31

385 57 37
                                    

"Pandangan orang memang tidak bisa di kendalikan, ada yang melihat mu iri dengki, menganggap mu bak sampah tapi meskipun begitu pasti ada yang menatap mu bak intan berlian"

_Raka Derana Kanagara_









Happy Reading



***





Pusaran takdir sangatlah misteri teka teki pun sulit dimengerti, dalam banyak nama, dalam jalan yang bercabang semua dipusatkan pada satu akhir yang mungkin tidak pernah terbayangkan.

Gambaran musafir berkelana mengitari waktu, mencari rumah yang sekiranya tempat ternyaman dalam artian sebenarnya.

Terik mentari seakan membakar jiwa, deras air asin membanjiri kulit, haus, lelah tak menjadikannya menyerah.

Berat pikulan yang meminta berhenti tak dihiraukan, sudah sampai sejauh ini apa harus berakhir tanpa menemukan jawaban atas pencarian dibalik kisah yang menyakitkan.

Banyak yang dikorbankan, banyak yang dipermainkan lewat skenario tidak berperasaan yang diperankan.

Tokoh utama baik dan sempurna namun dibalik itu ia menyimpan kelicikan yang mampu mematahkan segala nilai positif dari pandangan sekitar.

Segaris senyum terbitan di bibir tipisnya, kali ini mereka yang disebutnya sahabat mau mendengarkan tidak meninggalkan ia seorang diri, seperti beberapa bulan silam dimana mereka memergokinya mabuk ditambah sebuah video hasil kejahatan mantan ayah tirinya.

Kebenaran yang menyakitkan tidak menutup kekecewaan yang ditimbulkan, Raka sadar yang dilakukannya salah tak seharusnya ia mempermainkan orang lain se-sadis ini.

"Bukan masalah kalau lo bohong kita ngerti kok, kita seharusnya ngucapin terimakasih karena lo masih mau menganggap kita sahabat. Ya, walaupun kita kesel sama lo" ujar Karel lewat sambungan video call group beberapa menit lalu.

Benar kata Diki, mereka hanya perlu ruang untuk mencerna situasi.

Raka mengusap wajah, ia mengambil beberapa tamblet obat dari dalam laci, tanpa banyak berpikir ia menelan butiran pahit itu.

Ia berjanji akan berjuang melawan sakitnya, ia akan berusaha memberikan perjuangan terbaik dalam dirinya.

Mendudukan diri di atas ranjang cowok jangkung itu memijat belakang kepalanya pelan, sudah larut malam ia harus beristirahat.






Brak






Raka terlonjak kala seseorang masuk ke ruang tidurnya dengan tidak sopan. Mengelus dada sebelah kiri mencoba menetralkan degup jantung, jika begini caranya ia bisa mati mendadak.

"Berani beraninya kamu Raka, apa maksud kamu hah!" bentak pria dewasa itu marah.

Sudah ia peringatan berkali-kali, tapi mengapa putra bungsunya itu tidak paham juga. Setiap hari ada saja kelakuan anak itu yang tentunya mancing emosi.

Fahri sudah menjelaskan dengan berbagai cara tapi prilaku anaknya tidak berubah malah semakin menjadi. Setelah mencaci Ken dengan sok berkuasa putranya itu menitah remaja 15 tahun yang sangat baik itu untuk pergi.

Untung ia memergoki Ken yang tengah mengemasi barang-barangnya kalau tidak entah apa yang akan terjadi.

"Punya hak apa kamu mengusir Ken dari rumah ini!" damprat Fahri berapi-api.

Raka mengerutkan kening hingga kedua alisnya seperti menyatu, kapan ia mengusir anak itu. Seingatnya mereka hanya bertemu di meja makan tadi.

Ah, ia mengerti sekarang drama baru si pencari muka telah bermula.

I'm Still Hurt Where stories live. Discover now