19

5.5K 404 7
                                    

Esok harinya. Seperti hari Sabtu biasanya, Savanna akan bangun pagi saat jam sudah menunjukkan pukul sembilan. Tentu, setelah solat subuh Ia akan tidur lagi. Mengingat tidur setelah subuh adalah waktu tidur paling nikmat, maka akan sangat sia-sia jika tidak digunakan dengan baik. Apalagi Savanna hanya bisa tidur seperti ini saat libur akhir pekan datang, saat Ia tak perlu bersiap ke kantor atau ke apartemen Galih saat pagi-pagi sekali.

Pintu kamar Savanna dibuka dari luar dan itu Megat pelakunya. Masih dengan serangam biru khas penjaga penjara di tubuhnya, Megat masuk ke kamarnya dan menghidupkan lampu serta menyibak gorden hingga sinar mata hari bisa leluasa masuk ke dalam kamar Savanna.

"Bangun!" suara bariton lelaki itu menyentuh telinga Savanna membuat matanya perlahan terbuka. Ia melihat sang adik sepupu yang masih rapi dengan seragam kantornya berada di dalam kamarnya.

"Jam berapa?" tanya Savanna dengan suara serak khas orang baru bangun tidur.

"Hampir jam setangah sepuluh pagi." Jawab Megat dengan nada suara datar.

Savanna mengecek ponselnya sekilas, mematikan alarm yang baru akan merongrong membanguninya.

"Ehhmm..baiklah." kata Savanna lalu perlahan-lahan bangkit dari tempat tidurnya dan menuju kamar mandi. Tapi sebelum itu, Ia kembali menoleh ke arah Megat yang masih berada di dalam kamarnya. tak biasanya lelaki itu muncul pagi-pagi di dalam kamarnya. Apalagi pagi ini lelaki itu baru saja menyelesaikan piket malamnya.

"Apa ada sesuatu yang ingin kamu bicarakan?" tanya Savanna penuh rasa ingin tahu. Wajah lelah, mengantuk dan menyebalkan lelaki itu bercampur menjadi satu membuat Savanna susah menebak apa yang sedang terjadi.

Megat mengangguk kecil. "Itu, diluar ada Mas Galih." Suara Megat sangat kecil hampir tak begitu terdengar.

Savanna memiringkan kepala sedikit sambil memproses informasi yang baru saja Ia dengar. "Apa?"

"Mas Galih. Ada diluar." Ulang Megat kini dengan suara yang merenggut. Sebal karena harus mengulang perkataannya. Ditambah dengan orang yang ada diluar sana benar-benar membuat Megat merasa terganggu. Dalam hatinya Ia bertanya, apa yang dilakukan oleh bujang lapuk itu pagi-pagi muncul di rumah kakaknya. Sungguh tidak tahu waktu. Bukankah hak karyawan untuk menikmati hari liburnya dengan tenang setelah lima hari dalam seminggu banting tulang?

Mendengar itu, Savanna tsedikit terkejut. Ia langsung mengintip dari balik jendela ke halamaan rumahnya dan benar saja ada mobil yang sangat akrab di matanya berada di sana. Itu mobil Galih.

"Apa yang dia lakukan disini?!" monolog Savanna dengan suara kecil lalu bergegas keluar dari kamarnya ingin menemuni Sang Baginda Raja Empunya Perintah, siapa lagi kalau bukan Galih. Namun tangannya ditahan oleh Megat dengan kuat. Lelaki itu melotot tajam ke arahnya.

"Perhatikan pakaian mu, Savanna!" tegur Megat membuat Savanna sedikit terheyak dan buru - buru kembali ke kamarnya dan membenarkan pakaiannya. Ia hanya memakai setelan piyama tidur pendek saat tidur.

Untung ada Megat. Hampir saja.

Walau Savanna bukan orang yang cukup alim, namun tetap saja tidak sopan dan akan merasa canggung jika berpakaian terlalu terbuka dan kecil di hadapan bosnya.

Ia rasa etika dalam berpakaian masih menjadi prioritasnya dalam proses menjadi orang yang lebih baik.

Setelah berganti dengan pakaian yang lebih pantas dan menutup kepalanya dengan benar, Savanna keluar menemui Galih yang duduk di bangku yang tersedia di teras. Megat sudah menghilang dari rumahnya dan kini hanya menyisakan mereka berdua. Ibunya sudah berangkat ke salon dari pagi-pagi sekali. Hari libur maka itu artinya hari super sibuk untuk salon.

Istri Untuk Pak Bos ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang