17 | About His Charm

654 75 56
                                    

"Jangan pernah tertipu pesona Jungkook. Dia tidak pernah lebih baik dari apa yang terlihat."
—unknown shource

***

Entah sudah berapa hari Lana berada di rumah asing ini? Atau minggu? Entahlah, Lana hampir tidak memerhatikan berapa kali ia sudah melewati pergantian siang malam. Tidak ada yang berubah, meski sudah membiarkannya berkeliaran di rumah, Jungkook tidak pernah mengizinkannya keluar. Rumah ini terlalu luas dan ada terlalu banyak penjaga yang memperhatikan gerak-gerik Lana. Dan Jungkook, pria itu masih sulit ditebak. Di satu titik pria itu terlihat tenang, kemudian di lain waktu bisa sangat mengerikan.

Jungkook seakan dilingkupi lapisan tebal rahasia hingga sulit untuk ditembus. Hingga hari ini, tidak ada satu pun kisi yang Lana dapat untuk alasan pria itu menahannya di sini. Lana sudah berkali-kali mencoba kembali ke galeri lukis itu, tapi tempat itu selalu dikunci. Dewi bilang, selain Jungkook tidak ada yang boleh masuk ke sana, kecuali dengan seizin pria itu. Itu artinya, saat ruangan itu terbuka kemarin, murni karena kecerobohon Jungkook. Ucapannya di galeri beberapa waktu lalu, juga sebentuk mimpi yang dialaminya hari itu masih menjadi tanda tanya besar. Lana yakin keduanya berkaitan. Hubungan macam apa yang dimiliki Ayah Lana dan Ibu Jungkook di masa lalu? Apa benar Ayah sudah mati? Dan pria itu yang membunuhnya?

"Maafkan aku."

Suara itu menyentak lamunan Lana. Seorang pria paruh baya sekoyong-koyong mendekat ke arahnya, lebih tepatnya membersihkan kaki telanjang Lana yang kini terkena percikan tanah. Rupanya laki-laki yang tengah menggali tanah untuk menanam tanaman itu tak sengaja melempar tanah ke dekat kakinya. Lana bahkan tidak menyadari itu.

"Tidak, aku tidak apa-apa. Kau tidak perlu melakukan itu," Lana menarik kakinya dan memberishkan kotoran itu sendiri. Beberapa detik setelah diamnya, Lana menyadari satu hal.

"Ahjussi, kau baru saja mengatakan maaf dalam bahasa Korea?" sorot mata Lana berbinar antusias. Bagaimana tidak, selama ini yang bisa diajaknya berkomunikasi hanya Dewi, wanita dingin yang hanya akan bicara seperlunya dan Taehyung, pria itu menyenangkan, tapi seperti ada sesuatu yang membatasinya.

Jika dilihat lagi, seharusnya Lana sadar sejak tadi. Jika fitur-fitur wajah laki-laki yang ada di hadapannya saat ini tampak berbeda dari kebanyakan pekerja di rumah ini. Meski terdapat bercak-bercak cokelat bekas terbakar matahari, Lana dapat mengetahui jika kulit aslinya putih. Rambutnya sedikit kecoklatan dengan beberapa helai uban, matanya sipit dengan bola senada warna rambut, tapi dalam warna lebih terang serta sebuah garis bekas luka yang memanjang dari pangkal tulang hidung hingga rahang. Seraut wajah hangat yang membuat Lana nyaman, seolah ia telah mengenal laki-laki itu sejak lama.

Laki-laki itu hanya tersenyum tanpa sepatah kata. Menerbitkan lengkungan lebih lebar lagi di bibir Lana. Gadis itu sontak turun dari kursinya dan mengahampiri laki-laki itu.

"Senang bertemu dengan orang satu kampung halaman," Lana mengukurkan tangan.

Laki-laki itu menyambut tangan Lana dengan tawa gemas, "Aku tidak percaya Tuan Jeon akan memiliki kekasih yang sangat baik."

Lana mengibas-ngibaskan tangan seraya menggeleng kuat, "Bukan. Aku bukan kekasihnya. Kami tidak memiliki hubungan semacam itu."

Ada kebingungan jelas dalam mata laki-laki tukang kebun itu, sebelum akhirnya berganti menjadi pemakluman. Lana, yang menyadari arti tatapan itu seketika meralat ucapannya, "Maksudku, aku memang bukan kekasihnya, tapi yang jelas tidak seperti dugaanmu."

Laki-laki itu tersenyum, hingga kerutan disekitar mata dan garis hidungnya terlihat jelas, "Aku mengerti. Aku sudah mengenal Tuan Jeon hampir separuh hidupku. Terkadang aku menyesal harus melihat gadis-gadis seperti kalian harus terjebak di sini."

Lana mengerutkan kening, "Gadis-gadis seperti kalian?" ulangnya.

Laki-laki itu tidak menjawab, tapi senyum sesal yang terpatri itu sudah cukup menjelaskan. "Kau harus berhati-hati, Lana. Jangan pernah tertipu pesona Jungkook. Dia tidak pernah lebih baik dari apa yang terlihat."

Kening Lana semakin berkerut dalam. Namun, belum sempat ia menanyakan maksud ucapan laki-laki itu, suara Dewi terdengar memanggilnya dari dalam. Sontak Lana beranjak dari duduknya.

"Kami sudah menyiapkan makan siang," seperti biasa, Dewi membungkuk tenang.

"Sebentar lagi, aku sedang—" begitu Lana menoleh, Laki-laki tukang kebun itu sudah tidak ada di tempatnya. "Tadi... aku..." Lana menatap Dewi dengan pandangan bertanya.

Dewi mengangkat kedua alis tanda tak mengerti. "Kalau begitu Saya permisi," ucap wanita itu sebelum akhirnya berlalu.

Lana bergeming. Masih menyimpan tanya antara percakapannya dengan laki-laki itu dan kepergiannya yang tiba-tiba.

***

Sehabis makan siang, Lana tidak tahu harus melakukan apa. Sebenarnya Lana ingin melanjutkan obrolannya dengan paman tukang kebun itu, tapi meski sudah berkeliling rumah, Lana tetap tidak bisa menemukannya. Ia memang sudah tidak dikurung di kamar, tapi dibiarkan berkeliaran di rumah besar ini juga tidak memberikan dampak lebih baik. Tidak ada yang bisa dilakukannya. Atau sebenarnya ada.

Lana segera bangkit dari posisi berbaringnya. Setidaknya ia harus mencari tahu alasan Jungkook menahannya, selain alasan jika ayahnya sudah membunuh ibu pria itu. Ia harus membuktikan kebenaran ucapan Jungkook.

Tempat pertama yang harus Lana datangi adalah ruang kerja pria itu. Ruangan yang memiliki connecting door dari kamar. Lana kerap kali melihat pria itu keluar dari sana. Dan karena ruangan itu sering dikunjungi, seharusnya tidak sulit masuk ke sana.

Namun, belum sempat Lana menuju pintu ruang kerja, pintu kamar lebih dulu terbuka. Jungkook muncul setelahnya. Lana melompat kembali ke atas kasur dan menyembunyikan diri ke balik selimut sebelum pria itu sempat menyadarinya. Suasana hatinya sedang—selalu—buruk jika bertemu pria itu. Olehnya, Lana menutup mata dan mencoba mengontrol napas, tapi tetap menajamkan telinga. Syarafnya seketika dipaksa bekerja untuk lebih peka.

Untuk beberapa saat hanya ada suara sol sepatu yang mengetuk lantai konstan. Lalu suara seperti gorden yang tersibak bersamaan dengan penglihatan Lana dalam pejamnya semakin gelap. Dan bunyi sol sepatu lagi. Kemudian senyap. Cukup lama hingga Lana hampir berpikir jika Jungkook sudah pergi dari sana. Sampai saat Lana mencoba mengintip dari matanya yang menyipit. Hampir saja ia ketahuan. Bagaimana tidak, ia nyaris berteriak saat menemukan wajah Jungkook hanya berjarak jengkalan dari wajahnya. Entah apa yang pria itu coba lakukan.

Lana masih diam sekaku batu, ketika merasakan jari Jungkook menyingkirkan anak rambut yang menjutai menusuk kelopak matanya, yang sebenarnya memang mengganggu sejak tadi. Lana juga bisa merasakan jika pria itu menyeka keringat yang membasahi pelipisnya.

"Entah kenapa kau harus mengenakan selimut, jika akhirnya akan kepanasan."

Dalam hati Lana merutuku kebodohannya. Jungkook benar, tidak ada orang waras yang tidur menggunakan selimut di cuaca panas seperti ini. Ditambah penyejuk udara yang mati. Maka, jika Jungkook tinggal lebih lama lagi, Lana yakin selanjutnya ia yang akan mati.

Untunglah, setelah melakukan tindakan yang membuat jantung Lana hampir melompat, terdengar langkah kaki Jungkook yang menjauh. Setelah sebelumnya lebih dulu terdengar bunyi 'bip' penyejuk udara yang dihidupkan. Membuat degupan di dada Lana semakin sulit untuk diabaikan.










TBC...

Entah mau kamu apa, Jungkook. Kita tuh nggak bisa ditarik ulur begini😢 Jahat ya jahat aja, jangan pakai manis segala, ngerepotin perasaan orang aja. Ya gasi?

Holaaaa yorobeun-deul!! I'm home!! How are you today? Sibuk banget ya hari ini? Capek? Gapapa. Ingat, kita berusaha kemarin buat hari ini dan kita bersemangat hari ini buat besok. Oke? We always have God to help us. Anytime. Anywhere.

Last but not least, enjoy your day dan see you!!👋

With love, N💜

THE WATCHERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang