1O - Hidup itu Pilihan

769 110 22
                                    

Life is choice.

Even though I don’t believe, circumstances still force me to believe.

Bahwa hidup itu memang pilihan. Bukan tanpa sebab Ayyara merangkumnya hingga demikian. Pertumbuhannya yang selalu disertai berbagai macam pilihan membuatnya berpikir bahwa hidup itu memang pilihan.

Memilih antara fokus mengembangkan bakat atau berada di kelas unggulan. Memilih antara opsi a sampai e pada pilihan ganda saat ujian. Memilih antara seni atau IPA. Memilih antara Arya atau pendidikan. Salah dalam pilihan itu wajar. Yang terpenting jangan memilih untuk berhenti.

“Gue harus bisa!” kata Ayyara dengan tangan terkepal.

Langkah kakinya tiba-tiba memelan tatkala telinganya tidak sengaja menangkap suara sarkasme dari seorang perempuan. Dengan penuh keraguan, ia berjalan menuju toilet perempuan.

“Lo punya kaca nggak sih, di rumah Fan?”

Azalea Bimantara. Ayyara sangat yakin bahwa itu suara mbak model di kelasnya.

“Jelek, dekil, Cuma menang pinter doang! Bersyukur lo pinter jadi nggak nothing banget.”

Bersyukur? Fanny sudah berusaha membangun rasa bersyukur tersebut. Menghibur diri sedemikian kerasnya, menutup mata pun telinga pada ujaran menyayat hati. Namun, sekalipun ia berusaha tidak peduli. Dengan gampangnya orang lain membawanya kembali ke jurang di mana segala rasa insecure itu ada.

“Gue kasih tau ya, Fan. Jaman sekarang kalau nggak bisa ngerawat diri nggak bakal dihargai. Paling enggak kalau nggak cantik, bisa berpenampilan rapi.”

Good looking is number one. Bukan soal cantik ganteng, tapi enak dilihat”

Ayyara masih setia mendengar segala kalimat fakta, namun salah dalam penyampaiannya hingga membuat Azalea terkesan meroasting habis-habisan Fanny.
Azalea hanya berkomentar tanpa memberi solusi yang tepat. Padahal, ia tidak tahu apa penyebab Fanny seperti ini.

First impresion orang itu jatuh ke penampilan. Orang lain lihat lo nggak bakal langsung paham kalau lo pinter. Tapi yang pasti mereka bakal lebih dulu menyimpulkan lo dari penampilan sebelum tau soal diri lo.”

“Hilangin jerawat lo, rawat diri. Setidaknya sebagai apresiasi atas pemberian Tuhan.”

Fanny mendengarkan semua ujaran Azalea. Meskipun penyampaiannya tidak bisa ia benarkan, ia masih dapat menangkap makna yang Azalea sampaikan. Ia bermasalah sama ekonominya. Ia juga ingin merawat dirinya, akan tetapi ia tidak memiliki cukup uang untuk membeli produk perawatan kulit.

“Jangan sampai lo ngerusak citra unggulan—“

“Oh, jadi gini siswi cantik seantero sekolah ngeroasting temennya sendiri?”

Ayyara melangkah menghampiri Azalea dan Fanny.

“Bersyukur aja, gue mau ngasih tau,” ujar Azalea, menyandarkan badannya di wastafel.

“Pakai unsur menjatuhkan? Lo komentar kayak tadi, terus lo nyuruh orang bersyukur? What the hell princess, niat lo mau jadi support girl atau mau ngejatuhin Fanny?”

Azalea menaikkan sebelah alisnya. Ia tidak ingin meributkan hal tidak penting ini lagi hanya karena cara bicaranya tidak disukai oleh Ayyara.

“Terserah lo mau suka sama cara penyampaian gue atau enggak.”

Setelah itu, Azalea berlalu meninggalkan toilet perempuan. Ia hanya menyampaikan pendapatnya saja. Tidak peduli mereka terima atau tidak.

“Lo nggak apa-apa?” tanya Ayyara.

PYTHAGORAS (END)Opowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz