16. Say it out loud

2.1K 318 65
                                    

###

Ops! Esta imagem não segue as nossas directrizes de conteúdo. Para continuares a publicar, por favor, remova-a ou carrega uma imagem diferente.

###

Sekarang.

Seorang anak mungkin gak akan pernah mengerti kenapa orang tua melakukan ini-itu yang menurut mereka gak perlu atau gak masuk akal.

Seorang anak juga mungkin gak akan pernah mengerti kenapa orang tua memutuskan untuk berbohong akan satu-dua hal.

Seperti layaknya Kiya, perempuan kecil yang gak mengerti apa-apa dan kini tertidur lelap setelah menghabiskan waktu bersama orang tuanya. Seperti layaknya Kiya, kadang ada hal yang gak perlu dimengerti seorang anak.

Mungkin karena dengan gak tahu bisa lebih melindungi hati sang anak. Atau mungkin karena itu hanya kebohongan sepele yang gak perlu seorang anak ikut pikirkan.

Kanya menatap Kiya yang tertidur lelap kemudian mengecup lembut puncak kepala anak perempuannya itu.

Jujur, ia masih mengingat jelas tangisan Kiya kemarin siang. Ia masih ingat penolakan perempuan kecil itu padanya juga Prava.

Kanya terbiasa tumbuh besar jadi seseorang biasa dan gak spesial. Ia terbiasa gak diinginkan. Tapi melihat Kiya yang menolaknya tiba-tiba seolah-olah membuat luka baru untuk Kanya.

Dulu, mungkin yang gak menginginkannya cuma sekedar para pasangan-pasangan yang mencari anak, mereka bukan siapa-siapa juga baginya. Tapi ini Kiya. Jiwa yang membuatnya merasakan keluarga yang lengkap.

Tapi lagi-lagi Kanya teringat pertengkaran di mobil bersama Prava kemarin.

"Va, ayo ngobrol," ucap Kanya segera setelah membuka pintu kamar mereka.

Prava yang sibuk mengeringkan rambutnya dengan handuk cuma mengangguk kecil. "Oke."

"Jangan di sini, nanti Kiya denger."

Prava kembali mengangguk. "Yaudah, ayo. Di taman belakang aja."

Kanya kali ini mengangguk setuju dan berjalan terlebih dahulu menuju taman belakang. Ia memilih kursi yang cukup jauh dari kamar Mbak Yayu juga dari pintu masuk ke rumah. Sebisa mungkin, obrolan malam ini cuma akan didengar olehnya juga Prava.

"Mau ngobrol apa, Nya?" tanya Prava yang duduk di sebelah Kanya.

Kanya menoleh gak percaya. "Lo santai banget ya..."

"Emang gue harus gimana? Ini konteksnya apa sih, Nya?"

Kanya tersenyum setengah. "Oke, maaf. Gue terlalu sensitif."

"Soal Kiya tadi siang, Va."

"Bukannya masalahnya udah selesai, Nya? Apa lagi yang perlu dikhawatirin?"

"Udah selesai gimana sih, Va? Kita berdua tadi cuma ngomong supaya Kiya gak sedih aja."

Prava mengernyitkan keningnya gak suka. "Gue gak merasa ngasih omong kosong ke Kiya kok, Nya. Soal ucapan lo di mobil, semuanya udah clear, kan? Gak ada itu soal cerai-cerai."

IdyllicOnde as histórias ganham vida. Descobre agora