CHAPTER 23

7.6K 527 4
                                    

“Sania aneh-aneh saja melarangku untuk menyelidiki hal ini!” Aku berjalan dengan amat sedih sekaligus marah. Bagaimana bisa janin yang dikandungnya bisa hilang sendiri dan dokter memvonis bahwa rahim Sania terdapat banyak nanah dan darah?

“Aku yakin ada seseorang yang memang keji di balik ini semua!” gumamku.

Aku berjalan dengan tergesa-gesa untuk menemui Pak Haji Rosadi orang yang pintar dalam masalah hal seperti ini.

“Assalamu’alaikum, Pak Rosadi,” ucapku sedikit berteriak tepat di depan rumahnya karena pintu terbuka cukup lebar.

“Wa’alaikumsalam,” seorang pria lebih tua dariku keluar dari rumah ini.

“Hei, Bahar, kan? Sudah pulang?” Ia menyalamiku seperti orang pada umumnya.

“Sudah, Pak,” jawabku singkat.

“Ayo, duduk dulu,” perintahnya.

Aku mulai duduk di salah satu kursi yang memang sudah disediakan diteras rumahnya.

“Kamu pulang kapan, Bahar? Sudah lama?” tanyanya padaku.

“Ah, baru beberapa hari saja, Pak,” timpalku.
“Tapi sudah tidak berjudi lagi, kan?” Ia berbisik padaku.

“Pak Haji, masih ingat saja! Aku sudah bertaubat, Pak. Sudah tidak main seperti itu lagi. Mending cari nafkah halal aja.”

“Wah bagus, alhamdulillah kalau begitu,” timpalnya.

“Jadi begini, Pak, aku mau minta tolong sebenarnya.” Aku memulai pembicaraan tanpa basa-basi.

“Minta tolong apa?” tanyanya  serius, mungkin ia telah tahu maksud dari apa yang ingin aku katakan.

“Jadi gini, Pak. Istriku, kan, hamil .…”

“Udah lahiran?” Ia langsung memotong ucapanku.

“Bukan itu, Pak. Janinnya tiba-tiba hilang, aku curiga ada sesuatu yang aneh,” ucapku tanpa basa-basi.

“Kenapa bisa begitu? Berapa usia kandungan istrimu?” Ia tampak semakin ingin tahu.

“Tujuh bulan, Pak. Sebelumnya kami ke rumah sakit untuk melakukan USG, kemudian kami pulang dan istriku istirahat, tiba-tiba dia teriak kalau perutnya sudah tidak membuncit lagi.” Aku berusaha mengungkap apa yang memang sudah terjadi.

Pak Haji Rosadi tampak bingung, aku yakin ia sedang memikirkan secara dalam tentang hal ini.
“Jadi, aku mohon, bantu aku, Pak.” Aku memohon padanya untuk mengungkap hal ini.

“Dengan senang hati, Bahar. Nanti saya jenguk istrimu, ya. Tapi, kamu pulang dulu saja,” ungkapnya.

“Baik, Pak. Tapi tolong, Pak! Jaga rahasia ini, aku tidak ingin ada orang lain yang tahu.”

Ia mengangguk paham dan aku bangkit mulai berjalan kembali pulang.

“Aku akan mengungkap hal ini, ini sudah sangat aneh. Mengapa bayi kembarku bisa hilang tanpa jejak.” Aku terus bergumam dalam hati disepanjang jalan.

“Adrian!” teriakku pada anak sulungku.

“Kenapa, Pak?” Ia lari tergopoh-gopoh.

THE DEVIL OF MOM [ Selesai dan Lengkap ]Where stories live. Discover now