Aksara yang meluncur baru saja adalah pernyataan Taehyung yang eksplisit. Bagaikan ultimatum yang menyerang langsung eksistensi Nara hingga rautnya nampak kalut disertai kebengisan. Taehyung dengan jelas dapat melihat perubahan garis wajahnya yang semula pahatannya nampak normal, menjadi kaku tak karuan.

Ia hanya ingin segera mengenyahkan diri dari sini secepatnya. Konversasi yang berbelit-belit hanya akan membuang-buang waktu Taehyung untuk bertemu dengan perempuan berpayudara lembut yang bernama Jiyeon. Ah, euforia malam itu berhasil membuat Taehyung tersentak pelan sebab kepalanya baru saja terlintas bayangan Jiyeon yang telanjang tengah menari di atasnya.

Sial sial. Genitalnya berkedut.

Gerahamnya saling bergemeletuk demi menahan pikiran kotor yang hadir melesat cepat begitu saja. Tangannya terkepal, rahang tegas itu mengeras, pun Taehyung mencoba untuk bersikap natural seolah tidak terjadi apapun di depan Nara.

Disaat ia mengangkat kepala untuk melihat gerangan lawan bicaranya, Taehyung justru dihadapkan pada hal yang tidak terduga.

Adalah Park Nara dengan irisnya yang berkaca, bibirnya yang menekuk seperti melantunkan duka luar biasa.

"Oh, jangan pasang wajah itu. Kumohon."

Jangan. Tidak lagi. Taehyung sangat membenci tabiat Nara yang satu itu. Sebab ia akan direpotkan oleh seorang gadis yang nantinya akan menangis tersedu-sedu hingga napasnya berubah tersendat, lalu beberapa pasang mata di tempat umum ini akan menghakimi dan menyudutkannya seolah-olah ia adalah praktisi antagonis yang harus dimusnahkan dari permukaan bumi.

"Tidak. Nara, oh, tidak!" Taehyung mulai panik, atmosfer berubah menjadi mencekik dan membuat tenggorokannya sakit atas kondisi ini. Lantas ia berujar pelan, membujuk persuasif, "Berhenti menangis."

Sementara Nara tampak apatis. Gadis itu hanya memasang muka getir. Hatinya nelangsa, sebab baru saja diterpa petaka. Aksara Taehyung sungguh keterlaluan menyakiti perasaannya. Nara sama sekali tidak memahami kenapa Taehyung sangat menginginkannya pergi. Presensinya bukanlah hama ataupun virus yang akan menjangkiti, tapi ia hanyalah seorang perempuan biasa yang dihadapkan pada lika-liku runyam filantropi untuk Choi Taehyung.

Sudut-sudut bibirnya semakin menekuk. Air mata mulai merembes satu demi satu tanpa isakan melalui epidermis pipinya. Disaat itu Taehyung menyadari, bahwa skenario berikutnya adalah hal yang terburuk akan terjadi.

Maka, adalah Taehyung yang kini kembali mengalah. Memilih opsi untuk tetap disana dan mengenyahkan egonya. Sekali lagi meminta perasaan mendung dan murung untuk tetap pada tempatnya.

"Tch! Fine! Aku tetap disini menemanimu and please, stop fucking crying in front of me!" ucapnya dalam satu tarikan napas yang panjang sambil memejamkan kedua mata.

Ini adalah satu-satunya cara Taehyung meredam kembali perasaan emosi yang menguasai beberapa waktu yang lalu. Ia akui bahwa tadi perlakuannya sedikit keterlaluan.

Berat hati tangannya terulur menyeka air mata Nara yang terlanjur membasahi pipi. Ekspresinya datar tanpa kasih. Watak Taehyung yang satu ini jarang terjadi. Tapi, jika dihadapkan pada presensi Nara, tidak ada yang tidak mungkin.

"Aku akan meluangkan waktu istirahatku untuk menemanimu dan makan disini," putusnya diakhir helaan napas yang berat.

"Juga mengobrol," tukas Nara cepat. Ia masih sibuk menyeka air mata dengan punggung tangannya. Melalui suara yang masih bergetar, ia menimpal ringan, "Sudah lama rasanya kita tidak berbicara dengan santai untuk waktu yang cukup panjang. Karena kau selalu beralasan sibuk," bibirnya mengerucut tepat di akhir kalimat.

ᴇʟᴇᴜᴛʜᴇʀᴏᴍᴀɴɪᴀ [M] ✓Where stories live. Discover now