bagian lima belas

Start from the beginning
                                    

"Aku bisa sarapan nanti diluar," adalah balasan Jiyeon yang mengudara dengan tone datar miliknya seperti biasa jika merespons ucapan mereka.

Tidak ada komentar apapun lagi yang ia dengar, mungkin sang ayah sudah angkat kaki dari rumah karena pekerjaan dan seseorang yang menunggu belaian. Siapa lagi jika bukan sekretaris sekaligus kekasihnya yang menjadi prioritas?

Jiyeon lantas mendengus, melengoskan wajah dan masuk kembali ke kamar mandi untuk melanjutkan kegiatannya membersihkan diri. Pagi yang suram seperti biasa. Dan sang ibu yang lagi-lagi tidak ada dirumah.

Ah, bolehkah Jiyeon berharap sesekali bahwa penghujung hidupnya bisa datang dengan cepat?

***

Jiyeon memutuskan untuk menjemput Seulhee dan meminta sang sahabat menemaninya sarapan pagi. Terbukti lantaran pagi ini Jiyeon menunggu presensinya di dalam mobil sembari merias wajah dengan tipis. Menaburkan bedak dan memolesnya ke permukaan wajah, memakai lipstick lalu kemudian meratakannya, terakhir ia mengambil sisir di bangku penumpang bagian belakang setelah susah payah menemukan benda itu dan mulai menyisir setiap helai rambutnya yang tidak sempat ia benahi dirumah.

Ekor mata Jiyeon melirik Seulhee yang baru saja keluar dari gedung apartemen, pun sembari menunggu perempuan Ahn itu tiba Jiyeon menyemprotkan parfum ke beberapa bagian tubuhnya dan mulai mempersiapkan diri di depan kemudi.

"Hi!" Seulhee menyapa diiringi senyum seperti biasa yang lekas dibalas Jiyeon. Ia kemudian masuk dan duduk di samping kursi kemudi setelah melepaskan slingbag miliknya. "Jadi, kita akan makan dimana?"

Jiyeon mulai menyalakan deru mesin mobil, mengeluarkannya dari parkiran dan lekas membelah jalanan Seoul yang hilir-mudik dipenuhi kendaraan menuju tempat tujuan masing-masing.

Ia menarik napas dalam, berkata, "Di restoran dekat dengan kantor Jungkook."

"What?!" Kerutan berhasil hadir di dahi Seulhee. Dengan senyum miring yang terpatri, ia menimpali sembari menoleh pada lawan bicaranya, "Kau ingin memata-matainya?"

"Bukan memata-matai, lebih tepatnya aku hanya ingin makan disana dan kebetulan bisa memantau Jungkook, 'kan?"

"Pfft!" Sontak Seulhee menahan gelitikan yang berputar dalam perutnya. Tak ingin membuat Jiyeon tersinggung dengan meledakkan tawa. Lantas Seulhee menunduk sebentar seraya merapihkan poninya dengan jemari dan menimpal, "Apa dia dungu dalam mengetahui pergerakan Jung Yumi yang jelas-jelas menyukainya? Itu terang-terangan sekali, dan semua orang bisa membacanya. Atau jangan-jangan dia berusaha untuk tidak peduli sekalipun dia menyadarinya?"

Sepasang iris Jiyeon tetap berusaha fokus walau sesekali ia akan menempatkan diri untuk menatap Seulhee sebentar.

"Aku tidak tau," jawabnya. Jiyeon menambahkan, "Lagipula aku pernah bilang padanya kalau Yumi terlihat menyukainya, dan kau tau 'kan apa jawabannya?"

Satu sudut bibir Seulhee naik kala menyahut, "Ya, dia bilang 'itu mustahil,' sambil mendengus dan terkekeh pelan layaknya ucapanmu itu adalah bualan. Kau sudah pernah cerita soalnya."

Pun Jiyeon mengembangkan senyum miris miliknya. "Maka tidak perlu berungkap apapun lagi, dan—kenapa kita tiba-tiba membahas perempuan ular itu?"

Seulhee melipat kedua lengannya, lalu menuangkan argumen yang ia pendam, "Bisa saja penyebab Jungkook acuh sampai berhari-hari begini karena dia?" Sepenuhnya ia menoleh pada Jiyeon. "Kita tidak bisa memungkiri pikiran itu datang, 'kan?"

Benar. Untuk kalimat yang satu itu Jiyeon diam-diam membenarkan. Rasa takut jika ucapan dari Seulhee itu terjadi sudah mengerubungi sedari kemarin sebetulnya tapi Jiyeon tidak berani mengungkapkan.

ᴇʟᴇᴜᴛʜᴇʀᴏᴍᴀɴɪᴀ [M] ✓Where stories live. Discover now