Dikejar Hantu

Mulai dari awal
                                    

"Tampaknya kau sudah mengenaliku dengan baik. Tak usah pura-pura bungul! Kau pasti tahu kalau aku ke mari hanya untuk mengambil anak kecil yang diam-diam kau curi dariku. Serahkan anak itu! Maka, urusan kita selesai."

"Hahahaha!" Tambi terbahak. "Siapa yang sebenarnya jadi pencuri di sini? Lalu bagaimana dengan nasib Dara anak asuhku yang telah berhasil kau perdaya? Lekas lepaskan dia!" Tambi memelototi Parang Hitam.

"Hhh ..." Bibir lebarnya tersenyum miring. "Dara telah memilih jalan hidupnya sebagai pengikutku. Tak ada urusan dengan kau!"

"Dasar licik! Kau pikir aku tak tahu? Kau sedang menjadi parasit di tubuhnya untuk memulihkan kekuatanmu. Dan setelah kekuatanmu kembali, maka Dara hanyalah tubuh tak berguna yang siap kau campakkan. Kau yang akan mengendalikan semua. Bukan Dara. Kau harus tahu itu Dara!" Tambi menyelipkan pesan pada Dara dalam kalimatnya.

"Tutup mulut keriputmu! Kalau kau tak mau menyerahkan anak itu, aku terpaksa harus membunuhmu Tambi Balau!"

"Hah! Terpaksa kau bilang? Walaupun aku menyerahkan anak itu, kau pun pasti masih bernafsu membunuhku. Bukankah kau pernah bersumpah, akan membunuhi semua keturunan Pangkaliman Aluy begitu terbebas dari penjaramu, Muya?"

Tambi sengaja menyebut 'Muya,' nama asli Parang Hitam, untuk mengingatkannya pada sejarah masa lalu.

"Dan sekarang kau mencari-cari alasan untuk bisa membunuhku. Sedang pasukan mayat hidupmu yang tadi menyaru jadi kabut, sudah berangkat mengejar anak-anak itu ke sungai. Dasar Iblis pengecut! Siasatmu penuh kepura-puraan."

"Khiiihihihiiiy ... kau terlalu banyak tahu, Tambi Balau. Kalau begitu tunggu apa lagi? Kali ini keturunan Pangkaliman Aluy harus musnah. Khiiihihihiiiy ...."

Parang Hitam mengangkat tinggi kedua sayapnya. Mata yang tadi hitam kelam berubah merah menyala. Gigi-gigi taring keluar berlesakkan. Siap menyerang Tambi Balau.

"Tidaaak ... aku tidak mau menyakiti Tambi. Tidak mauuu!" Tiba-tiba mulut iblis Parang Hitam mengeluarkan jerit suara Dara. Jiwa Dara sedang berusaha berontak dalam tubuhnya sendiri.

"Dara?" Raut Tambi yang tadi menatap garang pada musuhnya, kini berubah sendu.

"Lawan dia, Dara! Kau bisa melawannya!" teriak Tambi.

Kedua sayap lebarnya lalu mengepak. Makhluk hitam berbulu itu terbang tinggi berputar-putar di atas kepala Tambi Balau, yang terus berusaha mengawasinya. Tampaknya terjadi pergelutan jiwa dalam tubuh Dara.

Syuuuhh ....

Tiba-tiba Parang Hitam menukik secepat kilat ke arah Tambi Balau yang sedikit lengah. Perhatian Tambi sedang terpecah ke arah rumpun semak yang bergerak. Ada seseorang yang sedang bersembunyi di situ.

Crassh!

Cakar tajam makhluk iblis berhasil melukai leher Tambi Balau.

"Aaargh!" Perempuan tua itu berteriak kesakitan.

Tubuh Tambi Balau sontak sempoyongan hilang keseimbangan, lalu terduduk di atas tanah. Serangan Parang Hitam yang tiba-tiba di luar perkiraannya. Tak ayal luka gores pada leher itu mengucurkan darah segar. Sementara Parang Hitam kembali terbang tinggi, mengambil ancang-ancang menyerang ulang. Kedua cakarnya tampak mengembang. Bau darah segar Tambi, membuatnya semakin beringas.

****

Percikan air serta hentakan gelombang sungai yang dilalui jukung, membuat Mamat terjaga. Bocah itu menggeliatkan tubuh, hingga sarung yang membungkusnya terlepas. Saat terbangun, Mamat mendapati Ipan yang terpejam, duduk di ujung kakinya, sambil komat-kamit meracau tak jelas. Berpegangan pada sisi jukung, Mamat berusaha bangun.

"Kak, Ipan. Kita di mana ini, Kak?" tanyanya bingung. Mata Mamat menyipit melihat ke air sungai di sisi kiri dan kanan. Sontak pemuda yang disapa membuka mata.

Plakk!

Spontan kepala Mamat dikemplang.

"Tarung babanam, bangun juga kau akhirnya! Kita ni lagi di warung kopi, kekanak habang' ay. Gara-gara kau, kita betiga dikejar hantu," sahut Ipan setengah berteriak. Menyesal dia kini, kenapa mau saja disuruh Mamaknya mengantarkan Mamat.

"Dikejar hantu?" desis Mamat. Mulutnya mengerucut, mata melebar menatap ke belakang tubuh Ipan. Pada gumpalan kabut yang sedang mengejar jukung mereka.

Gumpalan kabut itu terlihat janggal. Berkali-kali Mamat mengerjapkan mata, lalu mengucek-nguceknya dengan satu tangan. Barangkali matanya yang buram akibat baru bangun tidur.

Di mata bocah yang memiliki kemampuan mata bathin terpendam itu, kabut yang sedang mengejar jukung mereka lebih mirip orang-orang yang sedang berenang sangat cepat.

"Hantunya banyak," gumam Mamat tanpa sadar. semakin membulat bola matanya melihat jarak mereka bertambah dekat.

Degh!

Ipan menelan ludah gugup. Antara percaya dan tidak, menoleh juga dia ke belakang. Tapi, yang tampak olehnya hanya gumpalan kabut yang tertiup angin.

Plakk! Sekali lagi Mamat dikemplang.

"Hantu-hantu! Kecil-kecil sudah pintar bedusta kau!" dengkus Ipan.

"Apa sih kau itu, Pan?! Biarkan saja dia! Mungkin Mamat masih tebawa mimpi," sahut Ali sambil terus mengayuh sampan, tanpa menoleh ke belakang.

"Kaaakk... kaaakk...." Kusat, gagak hitam milik Tambi Balau akhirnya berhasil menyusul mereka.

Burung itu terbang seraya mengibaskan sayap-sayapnya ke atas gumpalan kabut, yang mulai bergerak menyebar, membentuk formasi mengepung jukung. Kibasan sayap Kusat seketika membuat gumpalan kabut berubah wujud, menjadi sosok-sosok mayat hidup.

"Mamat kada bedusta, Kak. Lihat sekali lagi ke belakang! Kita lagi dikejar hantuuu!" seru Mamat panik, menunjuk lurus ke belakang.

"Hantunya banyak! Hantuuu! Hantuuu!" Tidak biasanya bocah pendiam itu berteriak-teriak histeris sampai suaranya serak.


To be continued....

Catatan kaki :

* penyang hampatong = jimat dari patung kayu.

* kekanak habang = anak ingusan

SUSURTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang