Bianca menggepalkan tangannya, mengumpulkan keberaniannya dan dengan perlahan menatap kearah Sakha. Sakha memandangi wajah gadis itu dengan lembut. Tatapannya sama seperti biasa. Menatapnya dengan tulus. Bahkan saat Bianca menolak pun, Sakha tetap menatapnya seperti itu.

"Ka-kau tahu kan apa yang terjadi pada Caca"

"Caca? Oh, dia menceritakannya pada mu?"

Bianca hanya mengangguk menimpali pertanyaan itu.

"Bagus lah kalau kau sudah tahu"

"Bagus? Bagus katamu? Apa kau gila?"

"Ke-kenapa?"

"Kenapa? Kenapa mudah sekali kau menyakiti perasaannya?"

"Aku tidak menyakitinya. Aku sudah mengatakannya dengan baik"

"Kau kira dia akan menerimanya begitu saja? Kenapa kau menolaknya?" balas Bianca tanpa henti

"Karena aku menyukaimu"

"Sudah ku katakan dari awal bukan, aku tidak menyukai mu. Dan dari awal sudah ku katakan juga, akan ada seseorang yang tersakiti karena perasaan mu"

"Lalu, kau menyalahkan ku atas semua perasaan ku? Lagi pula, ini tidak akan terjadi jika kau menerima ku. Semua orang akan tahu kalau kita pacaran. Dan Caca dengan sendirinya akan melepaskan ku"

"Kau benar-benar egois! Kau pikir Caca dengan mudahnya bisa melupakan mu? Perasaan itu tidak akan hilang sebentar. Atau mungkin tidakpernah hilang"

"Itu lah yang kurasakan. Sekeras apa pun kau menolak ku, perasaan itu tidak akan pernah hilang"

"Bodoh sekali" lirih Bianca sambil memegang kepalanya yang terasa berat. "Kau harus membuka hati mu untuknya"

"Kau pikir mengubah perasaan itu sama seperti mematikan lampu? Dengan sekali tekan maka akan berubah"

"Kalau terus begini, kau akan menyakiti Caca"

"Bian, aku tak ingin berdebat dengan mu. Baiklah, maafkan aku telah menyakiti perasaan Caca. Aku tidak tahu kalau dia menyukai ku. Tapi aku juga tak bisa mengubah perasaan ku. Jika aku mengubahnya dengan terpaksa, itu akan lebih menyakiti Caca. Lebih baik di tolak dari pada di cintai secara paksa kan?"

Bianca terdiam menahan kepalanya yang terasa berat. Ia memandangi langit biru dengan cemas. Dari lubuk hatinya, ia setuju dengan apa yang dikatakan Sakha. Ia tak bisa menyalahkan Sakha sepenuhnya. Tapi Bianca juga tak ingin melihat teman terbaiknya tersakiti karenanya. Sudah lama ia dan Caca berteman, dan ia tak ingin pertemanan mereka rusak hanya karena urusan cinta bodoh ini.

"Ahh menyusahkan sekali" lirih Bianca menatap Sakha dengan tajam. "Bagaimana pun juga, berusahalah untuk melupakan ku"

***

- D -

"Lama-lama aku merasa tak enak dengan mu" ucap Delisa sambil menyantap beberapa makanan ringan yang ia pesan. "Sebaiknya kau tidak mentraktir ku lagi. Kalau begini bisa-bisa duit mu habis"

"Hahaha santai saja. Lagi pula makanan di kantin kan tidak mahal"

Delisa melirik kearah Oskar, menurutnya Oskar lebih tenang dari kebanyakan pria yang ia temui. Tidak seperti orang-orang sekitaranya yang kini tengah berbisik sambil melirik kearahnya.

Eh, tunggu... Apa?

Mereka semua melirik Delisa?

Ya, mereka melirik kearah Delisa dengan sinis. Delisa yang ditatap begitu pun merasa risih. Apakah ada yang salah dengannya? Tampaknya hampir semua penghuni kantin menatap mereka sambil berbisik. Tidak, tidak semuanya, hanya para gadis-gadis saja. Tatapan itu terasa tak nyaman baginya, seakan mengatakan bahwa ia harus pergi dari kantin.

"Lisa" Panggil Niko sekali lagi mencoba menyadari Delisa. "Kau melamun?"

"Ahh tidak. Sepertinya perasaan ku tidak enak"

"Kau sakit?"

"Tidak, mungkin... karena ujian itu"

"Ujiannya susah sekali ya?"

"Yahh bagaimana lagi. Pertanyaan yang muncul adalah materi yang belum sempat ku pelajarai"

"Kau mau kemana?" tanya Niko saat Oskar tiba-tiba beranjak dari duduknya

"Toilet"

Oskar meninggalkan mereka yang sibuk dengan makanan masing-masing. Delisa mengunyah makanannya dengan tenang walau telinganya masih mendengar beberapa bisikan disana. Ia berusaha untuk tidak menghiraukannya.










Haii gaiss gimana ceritanya??

Jangan lupa tinggalin vote dan komen ya, kritik atau saran juga boleh

Jangan lupa share juga ke teman-teman kalian

See u next chapter~

Cinta ABCD [ON GOING]Hikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin