Epilog

662 57 18
                                    

"Sungguh lelah bermain tangis luka dan kini waktunya bermain tawa bahagia"

_Raka Derana Kanagara_

***



Perpaduan yang indah antara senyum dan lukanya, berkelana diantara reruntuhan berkilo-kilo meter jauhnya, tiap deru napas mengingatkan pedihnya derita hidup.

Mencari topangan kokoh agar raganya tak terhempas badai, sekuat tenaga bertahan.

Orang-orang berkata begitu mudah, kisah hidup seseorang disama ratakan. Meremehkan luka lara orang lain, menganggap hal yang biasa.

Tidak jarang mereka datang hanya untuk mengetahui bukan peduli, di depan mereka memamerkan kepedulian dan setelahnya gunjingan yang ditinggalkan.

Orang-orang pandai memasang topeng, menjadi bayang lain menyembunyikan yang lain. Menjadi badut, pelawak, cuek bahkan antagonis sekalipun.

Ada yang berkata 'Manusia pandai menyembunyikan perasaannya' dan itu benar.

Terlalu sulit di tebak, hingga untuk mencari yang tulus ada di saat terpuruk bagai mencari jarum di tumpukan jerami.

Kekecewaan di ukir berulangkali menjadikan rasa ragu mengenai ketulusan hati, sekalipun itu benar.

Seperti itu pula yang remaja 19 tahun itu pikirkan, sering di kecewakan oleh keadaan membuat sulit percaya kembali. Memilih melepas membiarkan angin berhembus membawa ia berlayar tanpa berniat berlawanan haluan, karena dengan begitu ia bebas.

Tanpa pertikaian menyakitkan hati, dengan begitu semuanya bahagia bukan?

Duduk menghadap gedung-gedung pencakar langit, di atas rooftop berteman pijar lampu-lampu kota.

"Begini lebih baik, gue bahagia. begitupun mereka kan?"

Tanpa ia tahu tangis sesal berbumbu rindu masih menaungi malam-malam kelam, hari-hari hampa mencekik semakin kuat.

Mereka terpuruk dalam kubangan derita yang dibuatnya seorang diri, tapi sederet kata mampu membuat secuil harapan. Karena suatu saat nanti ketika Raka bisa memaafkan dan mampu bangkit dari kubur luka, mereka akan bertemu kembali.

"Perpisahan ini, cukup menyakitkan. Mereka sempurna dalam keluarga dan gue sempurna dalam luka" monolog Raka seorang diri.

Kali ini ia yakin atas apa yang diputuskan, jalan ini yang akan menggantikan caci maki lara. Biarlah mereka mau melakukan apapun, Raka tidak peduli karena kini tujuannya adalah membenahi diri menjadi lebih baik.

Suatu saat di masa depan ia ingin membangun 'rumah' sendiri, tapi sebelum itu ia harus berkelana menjelajahi penawar menutup tangis luka derita. Karena cukup sekali rumahnya hancur jangan yang kedua kali.

"Semua berjalan di alurnya masing-masing, luka lara pasti akan terganti tawa bahagia di masa yang tepat" gumam Raka.

Sekuat tenaga ia tak membenci walaupun kecewa tidak bisa ia tutupi.

Bibir tipisnya tersungging senyum manis terpantri.

"Kali ini gue merasa terang lentera bahagia mulai tampak" ucapnya.

Segalanya berakhir lewat ending yang ia pilih, semoga bahagia di masa depan menutup luka yang terbuka lebar.

Meski luka sangat menyakitkan begitu besar, jalan yang dilalui sangat terjal. Namun, ia percaya Tuhan itu baik.

*******

Jangan lupa Vote serta koment nya kawand 🤩

Terimakasih atas kunjungan di cerita ini, maaf seandainya ada salah kata yang tidak berkenan di hati.

Sejatinya banyak kekurangan dalam cerita ini baik dari segi alur maupun tata bahasa, saya selaku penulis memohon maaf.

Dan terimakasih pada pembaca semua yang bersedia menemani kisah ini sampai usai.

Sampai jumpa di lain projek.

Maaf dan terimakasih.

gisart, 19 Juli 2022

I'm Still Hurt Where stories live. Discover now