22. Angry Feminist

212 36 49
                                    

DUA PULUH DUA
Angry Feminist

"I'm so sick of running as fast as I can
Wondering if I get there quicker if I was a man
And I'm so sick of them coming at me again
'Cause if I was a man, then I'd be THE man."

The Man, Taylor Swift

⠀⠀Cuma perempuan.

⠀⠀Lagi-lagi itu alasannya. Aku, tidak pantas merasa hebat karena aku perempuan. Tidak pantas memiliki nama Adiwirja karena aku perempuan. Dan yang mirisnya? Mereka yang mengatakan itu juga perempuan.

⠀⠀Aku benar-benar tidak paham dengan pemikiran seperti ini. Apa yang membuat orang berpikir perempuan lebih rendah dari laki-laki? Oh ya, tentu saja… sistem patriarki. Yang sudah mendarah daging dan membuat bahkan perempuan pun merasa dirinya dan kaumnya memang tidak boleh di atas laki-laki. Karena hanya laki-laki yang boleh merasa hebat.

⠀⠀Tidak percaya? Coba kalian pikirkan. Kalau aku seorang laki-laki, tidak akan ada yang bilang aku tidak tahu diri. Alih-alih, mereka akan mengatakan bahwa aku adalah seorang yang tegas dan pemberani.

⠀⠀Mereka tidak akan bilang kesuksesanku hanya berasal dari warisan, tapi mereka akan bilang aku pandai mengelola privilege yang kupunya. Karena apa yang kudapat dari Eyang, itu hanya recehan kalau dibandingkan dengan apa yang ada di atas permainan monopoli Adiwirja. Bagian Rex mungkin sepuluh kali lipat dari bagianku, tapi apa yang terjadi? Tetap saja itu hangus tak bersisa.

⠀⠀Kalau aku seorang laki-laki, mereka tidak akan menyebutku tidak punya sopan santun. Justru, mereka akan membandingkanku dengan para tokoh wayang. Entah itu Antareja, Antasena, Wisanggeni. Ksatria yang tidak pernah berbicara dengan halus karena mereka tidak menyukai basa-basi duniawi.

⠀⠀Tidak akan ada kata 'perawan tua' keluar dari mulut mereka, dan mereka akan memaklumi karena aku fokus berkarir. Lalu mereka akan menyebutku laki-laki mapan dan matang.

⠀⠀Dan kalau aku adalah seorang laki-laki yang memiliki banyak pasangan… tentu saja mereka tidak menganggap itu aneh. Bagi mereka, laki-laki memang sudah 'kodrat'nya tidak pernah puas. Dan alih-alih konotasi negatif, mereka akan bilang aku sedang mencari perempuan yang paling sempurna untukku. Jika aku meninggalkan perempuan itu, bukan aku yang disalahkan. Mereka akan menyalahkan si perempuan karena tidak cukup hebat, tidak cukup cantik, tidak cukup pintar, dan entah apa lagi.

⠀⠀Karena perempuan akan selalu dianggap 'tidak cukup'. Karena menurut mereka, perempuan hanya setengah manusia, setengahnya lagi adalah pemuas nafsu dan ego laki-laki. Karena hanya laki-laki yang boleh berbuat sesuka mereka tanpa konsekuensi yang dihadapi perempuan.

⠀⠀Kalian melihatnya kan, sekarang? Jika aku laki-laki, mereka akan memuji dan mengelu-elukan aku sebagai alpha male. Tapi karena aku perempuan, pujian tertinggi yang kudapat adalah tidak tahu diri.

⠀⠀"Ini sih batu asli, nduk." Dad mencondongkan tubuh gempalnya ke atas meja dapur, tempat aku meletakkan kotak beludru berisi satu buah batu safir biru tua yang cukup besar, berbentuk tetesan air.

⠀⠀"Kalo gak asli, gak akan aku bela-belain kesana buat minta ini, Dad." Aku melambaikan kertas yang sudah mulai menguning di tanganku, membacanya untuk kesekian kali. Isinya, tulisan tangan Eyang Uti yang memberikan batu safir kesayangannya untuk cucu perempuan satu-satunya, alias aku. Tak lupa, Eyang Uti memberi pesan agar aku menjadikannya sebuah liontin.

The VillainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang