22 | Plan Escape 2

768 63 61
                                    

Happy reading!!
Buat yang lupa sama alurnya karena si author tidak bertanggung jawab ini, boleh diintip dulu part sebelumnya.

———————

"Just call her, Lana. Like everyone used."
—Jeon Jungkook.

***

Pulang? Lana tak bisa tak berdecih dalam hati ketika Jungkook mengatakan kata itu. Ia tidak percaya pria itu mengatakannya dengan sungguh-sungguh. Bukankah yang dimaksud pria itu dengan pulang adalah kembali menjadi tawanannya? Terkurung dalam simulasi neraka buatan pria itu. Pada akhirnya, tak ada yang bisa Lana lakukan selain melangkah pasrah mengikuti Jungkook yang setengah menyeretnya tadi siang. Pria iblis itu telah menciptakan lingkaran setan sempurna yang tak akan membiarkan Lana keluar dari dalamnya. Sekeras apapun ia mencoba.

Terlebih saat ini, Lana dihadapkan pada kenyataan jika ia bukan satu-satunya yang kebebasannya terenggut, tapi juga Ibu. Keamanan Ibu, mau tak mau sudah di ujung tangannya saat ia memutuskan untuk menerima tawaran Jungkook, jika ia harus menukar kebebasannya dengan keselematan Ibu. Salah melangkah sedikit saja, ia bisa tergelincir. Lana yakin Jungkook bisa melakukan apa saja terhadap Ibu, bahkan untuk hal yang mustahil ia bayangkan.

Jungkook, semengerikan itu. Lana bahkan masih bisa merasakan napas hangat pria itu di telinganya sampai menarik paksa kesadarannya di tengah tidur pulasnya. Dan bagaimana suara berat pria itu selalu berhasil mendominasi isi kepalanya hingga mengusik alam bawah sadarnya.

Lana memijat pangkal hidung sembari menghembuskan napas berat. Mengutuk dirinya sendiri begitu matanya melihat angka berapa yang tertera pada jam digital di atas nakas. Hampir sepertiga malam dan ia belum bisa menutup mata. Bagaimana bisa ia terlelap disaat ibunya di luar sana entah apa kabarnya.

Lana baru saja akan beranjak dari duduknya di depan kaca balkon ketika matanya menangkap sesuatu berkilat di sudut ruang. Awalnya, Lana pikir itu hanya salah satu patung milik Jungkook yang terkena pantulan cahaya bulan dari balik tirai yang sesekali diterbangkan angin. Namun, begitu benda mengkilat itu terlihat bergerak ke arahnya, Lana sadar pasti ada sesuatu yang menggerakkannya. Atau seseorang membawanya.

Di tengah temaram kamar, diam-diam Lana mengamati sekeliling kamar. Tak ada yang bisa ia lihat dengan jelas, listrik baru saja mati dan Lana hampir tak sempat memikirkan kemungkinan mengapa listrik di rumah besar ini bisa mati. Padahal cuaca pun sedang baik-baik saja.

"Siapa kau?" sebisa mungkin Lana mengatur suaranya agar tetap terdengar tenang. Kendati seluruh tubuhnya sudah bergetar tanpa bisa ia cegah.

"Ini Saya, Lana."

"Ahjussi?" Lana menyerngitkan dahi, ia mengenal suara itu meski waktu yang meraka habiskan untuk mengobrol tidak banyak. "Bagaimana Ahjusshi bisa masuk ke sini?"

"Kita tidak punya banyak waktu Lana. Bagaimana aku bisa masuk ke sini, itu bukan bagian pentingnya. Bagian terpentingnya adalah bagaimana aku harus membawamu keluar dari sini. Hidup-hidup."

"T-tapi kenapa? Maksudku—"Lana semakin dalam menyerngitkan dahi. Ia tahu ia harus keluar dari rumah ini bagaimanapun caranya. Namun, menerima bantuan dari orang yang baru kau temui sekali itu juga bukan ide yang terdengar bagus. Kau bisa saja tergelincir ke rawa buaya, kendanti kau baru saja melarikan diri dari kandang singa.

Seolah mengerti kekhawatiran Lana, laki-laki paruh baya itu kembali bersuara, "Aku mengerti ketakutanmu. Namun, kita benar-benar tidak memiliki waktu. Aku yakin mereka sudah menyadari kehadiranku. Mereka pasti sedang menuju kemari, Lana."

THE WATCHERTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon