

Kemampuan Alisa memang tidak diragukan lagi. Selain pandai berkebun dan memasak, Alisa juga sekarang sedang belajar menjahit agar bisa membantu meringankan pekerjaan Maya suatu hari nanti.

Satu suapan masuk ke mulutnya. Bumbu sambal ulek yang dihasilkan menciptakan rasa pedas asin yang lezat. Putra sampai dibuat kagum dengan kemampuan adiknya yang terus meningkat.

"Enak?" tanya Alisa melihat raut wajah kakaknya yang tampak menikmati hasil masakannya.

Putra mengangkat kedua tangan, menunjukan kedua jari jempolnya. "Enak banget! Kayaknya selain buka butik, kamu juga harus buka restoran, deh!"

Cutie Fay (Pre Order)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang