21. Senior year

1.7K 252 17
                                    

###

Oops! Ang larawang ito ay hindi sumusunod sa aming mga alituntunin sa nilalaman. Upang magpatuloy sa pag-publish, subukan itong alisin o mag-upload ng bago.

###

Enam belas tahun yang lalu.

Prava menatap lapangan yang terlihat jelas dari pintu kelas yang terbuka lebar. Walaupun AC dinyalakan, ia juga bisa merasakan lembabnya udara kota Jakarta siang ini karena ia duduk di meja terdekat dengan pintu.

Sesekali laki-laki itu ikut menyahut dan membaur pada obrolan teman-teman sekelasnya yang nampak selalu seru. Apalagi sekarang mereka semua ada di kelas 3 SMA, waktu disaat kita merasa paling akrab dan dekat dengan teman-teman.

Prava sebenarnya bosan.

Alasan mengapa ia bisa melamun sambil menatap lapangan atau mengapa teman-temannya bisa mengobrol seru dengan bebas adalah karena jam pelajaran kali ini diisi oleh kegiatan konsultasi pada guru konseling.

Karena berada di kelas 3, murid-murid mulai didata dan diberi arahan perihal kelanjutan pendidikan mereka. Prava sendiri, karena punya nama dari huruf A, tentu gilirannya dipanggil lebih dulu. Jadi kini ia cuma bisa melamun menghabiskan waktu selama teman-temannya bergiliran masuk ke dalam ruang guru konseling.

Kalau harus diceritakan, kayaknya semua orang yang mengenal Prava, termasuk guru-guru, tahu kalau laki-laki itu punya pilihan yang pasti untuk melanjutkan pendidikan. Dan dugaan mereka semua benar. Prava akan melanjutkan pendidikannya di bidang kedokteran.

Ketika tadi berkonsultasi di ruang guru konseling, Prava tentu diberi arahan universitas-universitas bagus nan bergengsi di luar negeri. Dari mulai universitas yang dekat seperti di Singapura, sampai universitas di benua berbedap seperti di Amerika dan Inggris. Toh dari segi kecerdasan Prava sebenarnya bisa masuk ke universitas mana pun yang ia mau.

Prava pribadi gak punya niatan untuk menolak arahan gurunya itu. Ia juga tahu orang tuanya akan menyetujui di mana pun ia kuliah, apalagi kalau sampai ia mengambil universitas bergengsi di luar negeri. Pasti itu menjadi lampu hijau untuk karir Prava di rumah sakit keluarganya nanti.

Prava yang sedari tadi melamun akhirnya menegakkan badan dan mentapa teman sebangkunya yang baru kembali ke kelas.

"Udah, Nya?" tanya Prava memancing pembicaraan.

Kanya mengangguk kecil sambil menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi. Perempuan itu kini duduk di sebelah Prava. "Udah, sih. Tapi masih mentah banget, belum ada pilihan pasti. Lo gimana?"

"Sama," jawab Prava berbohong. Padahal ia sebenarnya sudah punya setidaknya 5 universitas yang akan ia tuju.

"Lo ada niatan kuliah di luar negeri gak, Nya?" tanya Prava lagi.

"Ya nggak lah. Lo mau gue makan sama apa coba?" jawab Kanya sambil terkekeh.

"Tadi kata Bu Grace sih gue disuruh daftar ke universitas yang nyediain beasiswa. Tadi ada dua universitas sih, satu negeri satu swasta."

IdyllicTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon