"Terlalu banyak waktu luang," balas ku asal

"Tidak ada firma yang menerima mu?" sindirnya tajam.

Namanya Julien, dulu ia merupakan mahasiswa dramatic art. Sungguh sangat klise, Julien si jurusan drama. Sungguh, apa yang pernah ku lihat darinya? Dia sangat berantakan, dan aku membenci pria berantakan, aku menyukai mereka rapih dan terawat

"Oh, ada," aku mengagguk, "saat ini aku hanya sedang cuti saja," lanjut ku jujur, "bagaimana dengan mu? Ada project sedang berjalan?" tanya ku balik

"Kalau kau tidak terlibat sebuah project besar sesaat kau lulus, kau bukan apa-apa," balasnya datar, "jadi bagaimana menurut mu?" tanyanya sinis

"Kau bangkrut," balasku polos.

Oh, sangat bersyukur aku telah putus dengannya jauh sebelum kelulusan, atau aku akan terjebak dengan dirinya yang sinis dan kemungkinan akan berubah sinis dan skeptikal sepertinya. Aku tidak butuh toksik semacam itu dalam hidup ku.

"Kau lebih blak-blakan dari yang ku ingat," ucapnya entah memuji atau mengejek

"Hei, aku pengacara, bersikap blak-blakan adalah sebuah keharusan, atau tidak ada kasus yang akan dimenangkan!" ucap ku menganggap perkataan sebelumnya sebagai pujian "well, senang bertemu dengan mu lagi!" walaupun sebenarnya tidak

Aku berjalan pergi sebelum Julien melanjutkan pembicaraan, sayangnya, dia tidak menganggap itu sebagai akhirnya. Aku hanya ingin cepat pergi dari sini!

"Ali, kau mau bergabung dengan ku minum kopi?" tawarnya cepat

"Ku kira kau bangkrut," ceplos ku tak tahu bagaimana harus menolak

"Untuk kopi? Tidak pernah!" ucapnya bangga

"Ah, raincheck?" ucapku merasa tidak enak menolak terang-terangan, "aku harus menemui seseorang, untuk makan siang," ucapku jelas berbohong. Tidak ingin tertangkap, aku menyibukan diri dengan merogoh tas ku untuk mencari kunci mobil

"Kalau begitu kita harus bertukar nomer!" usulnya

Sungguh, tidak bisakah pria ini melihat aku tidak ingin? Apa ia sungguh setidak peka itu?

"Oh ya, ide bagus!" ucapku berpura-pura semangat, "biar ku masukan," lanjut ku meminta hpnya.

Sejak Julien bukan termasuk dalam lingkaran kecil pertemanan ku, aku memberikannya nomer hp kantor ku. Anggap saja aku paranoid seseorang akan melakukan sesuatu dengan nomer pribadi ku.

"Julien, sampai nanti!" ucap ku lalu dengan cepat membuka kunci mobil ku. Tindakan bodoh, sekarang aku merasa seperti pamer di depannya

"Kau memang sudah sukses ya sekarang?" tanyanya menatap mobil pinjaman dari Kei alih-alih menatap ku

"Hanya rental sampai aku bisa membeli mobilku sendiri," jelas ku, bukan tepatnya sebuah kebohongan

"Mereka menaruh stiker kalau rental," ucapnya menujuk plat nomer ku, yang bersih dari stiker.

Huh, sungguh aku tidak tahu kenapa aku dulu pernah mengencaninya! Dia sangat menyebalkan, aku lebih bisa mentoleransi Kei dibandingkan dia, dan itu jelas mengatakan sesuatu!

"Dari teman, bukan biro transportasi," balasku berusaha tidak terkesan sombong

"Pasti teman yang cukup sukses," balasnya lagi, terdengar seperti sindiran

"Apa kau menuduh ku berbohong?" ucapku sungguh tersinggung

"Tidak, tidak, aku hanya penasaran," ucapnya cepat, "maafkan aku, kau tahu bagaimana diriku," lanjutnya tertawa pelan

Love Me Not.Where stories live. Discover now