7. Dengan Segala Cara

261 56 15
                                    

TUJUH
Dengan Segala Cara

"I make my money and I write the checks,
So say my name with a little respect."

Don't Call Me Angel
Ariana Grande, Lana Del Rey, Miley Cyrus

⠀⠀Ketika aku naik ke lantai tiga lagi di hari itu, aku pasti terlihat sangat bimbang hingga Chanyeol langsung bertanya ada masalah apa. Aku menceritakan secara singkat padanya, sebelum bertanya-tanya apakah keputusanku salah.

⠀⠀Aku memang meminjamkan enam puluh juta itu pada Regha, dengan merogoh tabungan pribadiku—tidak mungkin aku berani mengutak-atik tabungan operasional butik. Kupikir, toh masih ada bunga bulanan dari deposito untukku hidup sehari-hari, walau memang tidak banyak. Setidaknya masih bisa untuk makan.

⠀⠀Sebagai manusia paling curigaan di dunia, tentu aku membuat surat perjanjian hutangnya. Lengkap dengan materai, fotokopi KTP, sampai dokumentasi. Regha sih berjanji akan membayar dalam tiga bulan setelah pinjamannya di-acc bank. Gali lubang tutup lubang namanya, tapi bodo amat. Itu urusan dia. Aku sih lebih khawatir pada ibunya.

⠀⠀Meski begitu, tetap saja aku merasa sedikit ragu. Orang-orang cenderung mengira Ardhanareswari adalah anak bos old money dengan privilege berlimpah. Aku memang punya privilege lebih, tapi tidak seheboh yang mereka pikirkan. Bisnis dan ruko ini memang kumulai dari hasil menjual rumah dari Eyang Kakung, tapi bukan berarti aku bisa menghamburkan 60 juta tanpa berpikir. Itu tetap termasuk duit gede bagiku.

⠀⠀Chanyeol meyakinkanku bahwa semuanya akan baik-baik saja, dan dia bilang aku hebat karena memiliki kepedulian tinggi pada orang lain. Padahal, saat itu perutku terasa bergolak karena feeling-ku mengatakan yang sebaliknya.

⠀⠀"Bos, furing udah mau abis nih," lapor Mas Aris yang baru keluar dari gudang.

⠀⠀"Udah mau abis? Bukannya kemaren baru abis beli lima roll?" Keningku berkerut.

⠀⠀"Ya kan kepake banyak buat bikin seragamnya Kak Sashi. Lagian hari-hari biasa aja lima roll cuma buat berapa bulan."

⠀⠀Aku memijat pelipis. Kenapa oh kenapa, saat aku tidak punya uang pegangan seperti ini, malah mendadak banyak sekali keperluan yang harus dibeli? "Yaudah, nanti aku pesen lagi. Apalagi yang udah mau abis? Dicatet aja biar sekalian."

⠀⠀Mas Aris manggut-manggut, mencari pulpen dan mencatat di sobekan kertas pola yang sudah lecek. Aku menerima catatan itu, mengantonginya dengan lesu dan masuk ke ruang finishing. Ruangan itu sudah penuh dengan begitu banyak anak-anak magang, termasuk Sas yang mengawasi pengerjaan gaun resepsinya.

⠀⠀Biasanya, mood-ku akan membaik kalau mendengar cewek-cewek ABG ini saling bercanda atau mengobrol lucu, jadi aku memutuskan untuk ikut mengerubungi gaun Sashi. Untuk gaun resepsi berwarna champagne itu, aku membuat motif khusus yang digambar dengan tangan, lalu motif itu dipayet satu persatu. Apalagi, aku berusaha menonjolkan detail khas Ar Adiwirja yang tidak hanya terdiri dari butiran payet dan kristal, tapi juga bahan tulle yang dirempel, sulam pita, bordiran, mutiara, hingga detail tiga dimensi lainnya. Tak lupa tulisan 'And they live happily ever after...' di tengah belakang yang sekarang kukerjakan dengan tanganku sendiri.

⠀⠀"Jangan dipikirin, Ar." Sas menepuk-nepuk bahuku, seolah tahu apa yang membuatku gelisah dari kemarin. "Kan emang buat ibunya Regha. Kalo dia minjem ke gue, pasti gue juga bakal ngasih. Gak tega coy, ibunya kan emang ringkih gitu ya dari dulu."

The VillainWhere stories live. Discover now