Epilog

7.8K 578 108
                                    

E P I L O G

16 March 2018. Rome, Italy.
Jcslinna Hospital.


“Akh!” Seorang wanita meringis ngilu kala merasakan sakit yang teramat sangat pada perut besarnya. Tangannya bergerak memegang perut buncitnya, sementara tangan yang satunya spontan bertumpu pada tembok untuk menjaga keseimbangan tubuhnya.

“Biar saya bantu nyonya,” Wanita itu mengangguk, dia didudukan di sebuah kursi roda oleh gadis muda yang juga mengenakan baju pasien yang sama sepertinya. Wanita hamil itu mendongak, memandang wajah gadis muda yang membantunya itu.

“Apa masih sakit?” Tanya Mirele setelah memastikan bahwa wanita hamil itu duduk dengan benar di kursi roda miliknya.

Wanita hamil itu menggeleng, “Sudah baikan. Terimakasih,” Katanya mengucap terimakasih menggunakan bahasa Indonesia. Mirele menerjit kemudian.

“Nyonya orang Indonesia?” Tanya Mirele yang mendapat anggukan dari wanita hamil itu.

“Panggil saya Kintan. Atau jika boleh panggil Kak saja, jangan nyonya. Saya masih 25 tahun.” Katanya tersenyum ramah. Mirele mengangguk,

“Aku Mirele Kak.”

“Ruangan Kak Kintan dimana? Aku antar, mau?”

Kintan menggeleng, menahan tangan Mirele yang hendak mendorong kursi rodanya. “Enggak usah Mirele, kakak tadi ingin jalan-jalan karena lelah rebahan. Dimasa-masa menjelang lahiran dianjurkan untuk tidak terlalu sering hanya tiduran. Jadi kakak mau jalan-jalan dulu tadinya, eh ga tau kenapa dede bayinya nendang sampai sakit,” Kintan tertawa, Mirele dibuat ikut tertawa mendengar ujaran Kintan.

“Kalau gitu gimana kalau ke taman depan? Aku tadi juga mau kesana Kak,”

Kintan mengangguk, “Boleh. Tapi kakak gapapa kok gak usah duduk di kursi roda. Biar kamu—”

“Enggak usah Kak. Aku gapapa kok, kakak aja yang duduk, aku dorongin,”

“Tapi serius kamu ga papa?” Tanya Kintan khawatir.

“Gapapa Kak, ayo.” Mirele mulai mendorong kursi roda itu menuju ke taman rumah sakit.

Setibanya mereka berdua disana, Mirele mendudukan dirinya di kursi taman, sementara Kintan kini bangun dari kursi rodanya, beranjak duduk di sebelah Mirele.

“Prediksi lahirnya tanggal berapa, Kak?” Tanya Mirele yang melihat perut Kintan sudah sangat besar.

“Dua hari lagi, tanggal 18 Maret kata dokter,” Jawab Kintan seraya mengelus lembut perut besarnya.

“Wah, kayanya aku sama dede bayi bakalan Ulang tahun barengan nih,” Ujar Mirele terlihat gemas, “Boleh aku pegang perut kakak sebentar?”

Mendengar itu tanpa ragu Kintan mengangguk, “Boleh banget, dari tadi dede bayi nendang terus. Pasti seneng mamanya ditolongin cewek cantik,”

Mirele tertawa kecil, tangannya terulur mengelus perut besar Kintan yang tertutup baju pasien. “Aku tebak pasti dede bayinya cewek,” Ujar Mirele.

“Wah, tebakan kamu bener banget. Dede bayinya emang cewek,”

“Kak Kintan udah lama tinggal di Italy?” Tanya Mirele.

Mirélen [END]Onde as histórias ganham vida. Descobre agora