19

333 50 26
                                    

"Kita memang tidak tepat untuk di sebut ikatan, waktu juga salah karena kembali menyatukan lewat keadaan"

_Raka Derana Kanagara_







Happy Reading


***



Cerita yang pernah hampir usai mengantarkan petualangan baru, kisahnya akan mengajarkan sisi lain dari terangnya pijar lentera.

Pancaran sinar yang seakan jauh dari harapan, bukan hanya mustahil namun sudah tidak mungkin.

Ketika cahaya yang kini hanya seujung padi meredup, dia masih mau bertahan mengibarkan bendera perjuangan.

Melawan dentuman besar ketika sang raga beradu dengan gesekan partikel, bagaikan percikan api yang menghanguskan, tiap angan yang ada.

Dia menjadi center dalam tiap untaian bait yang tersusun rapi, menyusun harapan apa yang mungkin terjadi di masa mendatang.

Kelak saat lentera itu padam, bayang luka kan turut menghilang namun bekasnya kan terus terbayang.

"Jadi Gimana Rak, apa yang mau Lo lakuin ke depannya?" tanya pemuda di samping kirinya sambil mengunyah kripik singkong.

Laki-laki yang diajak berbicara itu mengedik'kan bahu tak tau, jujur itu belum ada dalam pikiran.

Yang ia tau apa yang terjadi di hari ini saja sudah tidak terkendali, apa yang bisa ia perbuat di hari esok pun hanya abu-abu.

Berawal dari dirinya dan sekarang segalanya berpusat pada langkah yang mungkin ia ambil.

"Gue, gak tau." itu yang mampu ia suarakan.

"Di saat mimpi yang yang pernah serasa begitu dekat, sekarang udah mustahil untuk di gapai. Gue cuma bisa menjalani hari sesuai dengan apa yang masih membekas dalam ingatan gue, selebihnya itu cuma angan" sambungnya menghempaskan punggung pada sandaran sofa.

"Kalau seandainya mereka lebih menyakitkan untuk lo, seharusnya lo ikuti apa yang gue minta sejak awal" ujar laki-laki berkacamata minus itu.

"Gue selalu bilang, kalau hidup lo gak seindah itu. Lo mungkin bisa bersembunyi dari kenyataan, tapi sampai kapan?" damprat cowok itu kesal.

Raka menatap kosong langit-langit, dia sadar bahwa semakin hari semuanya semakin rumit.

Dia lelah hidup di atas tekanan, tapi perasaan bodohnya itu lebih mendominasi.

Melihat Raka yang hanya bediam diri tanpa mampu menjawab tiap kata yang ia ucap, cowok berkacamata itu menghembus napas jengkel.

Berulang kali ia memperingatkan, berulang kali ia menjelaskan namun sahabatnya itu tetap saja bebal.

"Gue masih mau di sini, sampai akhirnya gue capek sendiri" kata. Raka pada akhirnya.

"Sampai kapan lo mau kayak gini, bukan hanya apa yang ada di otak lo tapi juga yang sekarang jadi beban lo" balas cowok berkacamata menatap tak terima.

"Dari awal gue udah nurutin kemauan lo, tapi sekara gue gak bisa lagi. Gue gak mau hal yang buruk terjadi, kalau bukan karena benturan itu gue yakin semuanya masih bisa terkendali" cecar cowok itu.

"Gue tau tapi gue mau di sini Dik!" sahut Raka menyentak.

"Kalau sampai Aruna tau gue gak akan bisa bantu lo"

Raka menghela napas, resikonya terlalu tinggi hingga membuatnya takut dengan segala kemungkinan.

"Jangan sampai dia tahu, gue gak mau ngeliat dia hancur" ia menyayangi Aruna, sangat.

I'm Still Hurt Where stories live. Discover now