"Apa ini?" ia mengangkat dagu ku, gagal menyembunyikan senyuman ku "apa kau tersenyum? Kenapa kau malah tersenyum?!" lanjutnya masih dalam momen melepaskan uneg-uneg

"Karena kau konyol," senyum berubah menjadi tawa kecil, "kau sendiri yang mengatakan 'itu hanya mobil' dan kau menceramahi ku panjang lebar saat ada pria jahil mengutak-atik mobil mu?" balasku tidak ada setitik pun rasa bersalah. Apa yang salah dengan ku? Kenapa aku jadi begini?

"Ya, karena aku pikir kau cukup pintar untuk mencegah hal itu untuk terjadi!" balasnya

"Apa kau mengatakan aku bodoh?!" Hilang sudah humor ku

"Itu bukan maksud ku," balas Kei melembut

"Oh ya? Karena bagi ku, itu terdengar begitu!" Balas ku tajam dan kesal

"Ali, aku tidak bermaksud mengatakan itu," ucap Kei meyakinkan, "kau tidak bodoh, hal itu sama sekali tidak terpikir di kepala ku, pernah terbesit pun tidak!" akunya. Lalu ia mendesah sambil mengusap wajahnya menyerah, "apa yang kau mau aku katakan, huh? Aku minta maaf karena kau salah mengerti maksud kalimat ku?"

"Betul, salahkan saja pada ku, wanita bodoh yang terlalu tumpul untuk berpikir!" ucap ku dengan nada sarkastis sebelum berderap pergi

Aku butuh menjernihkan pikiran ku dari semua ini, aku ingin sepi, dan untungnya, rumah ini memiliki segalanya, dari mulai kamar tidur tak terpakai sampai dermaga kecil di belakang rumah.

Menatap tenangnya permukaan air di hadapan ku sedikit membantuku meringankan perasaan apapun yang sebelumnya aku rasakan, tidak hanya itu, aku juga menyadari kita, aku dan Kei, baru saja saling memaki karena hal yang sangat sepele. Kenapa aku jadi mudah terpancing? Apa yang salah dengan ku akhir-akhir ini?

"Ali," suara Mia membawa ku kembali ke saat ini, "kau tak apa?" lanjutnya.

Berapa lama aku sudah terduduk disini?

"Ya, dan kau mengganggu meditasi ku," ucapku jelas berbohong

"Meditasi? Kau harus berusaha lebih dari itu," cemooh Mia, "Kei memberitahu ku kau sudah diam duduk di sini hampir 2 jam, tidak bergerak sama sekali," ucap Mia terdengar khawatir "kau yakin kau tak apa?" tanyanya memastikan sekali lagi

"Bagaimana menurut mu?" tanya ku tajam

"Kurasa kau harus menemui psikolog mu lagi," ucap Mia berbisik setelah duduk di sisiku

"Kau pikir begitu?" tanya ku benar-benar tidak tahu

"Entahlah, aku hanya asal berucap," balas Mia menepuk bahu ku pelan, "mari masuk," lanjutnya menujuk pintu rumah dengan kepalanya

"Mia, sepertinya aku ingin pulang ke orang tua ku," bisik ku secara tak sadar dalam perjalanan kembali ke rumah

"Lakukan itu, keluarga bisa membantu apapun yang kau alami saat ini," balasnya lembut "tapi berjanjilah untuk kembali lagi, aku masih membutuhkan sahabat ku di sini," lanjutnya menatap ku

"Tentu saja, aku janji," balas ku memeluknya lalu menuju kamar ku

Di kamar, aku langsung mencari tiket untuk ku pergi secepatnya, mungkin aku mengalami kebosanan kronis atau sesuatu, semua ini sangat tidak bisa ku jelaskan. Aku juga belum pulang sudah hampir 1 tahun lebih, mungkin aku rindu rumah dan tempat ku tumbuh besar.

Keesokan harinya, aku sudah siap untuk berangkat menuju bandara. Aku akan berpergian dengan beban ringan, sejak aku akan pergi menuju rumahku sendiri yang hanya berjarak 42 jam—okay, mungkin tidak 'hanya' juga—jadi aku masih punya beberapa baju yang bisa ku pakai.

Taksi datang sedikit meleset dari perkiraan, dan hal itu mengakibatkan ku harus bertemu dengan Kei yang baru saja keluar dari kamarnya. Sepanjang pagi aku sudah berhasil menghindari dia, tapi ternyata pada akhirnya aku harus bertemu dengannya juga.

"Apa kau berencana pergi ke suatu tempat?" tanyanya menunjuk koper kecil ku

"Ya, aku akan pulang," balasku singkat

"Kau sudah dirumah," ucap Kei bingung

"Maksud ku pulang, pulang, ke rumah ku, di Indonesia," ucapku

"Kenapa?" tanya Kei bergerak untuk duduk di kursi seberang ku

"Kau tahu kenapa," balas ku pelan, membuang nafas lelah, "ada yang salah dengan ku, dan aku harus memperbaiki diri ku," lanjut ku yakin

"Tapi untuk berapa lama?" tanya lagi, terlihat ragu

"Tidak tahu," aku menggeleng, "tapi aku janji pada Mia aku akan kembali, jadi aku akan kembali," balas ku berdiri dan berjalan menuju depan rumah di mana taksi sudah menungguku. Tepat sebelum aku meninggalkan pintu rumah, aku berbalik menatap Kei yang mengikuti di belakang ku, "Kei, tolong jangan datang seperti waktu kemarin."

"Safe trip," ucapnya tidak menjawab ku

Love Me Not.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang