3

10.3K 579 5
                                    

Ketukan pintu mengalihkan perhatianku dari berkas-berkas yang sedang aku baca. Savanna, sekretarisku, muncul dari balik pintu. Hari ini Ia cantik menawan seperti biasa, kerudung merah muda dipadu dengan setelan kerja berwarna putih.

"Pak, sudah saatnya makan siang, apa bapak ingin makan di ruangan saja atau bagaimana ya?" tanyanya sopan.

"Terima kasih, tapi tolong pesankan saja nasi padang di depan. Saya makan di ruangan saja," kataku.

Aku sedang tidak ingin kemana-mana, pikiran dan badanku sama lelahnya.

Savanna mengangguk patuh kemudian mohon undur diri untuk makan siang lebih dulu.

Dia telah bekerja denganku selama lima tahun ini. Dari awal setelah Ia lulus dari sekolah sekretaris hingga kini, dia tidak pernah meminta resign dan bekerja dengan baik untuk ku. Cukup puas dengan hasil kerjanya.

Walau kadang teledor dan akan kena maki, dia tetap tahan banting dan berusaha keras memperbaikinya di masa depan.

Savanna tidak pernah mengeluh tepatnya kepadaku. Dia juga wanita yang tegas dan sangat mandiri.

Sebegai sekretaris, kadang bahkan jika aku jatuh sakit dia yang akan merawatku. Katanya, dia sudah sangat berpengalaman mengurus orang sakit, karena dulu dia sering mengurus mendiang ayahnya yang stroke beberapa tahun sebelum meninggal dunia. Tak heran dia tumbuh sebagai wanita tangguh dan juga pekerja keras, pantang menyerah.

Tak lama kemudian, pintu ruangan ku kembali diketuk. Namun kini yang muncul bukanlah Savanna, melainkan Gama. Adik tiriku.

Sudah aku sebutkan sebelumnya kalau ayahku tukang selingkuh, bukan? Nah, ini hasilnya. Anak haram dari seorang wanita simpanannya.

"Assalamualikum!"

"Waalaikum salam. Gama? Tumben kesini." Kataku. Ia tersenyum simpul lalu mempersilahkan seseorang lagi untuk masuk ke ruangan ku.

Aku bangun dari tempatku semula dan berpindah ke sofa. Bergabung dengan dua orang tamu itu.

"Siapa ini?" tanya ku merujuk pada wanita cantik berambut hitam pendek yang datang bersamanya. Gama tak pernah muncul dengan wanita mana pun selama ini.

"Perkenalkan, ini Sinta. Calon tunanganku," jelas Gama.

Wanita itu mengulurkan tangannya pada ku, "Saya Sinta, salam kenal Mas,"

Untuk beberapa saat aku terdiam memproses informasi yang baru saja aku tahu ini.

Calon tunangan?

"Kamu mau tunangan?" tanyaku tak percaya.

"Iya, kami sudah merencanankan itu sejak lama. Gama datang kesini untuk meminta tolong Mas Galih untuk meminang Sinta untuk Gama pada orangtuanya."

Gama ternyata sudah sedewasa itu. Umur kami terpaut tiga tahun. Aku tentu lebih tua darinya.

"Tapi, kenapa harus sekarang? Kamu tahukan apa yang sedang terjadi pada ku?!" Gama mengangguk kecil.

Aku yang seharusnya tunangan dan menikah segera, tapi aku tidak punya calon istri.

Baik Gama dan aku sama-sama harapan tertinggi dari mendiang ayah untuk mengurus perusahaan. Walau Gama mengambil pendidikan dokter yang seratus persen didukung mendiang ayah, tapi selalu berharap kami berdua yang akan memegang roda kendali perusahaan itu sampai nanti-nati.

"Tentu saja, tapi itu tidak ada sangkut pautnya dengan pertunanganan aku dengan Sinta, Mas." katanya tegas, "Aku butuh lamaran yang resmi kepada orangtuanya dan setelah itu kami akan menikah dengan pesta kecil-kecilan." Gama berkata dengan penuh keyakinan.

Istri Untuk Pak Bos ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang