19. perpisahan

979 157 11
                                    

second lead; ft. yoshiho

tidak hanya tuan dan nyonya yoo saja, mashiho dan yoshi pun tak kalah terkejut mendengar penuturan karina.

"apa maksudmu, nak? kenapa tiba-tiba?" tanya nyonya yoo, masih dengan raut wajah tidak percayanya.

"aku ... tidak benar-benar mencintainya," ungkap karina.

"jangan berbohong! mama tahu kau begitu mencintai yoshi!"

"itu hanya karena yoshi mirip dengan orang itu!" seru karina, kedua netranya sedikit berkaca-kaca.

"orang itu?" ulang nyonya yoo. "apakah yang kau maksud adalah pianis muda itu?"

"benar."

brak!

"sadarlah, karina!" tuan yoo yang sedari tadi diam membisu, kini membuka suaranya dengan satu gebrakan pada meja panjang yang menjadi saksi bisu perdebatan mereka di ruangan ini.

"ini sudah hampir tiga tahun! tiga tahun! sampai kapan kau akan memikirkan kekasihmu yang sudah meninggal itu?!"

diam-diam, mashiho melirik ke arah karina yang kini tengah menggigit bibirnya keras guna manahan air mata yang kapan saja dapat keluar dari pelupuk matanya.

mashiho tahu, sang kakak tidak serius dengan ucapannya. ia melakukan itu demi dirinya.

dan karena itulah mashiho semakin merasa sesak.

























"kak," panggil mashiho lirih ketika keduanya telah keluar dari restoran bintang lima itu.

tuan dan nyonya yoo sudah pergi lebih dahulu dengan perasaan campur aduk. antara marah, bingung, dan kecewa akan keputusan putri mereka.

namun, mau bagaimana lagi? mereka pun tidak bisa memaksa karina untuk tetap melanjutkannya, terlebih setelah melihat reaksi yoshi yang sepertinya juga tidak keberatan akan pembatalan pernikahan tersebut.

akhirnya, sepeninggalan tuan dan nyonya yoo, mashiho mengajak karina untuk berbicara empat mata, sedangkan yoshi memilih untuk menunggu di mobil dan memberi ruang pada dua kakak beradik itu.

"kenapa, mashi?"

seperti biasa, karina bersikap seakan dirinya baik-baik saja. bahkan, gadis itu kini tengah menyantap es krimnya dengan santai.

"kakak tidak serius dengan ucapan kakak tadi, 'kan?"

"yang mana?" karina berpura-pura tidak tahu.

"tentang kakak yang tidak serius mencintai kak yoshi."

karina menghentikan suapannya, membiarkan makanan dingin itu melebur di atas lidahnya, kemudian menatap lurus ke arah mashiho dengan tatapan hangat.

"itu tidak penting. sekarang yang terpenting adalah bagaimana hubungan kalian ke depannya."

mashiho menghela napasnya kasar. "aku sungguh tidak apa-apa, kak! aku bahagia ketika melihat kakak bahagia."

"hal yang sama juga berlaku bagiku, mashi," sela karina, sebelah tangannya yang menganggur ia gunakan untuk memegang bahu adik kesayangannya itu sebelum melanjutkan kalimatnya,

"kebahagiaanmu adalah yang utama bagiku."

cairan bening lolos begitu saja dari kedua netra mashiho. "bagaimana bisa ...." pemuda takata itu seolah kehabisan kata-kata.

"kakak sudah melakukan banyak hal padaku, tapi akuㅡ"

"hei! kau juga telah melakukan hal besar. berkat kehadiranmu, aku jadi tidak merasa kesepian, mashi." karina tersenyum menenangkan.

mashiho menunduk, mengusap kasar cairan bening yang dengan lancang mengalir deras membasahi kedua pipinya. ia tidak ingin seperti ini di hadapan karina, tetapi apa daya, sikap sang kakak selalu berhasil membangkitkan sisi lemahnya.

"apa yang harus kulakukan untuk menunjukkan rasa terima kasihku, kak?"

karina terkekeh. "sejak kapan seorang takata mashiho menjadi cringe seperti ini, huh?"

"aish! aku sedang serius, kak!" mashiho menyedot masuk cairan di dalam hidungnya dengan kasar.

"caranya, jangan membuatku menyesal telah mengambil keputusan ini. karena itu, berbahagialah dengan yoshi. oke?"

mashiho mengangguk lemah kemudian menghambur ke pelukan karina. detik itu juga, mashiho berdoa, semoga semesta menghadirkan sosok pendamping yang tak kalah sempurna untuk sang kakak, agar senyum indah itu takkan pernah luntur dari bibirnya.

"ngomong-ngomong, ini untukmu." karina mengeluarkan sesuatu dari dalam sakunya dan menyodorkannya pada mashiho.

"apa ini?"

"temanku memberikan voucher diskon di treasure resort. kau saja yang pakai."

netra mashiho sontak membola. "treasure resort?! yang katanya mahal karena pemandangannya yang sangat indah itu?"

karina mengangguk. "untuk hari ini sampai lusa."

"lalu kakak?"

"aku langsung ke kantor habis ini. ada pekerjaan mendadak," dusta karina, mengisyaratkan pada mashiho agar tidak perlu mengkhawatirkan dirinya.





























tak banyak percakapan yang tercipta ketika mashiho masuk ke dalam mobil yoshi selepas kepergian karina.

suasana yang sedikit sulit untuk didefinisikan masih mereka rasakan, mengingat keduanya telah sepakat untuk menjaga jarak sebelumnya, tetapi tanpa diduga malah seperti ini jadinya.

"karina memberikanmu apa?"

yoshi membuka pembicaraan, netranya melirik sekilas satu lembar kertas kecil yang berada dalam genggaman mashiho, sebelum kembali memfokuskan pandangan pada jalanan di depannya.

"oh? ini, voucher resort, tiga hari dua malam. temannya yang memberikan," balas mashiho, sedikit mencuri pandang ke arah pemuda di sampingnya.

yoshi yang paham dengan kode mashiho lantas bertanya, "mashi mau ke sana?"

kedua mata mashiho sontak berbinar, tetapi secepat kilat ia mengontrolnya, mengingat tempat itu cukup jauh dan mungkin saja yoshi ingin beristirahat setelah apa yang terjadi hari ini.

"bukankah kak yoshi lelah?"

"tidak masalah." yoshi menoleh, mengulas senyum manisnya. "tapi, perutmu bagaimana? sudah baikan?"

mashiho mengangguk. "sudah tidak apa-apa, kok."

"ya sudah, kita ke sana, yuk? kebetulan besok weekend, 'kan?"

"oke, meluncur!" mashiho memekik tanpa sadar, tidak bisa menahan rasa gembiranya setelah sekian lama tidak berlibur.

yoshi terkekeh pelan, gemas kalau mashiho sudah dalam mode anak kecil seperti ini.

[]


dua atau tiga chapter lagi cerita ini bakal kelar hehe

second lead; yoshiho [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang