2. Hilman - Satu Malam Masalah

24 8 35
                                    

“Man, beneran enggak mau nginep di sini? Mama kamu masih marah, ‘kan? Maaf, ya. Beneran, aku enggak tahu kalau kamu belum ngasih tahu Tante Diva.”

Aku mengembuskan napas. Andra ini tidak paham bahasa manusia atau bagaimana? Padahal sudah kubilang dengan jelas saat mau pulang dari rumahnya barusan.

Ya, aku nekat pergi ke rumah Andra sesaat setelah Mama marah-marah saat aku masih di rumah Kakek. Padahal Kakek melarang pergi dan lebih menyarankan Andra yang disuruh mendatangiku saja.

Berasa jadi anak nakal beneran aku.

Suka menentang orang tua, keras kepala dan keluyuran malam-malam lagi. Namun bagaimana? Aku stres banget karena Mama tiba-tiba menelepon dan marah-marah tidak jelas. Yang aslinya sudah mau pulang, malah jadi malas karena Mama pasti mengomel lagi.

Dan sumber masalahnya si Andra. Makanya aku datangi itu anak buat melabrak. Bikin masalah saja!

Dih, bahasaku sudah seperti perempuan nyamperin pelakor saja. Ha-ha.

"Enggak, Dra. Thanks."

Aku enggan menginap di rumahnya karena masih kesal. Namun, aku berusaha kalem. Bagaimanapun, dia sahabatku. Dia juga tidak sengaja cerita ke Mama dan sudah minta maaf.

"Terus kamu mau tidur di mana? Ini sudah larut malam."

Ah, aku jadi bingung. Yang terpikir hanya Dani dan Arman. Namun, ... pasti mereka sudah tidur. Tidak enak juga kepada orang tuanya.

"Jangan bilang mau nginep di hotel? Yang ada kamu diusir dari sana karena enggak bisa bayar uang sewanya, Man."

"Heh, Bro. Aku ini meski belum kerja, juga punya uang tahu. Ngeremehin bener kamu."

Andra terkekeh. "Iya, iya. Percaya sama cucunya pemilik indekos dekat kampus ini."

Ah, aku jadi teringat sesuatu.

“Sudah, ah. Aku mau lanjut perjalanan. Kamu ganggu orang nyetir aja. Tenang aja, soal tempat tidur aku baru ingat kalau mau nginep di indekos Kakek.”

Jadi ceritanya, tadi selesai menerima telepon dari Mama, aku berniat untuk tidak pulang dulu dan memilih menginap di rumah Kakek. Namun, malah mendadak malas menginap di di sana. Karena Kakek pasti tidak berhenti menginterogasi kenapa aku berantem lagi sama Mama.

Yeah, inilah seorang Hilman Maulana. Semua keluarga sudah pasti tahu kalau pemuda yang satu ini suka berseturu dengan mamanya sendiri. Sebenarnya, aku tuh cuma ingin kebebasan. Mama yang selalu berada di garda terdepan untuk mengekangku. Akhirnya, ya, begitu.

Sehingga, alternatif terbaik untuk menghindari berbagai macam serangan dari siapa pun adalah dengan tinggal sendirian.

Semoga saja Mama enggak meneror Kakek selama aku enggak pulang.

“Tapi kamu udah pastiin itu kamar enggak ada yang nempatin, ‘kan, Man?"

Ah, ternyata teleponnya masih tersambung.

"Awas, jangan salah masuk kamar. Di sana kayaknya rata-rata mahasiswi yang ngekos, kan.”

Aku tertawa pelan mendengar pertanyaan Andra. Bisa-bisanya ini anak berpikir begitu.

“Tenang aja, Dra. Aku udah tanya sama Kakek. Aman, kok.”

“Oke, deh. Hati-hati, ya.”

Setelah panggilan Andra berakhir, aku segera memutar laju mobil menuju area indekos Kakek. Karena memang aku sudah ada di tikungan tidak jauh dari sana.

Pertama masuk, melewati gerbang utama area indekos, suasana sekitar yang sudah lengang menyambutku. Jika dilihat dari keadaannya, para penghuni indekos ini pasti sudah terlelap di kamar masing-masing. Rumah Kakek yang berada sekitar tiga meter di sisi sebelah barat gerbang juga sudah sepi, lampunya sudah mati. Hanya lampu teras yang hidup. Mungkin Kakek sudah beristirahat.

One Night ProblemOpowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz