[13] Mengenal Dia

317 40 30
                                    

Diharapkan untuk sambil makan karena episode kali ini mungkin bakalan bikin kalian ikutan laper, haha.

♧♧♧

Malam mulai terlihat, belum terlalu larut, karena jalan raya masih begitu ramai, mulai dari pedagang kaki lima, anak motor, hingga orang pacaran. Walau jam sudah menunjukkan pukul 9 malam, artinya sudah bukan lagi cahaya terang, tapi sudah gelap. Untuk dia yang merupakan anak kos, jam segini masih terbilang awal. Belum waktunya tidur, karena jam overthinking juga belum dimulai.

Mengingat waktu belum terlalu malam untuk dirinya, maka memutuskan untuk jalan keluar kos adalah pilihan. Meira tidak punya simpanan makanan ringan di kamar kosnya, tinggal sendiri, jauh dari orang tua membuat Meira terbiasa keluar mencari makan. Meski teman satu kosnya juga sesama perempuan dan satu kampus dengannya, Meira tidak begitu pandai bergaul.

Saat hendak menyelesaikan tontonan drama Koreanya—dia sedang rewatch drama lama, Scarlet Heart Ryeo, baru menyadari kalau tidak punya cadangan mie di dalam kamar, hanya ada telur dua butir. Meira sedang malas makan telur malam ini, seingatnya sudah dua hari dia makan telur dadar yang sama. Artinya dia rasa sudah hampir bisulan makan telur terus.

Biasanya dia menyimpan mie, tapi nampaknya dia lupa mengisi stok makanan saat kembali dari rumah orang tuanya. Alhasil, malam ini Meira harus keluar dari kamar kosnya, walau dia malas bukan main.

Kenapa dia tidak pesan online saja? Jawabannya karena tidak ada potongan diskon. Dan lagi dia sedang ingin makan nasi goreng di depan jalan raya keluar kosannya. Tidak bisa pesan online juga, beginilah dia sekarang.

Berbekal piyama lusuh bergambar Pororo, dengan tambahan jaket milik adiknya yang penyuka anime, tebak saja tulisan di belakang jaketnya apa. Judul anime kesukaan adiknya. Meira benci jaket ini, tapi hanya ini yang bisa dia gapai sebelum buka pintu, terpaksa dipakai.

Karena jaraknya tidak begitu jauh, Meira juga hanya mengenakan sandal jepit warna biru, senada piyamanya, menggulung rambutnya dengan jedai warna hitam. Dia sungguh amat terlihat bukan seperti Meira.

Sejujurnya Meira termasuk orang yang fokus pada penampilan, bukan karena merasa sok cantik, tapi dia punya rasa percaya diri yang rendah. Dan kosannya di sini jarang berkumpul anak kampus, jadi kalau mendadak dia keluar dengan baju ultraman sekali pun, tidak ada yang lihat.

Tukang nasi goreng tidak begitu ramai, ada dua orang yang sedang menunggu pesanan, dan ada setidaknya dua orang lagi sedang makan di tempat. Meira memeluk tubuhnya, mengeratkan jaket. Mendekati tukang nasi goreng dan mengatakan pesanannya.

"Nasi goreng kayak biasa, Bang."

"Eh, Eneng, siap! Pedes?"

"Iya."

"Duduk dulu aja, Neng."

Meira melirik bangku kosong menghadap spanduk besar bertuliskan Nasi Goreng Bang Butut Tersedia juga mie goreng dan kwetiau. Hendak duduk di sana, namun urung dia lakukan melihat ada satu laki-laki juga tengah duduk. Memakai masker dan bermain ponsel.

Alhasil dia berdiri. Mengamati bagaimana tukang nasi goreng tersebut membuatkan pesanan. Dia membatin, kenapa masakan cowok selalu lebih enak? Perasaan semua penjual makanan mayoritas cowok. Kalau punya suami bisa masak, kayaknya seru.

Dan semua batinan yang random saja dia bisikan di hati. Seperti saat pesanan wanita paruh baya yang memakai jaket lengkap, sarung tangan, topi, namun pakaiannya persis orang pulang senam aerobik itu, Meira kembali membatin.

Banyak juga belinya. Pasti buat anak sama suami deh. Baju emak-emak kenapa selalu jreng sih warnanya? Silau banget, tapi lumayan bisa ngenalin kalau naik motor. Hati-hati deh kalau mau sein kanan kiri.

Suami Impian - ENDWhere stories live. Discover now